Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Anak Riza Chalid Jadi Broker Pertamina, Dapat Untung dari Mark Up Minyak Mentah

Sebagai broker minyak mentah, anak Riza Chalid mendapatkan keuntungan setelah harga di mark up 13-15 persen.

27 Februari 2025 | 13.12 WIB

Anak Riza Chalid, Muhammad Kerry Adrianto Riza, mengenakan rompi pink khas tahanan Kejaksaan Agung pada Senin malam, 24 Februari 2025. Dokumentasi Kejaksaan Agung.
Perbesar
Anak Riza Chalid, Muhammad Kerry Adrianto Riza, mengenakan rompi pink khas tahanan Kejaksaan Agung pada Senin malam, 24 Februari 2025. Dokumentasi Kejaksaan Agung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Anak saudagar minyak Muhammad Riza Chalid, yakni Muhammad Kerry Adrianto Riza, menjadi broker PT Pertamina (Persero) dalam dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja sama (KKKS) periode 2018-2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Peran Kerry Riza ini diungkapkan Kejaksaan Agung setelah menetapkan sang pengusaha, bersama enam orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus rasuah yang merugikan negara ekitar Rp 193,7 triliun tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Tujuh orang tersangka, salah satunya MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa,” ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar saat konferensi pers pada Senin malam, 25 Februari 2025.

Dapat Untung dari Mark up Harga 

Qohar menjelaskan bahwa Kerry adalah salah satu broker dalam impor minyak mentah yang bermain dengan Sub Holding PT Pertamina. Kerry disebutkan mendapat keuntungan dari mark up kontrak shipping (pengiriman) yang dilakukan oleh tersangka Yoki Firnandi selaku Direktur PT Pertamina International Shipping. 

Yoki mengatur pengadaan impor minyak mentah dengan menaikkan harga melalui mark up, yaitu menambahkan persentase tertentu ke harga pokok, sehingga negara harus membayar sekitar 13 hingga 15 persen lebih tinggi dari harga sebenarnya. Sebagai broker, Kerry mendapat keuntungan dari selisih harga tersebut “Tersangka MKAR mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut,” kata Qohar.

Kasus ini terjadi dalam kurun waktu 2018–2023, saat kebijakan pemenuhan minyak mentah dalam negeri mewajibkan penggunaan pasokan minyak bumi domestik sebagai prioritas utama. PT Pertamina (Persero) diwajibkan mencari pasokan minyak dari kontraktor dalam negeri sebelum memutuskan untuk mengimpor.

Namun, lanjut Qohar, tersangka Riva Siahaan (Direktur Utama Pertamina Patra Niaga), Sani Dinar Saifudin (Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional), dan Agus Purwono (Vice President Feedstock Management PT KPI) diduga melakukan manipulasi dalam rapat optimalisasi hilir yang digunakan sebagai dasar untuk menurunkan produksi kilang, sehingga minyak bumi dalam negeri tidak terserap sepenuhnya. Akibatnya, pemenuhan kebutuhan minyak mentah dan produk kilang dilakukan melalui impor.

Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, PT Kilang Pertamina Internasional mengimpor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga mengimpor produk kilang. “Harga pembelian impor tersebut apabila dibandingkan dengan harga produksi minyak bumi dalam negeri terdapat perbandingan komponen harga yang sangat tinggi atau berbeda harga yang sangat signifikan,” ucap Qohar.

Sementara itu, dalam pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang, Yoki sengaja menaikkan harga melalui mark up sebesar 13 hingga 15 persen. Hal itu menguntungkan pihak broker yakni Kerry Riza. "Nah dampak adanya impor yang mendominasi pemenuhan kebutuhan minyak mentah, harganya menjadi melangit," ujar Qohar.

Selain lima tersangka yang telah disebutkan sebelumnya, Kejaksaan Agung juga menetapkan dua orang lain dari pihak swasta sebagai tersangka dalam kasus korupsi ini. Mereka adalah Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadan Joede yang merupakan Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Para tersangka pun dituduh melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

Jihan Ristiyanti, Dani Aswara dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus