Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Asal Mulanya Guntingan Koran

4 orang mahasiswa Univ. Jayabaya dituduh menghina Presiden Soeharto dan Ny Tien. Pengadilan menjatuhkan vonis 1 tahun potong tahanan. Tidak didampingi pembela, waktu penyiapan pembelaan 15 menit.

11 Juni 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"BEBAS dong", itu permintaan beberapa mahasiswa Universitas Jayabaya pada sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu minggu lalu. Yang duduk di kursi terdakwa adalah Berny M. Tamara, Muslim Sri Utomo, Irzal Q dan Susatyo Hendro Tjahjono. Mereka dituduh menghina Presiden Soeharto dan Ny. Tien. Permintaan mahasiswa yang memenuhi ruangan sidang itu diucapkan ketika Jaksa Indra Nasution SH akan mengajukan tuntutan. Karena terbukti bersalah, para terdakwa diminta untuk dihukum 2 tahun penjara potong tahanan. Di sekitar masa Posma tahun lalu terjadi tindak pidana yang dituduhkan kepada mereka. Ketua Dewan Mahasiswa Jayabaya waktu itu, drs. Harif Harahap memerintahkan kepada Berny, Sekretaris Umum, membuat konsep kritik terhadap pemerintah dan DPR. Waktu itu persoalan Pertamina sedang hangat. Berny dan kawan-kawan menggunting kata-kata dari koran dan majalah. Guntingan itu disusun sedemikian rupa sehingga bisa ditafsirkan menghina Presiden dan isterinya. Baru kemudian kertas guntingan itu difotokopi. Suatu ketika ada orang yang menemukan fotokopi itu beredar di luar kampus. Yang meringankan terdakwa adalah bahwa mereka masih muda, sopan dalam persidangan, secara jantan mengakui kesalahan sehingga memperlancar pemeriksaan. Tapi yang memberatkan adalah bahwa tindakan para mahasiswa itu, menurut jakasa, sangat memalukan. Lagi pula dilakukan pada saat bangsa Indonesia sedang giat-giatnya membangun. Susatyo segera menarik nafas panjang setelah mendengar tuntutan itu. Begitu juga Irzal. Muslim bereaksi agak lama. Yang paling sabar menunjukkan reaksinya adalah Berny. Setelah jaksa selesai membacakan tuntutan untuk seluruh terdakwa barulah Berny bereaksi dengan menarik nafas panjang. Berny jugalah satu-satunya yang melepas jaket kuning dan meletakkan di pangkuannya. Sedangkan rekannya mengenakan jaket kuning Posma 1976 selama persidangan. Pokoknya Menyesal "Saya tidak tahu anak saya berbuat begitu. Biasanya dia tidak pernah keluar, tapi di sekitar Posma itu ia sering pergi malah sering menginap", kata ibu Susatyo. Susatyo, mahasiswa Fakultas Sospol ini sering dijemput teman-temannya yang kurang dikenal oleh ibu yang tinggal di Kompleks Kodam V Sumur Batu itu. "Wah, saya tidak pernah diajak bicara soal itu", kata Tamara, ayah Berny mengenai tuduhan yang dialamatkan kepada anaknya. Berny dan kawan-kawan berada dalam keadaan sehat. Mereka nampak gembira saja seperti terlihat ketika mereka duduk-duduk dekat TPS di Lembaga Pemasyarakatan Khusus Cipinang pada Pemilu 2 Mei lalu. Mereka baru beberapa bulan di Cipinang. Sebelumnya ditahan di MABAK. Menghadapi tuntutan hukuman 2 tahun itu Berny dan kawan-kawan hanya minta waktu 15 sampai 30 menit untuk menyiapkan pembelaan. Mereka tampil di Pengadilan tanpa didampingi seorang pembelapun dan diberi waktu 15 menit saja oleh hakim. Di luar sidang mereka berempat berembuk dengan ayah salah seorang terdakwa. Dari pembicaraan itu mereka segera mengajukan pembelaan. Pokoknya menyesal dan minta maaf. Dan yang penting supaya dibebaskan. Tidak semua permintaan dikabulkan. Sebab majelis hakim, yang dipimpin J.Z. Loudoe SH dan hakim anggota Hanky SH dan D. Swandono SH merasa perlu memberi ganjaran. Tindakan para terdakwa dinilai bukan bermaksud konstruktif tapi melulu melampiaskan hawa nafsu. Semua terdakwa dijatuhi hukuman masing-masing 1 tahun penjara potong tahanan. Dengan demikian mereka segera bisa pulang karena masa penahanan yang mereka alami sudah lebih dari 1 tahun. Tapi apakah mereka akan lancar melanjutkan kuliah masih jadi tanda tanya. Sebab menurut Ketua Umum Dema sekarang, Amril Mas Muhammad, sampai tahun kuliah 1976 Berny dan kawan-kawannya tidak mendaftarkan diri sebagai mahasiswa Jayabaya. Dan setelah mereka akan muncul pula di persidangan drs. Harif Harahap - untuk pertanggunganjawab yang sama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus