"BEBAS dong", itu permintaan beberapa mahasiswa Universitas
Jayabaya pada sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu
minggu lalu. Yang duduk di kursi terdakwa adalah Berny M.
Tamara, Muslim Sri Utomo, Irzal Q dan Susatyo Hendro Tjahjono.
Mereka dituduh menghina Presiden Soeharto dan Ny. Tien.
Permintaan mahasiswa yang memenuhi ruangan sidang itu diucapkan
ketika Jaksa Indra Nasution SH akan mengajukan tuntutan. Karena
terbukti bersalah, para terdakwa diminta untuk dihukum 2 tahun
penjara potong tahanan.
Di sekitar masa Posma tahun lalu terjadi tindak pidana yang
dituduhkan kepada mereka. Ketua Dewan Mahasiswa Jayabaya waktu
itu, drs. Harif Harahap memerintahkan kepada Berny, Sekretaris
Umum, membuat konsep kritik terhadap pemerintah dan DPR. Waktu
itu persoalan Pertamina sedang hangat. Berny dan kawan-kawan
menggunting kata-kata dari koran dan majalah. Guntingan itu
disusun sedemikian rupa sehingga bisa ditafsirkan menghina
Presiden dan isterinya. Baru kemudian kertas guntingan itu
difotokopi. Suatu ketika ada orang yang menemukan fotokopi itu
beredar di luar kampus.
Yang meringankan terdakwa adalah bahwa mereka masih muda, sopan
dalam persidangan, secara jantan mengakui kesalahan sehingga
memperlancar pemeriksaan. Tapi yang memberatkan adalah bahwa
tindakan para mahasiswa itu, menurut jakasa, sangat memalukan.
Lagi pula dilakukan pada saat bangsa Indonesia sedang
giat-giatnya membangun.
Susatyo segera menarik nafas panjang setelah mendengar tuntutan
itu. Begitu juga Irzal. Muslim bereaksi agak lama. Yang paling
sabar menunjukkan reaksinya adalah Berny. Setelah jaksa selesai
membacakan tuntutan untuk seluruh terdakwa barulah Berny
bereaksi dengan menarik nafas panjang. Berny jugalah
satu-satunya yang melepas jaket kuning dan meletakkan di
pangkuannya. Sedangkan rekannya mengenakan jaket kuning Posma
1976 selama persidangan.
Pokoknya Menyesal
"Saya tidak tahu anak saya berbuat begitu. Biasanya dia tidak
pernah keluar, tapi di sekitar Posma itu ia sering pergi malah
sering menginap", kata ibu Susatyo. Susatyo, mahasiswa Fakultas
Sospol ini sering dijemput teman-temannya yang kurang dikenal
oleh ibu yang tinggal di Kompleks Kodam V Sumur Batu itu.
"Wah, saya tidak pernah diajak bicara soal itu", kata Tamara,
ayah Berny mengenai tuduhan yang dialamatkan kepada anaknya.
Berny dan kawan-kawan berada dalam keadaan sehat. Mereka nampak
gembira saja seperti terlihat ketika mereka duduk-duduk dekat
TPS di Lembaga Pemasyarakatan Khusus Cipinang pada Pemilu 2 Mei
lalu. Mereka baru beberapa bulan di Cipinang. Sebelumnya ditahan
di MABAK.
Menghadapi tuntutan hukuman 2 tahun itu Berny dan kawan-kawan
hanya minta waktu 15 sampai 30 menit untuk menyiapkan pembelaan.
Mereka tampil di Pengadilan tanpa didampingi seorang pembelapun
dan diberi waktu 15 menit saja oleh hakim. Di luar sidang mereka
berempat berembuk dengan ayah salah seorang terdakwa. Dari
pembicaraan itu mereka segera mengajukan pembelaan. Pokoknya
menyesal dan minta maaf. Dan yang penting supaya dibebaskan.
Tidak semua permintaan dikabulkan. Sebab majelis hakim, yang
dipimpin J.Z. Loudoe SH dan hakim anggota Hanky SH dan D.
Swandono SH merasa perlu memberi ganjaran. Tindakan para
terdakwa dinilai bukan bermaksud konstruktif tapi melulu
melampiaskan hawa nafsu. Semua terdakwa dijatuhi hukuman
masing-masing 1 tahun penjara potong tahanan. Dengan demikian
mereka segera bisa pulang karena masa penahanan yang mereka
alami sudah lebih dari 1 tahun. Tapi apakah mereka akan lancar
melanjutkan kuliah masih jadi tanda tanya. Sebab menurut Ketua
Umum Dema sekarang, Amril Mas Muhammad, sampai tahun kuliah 1976
Berny dan kawan-kawannya tidak mendaftarkan diri sebagai
mahasiswa Jayabaya. Dan setelah mereka akan muncul pula di
persidangan drs. Harif Harahap - untuk pertanggunganjawab yang
sama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini