Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Status Aset Agunan yang Disita

Aset pengusaha minyak goreng yang berstatus agunan telah disita. Belum jelas siapa yang berhak atas harta tersebut.

2 Januari 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEHARI-HARI Suherman cuma tergolek di kursi panjang. Pria berusia 70 tahun itu praktis lumpuh. Dekat tempat ia berbaring, sebuah kaleng bekas minuman berfungsi sebagai genta memanggil orang jika ia butuh pertolongan. Akibat terserang stroke, Herman harus selalu dibantu orang lain. Padahal, dua dasawarsa silam, tatkala ia masih gagah, Herman tergolong pengusaha sukses.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia merintis usahanya pada tahun 1950-an di Bandung. Tahun 1972, ia meningkatkan usahanya menjadi pembuat dan penjual minyak kelapa. Usahanya berkembang, dan pada 1980 Herman mendirikan perusahaan minyak goreng CV Sukses. Usahanya berbintang terang. Ia tercatat sebagai nasabah an-dalan Bank Bumi Daya (BBD) Bandung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada 1984, Herman mendapat kredit Rp 750 juta dari BBD. Untuk kredit ini -- ketika itu tergolong kakap -- Herman menjaminkan aset CV Sukses, termasuk tanah dan rumahnya. Setiap bulan, Herman mencicil pinjaman itu sebesar Rp 14 juta. Lancar. Tapi bisnis, kata orang, memang tak bisa diduga. Hatta, pada 1986, usaha Herman mulai seret. Banyak pelanggannya ingkar janji. Tagihannya Rp 900 juta macet. Akibatnya, angsurannya kepada BBD pun ikut macet.

Justru dalam keadaan runyam ini ia terserang stroke. Herman hampir pailit. Sampai-sampai, ''cincin kawin kami terpaksa dijual,'' tutur istrinya. Untuk menambal lubang, Herman meminjam Rp 95 juta dari salah seorang rekanannya, Nyonya Lolita. Karena kondisi terjepit, seperti biasanya, ia ''kena hantam'' bunga 3% per bulan.

Kelanjutannya bisa diduga, Herman tak mampu melunasi utangnya pada Lolita. Dan ketika jatuh tempo pelunasan, pada 1987 Lolita menggugat Herman. Dalam perkara ini, Pengadilan Negeri Bandung menyita sebagian aset CV Sukses. Padahal aset CV Sukses berstatus agunan BBD. (Kini perkara ini berada di tingkat kasasi.) Masalah memang timbul. BBD menganggap Herman sebagai debitur lalai. Penagihan utang kemudian dilimpahkan BBD kepada PUPN (Panitia Urusan Piutang Negara) karena BBD adalah bank pemerintah.

Teguran dan peringatan PUPN sebanyak tiga kali tak ditanggapi Herman. Sementara itu, utangnya pada Juni 1991 mencapai Rp 1,117 milyar. Alhasil, Januari silam, PUPN menyita semua aset CV Sukses yang ditaksir bernilai Rp 6 milyar. Pada 18 Agustus lalu, lewat iklan di dua koran daerah, PUPN mengumumkan pelelangan barang sitaan itu. Keluarga Herman protes. Pelelangan itu merugikan karena belum ada kesepatakan nilai utang yang akan ditutup dengan lelang.

Dalam perhitungan mereka, nilai utang sampai 19 Agustus 1992 tinggal Rp 1,079 milyar. Salah satu anak Herman, Suwondo, mengaku tetap berusaha melunasi utang itu. Dan usaha minyak goreng masih mereka perlukan untuk menebus utang. Melalui pengacara Abdulwahab Bakrie, keluarga Herman memperkarakan PUPN ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) Bandung. Inilah gugatan pertama di PTUN Bandung, yang mulai beroperasi sejak September lalu.

Abdulwahab menuntut agar PTUN menyatakan penyitaan PUPN tidak sah. Ia juga meminta penangguhan lelang PUPN itu. Alasan Abdulwahab, penyitaan itu melanggar Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang PUPN. Sebab, belum ada kesepakatan (pernyataan bersama) antara PUPN dan Herman tentang besarnya nilai utang.

Dalam kondisi lumpuh seperti sekarang, Herman, menurut Abdulwahab, tidak bisa mengambil keputusan. Selain itu, barang yang disita PUPN sudah disita lebih dulu oleh pengadilan dalam perkara Lolita. Barang yang sudah disita memang tak bisa disita lagi oleh pihak lain. Namun pihak BUPLN (Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara), yang menjalankan tugas PUPN, mengganggap tindakannya sudah mengikuti prosedur. ''Dengan tidak digubrisnya teguran dan peringatan kami, Suherman kami anggap menyetujui perincian besarnya utang. Jadi bisa dianggap bagian dari pernyataan bersama,'' kata seorang pejabat di BUPLN Bandung.

Anehnya, Pengadilan Negeri Bandung, yang menyita lebih dulu aset CV Sukses, bersikap tenang-tenang saja. Muslim Siddik, wakil ketua Pengadilan Negeri Bandung, yakin, ''Yang lebih dulu menyita nantinya diberi hak duluan. Sisanya baru yang menyita belakangan. Itu pun kalau ada sisanya,'' katanya, gampangan.

Ia menegaskan, pengadilan negeri harus dianggap lebih dulu menyita aset CV Sukses. Jadi, punya hak menghitung lebih dulu hasil lelang aset CV Sukses. Namun Muslim menambahkan, hasil sitaan baru bisa dilelang dan dibagi-bagi setelah perkara Lolita diputus berkekuatan tetap. Karena itu, pengadilan negeri telah meminta PUPN menangguhkan pelelangan aset CV Sukses. PUPN ternyata setuju-setuju saja. Dan tanpa kesulitan, Oktober lalu, PUPN mengabulkan permintaan itu. Aneh.

Menurut ahli hukum M. Yahya Harahap, seharusnya PUPN tak perlu memperhatikan permintaan pengadilan negeri. Sesuai dengan undang-undang, PUPN sebagai wakil BBD punya hak melakukan eksekusi tanpa campur tangan pengadilan. Yahya menambahkan, sita PUPN lebih sah, dan PUPN lebih berhak atas aset CV Sukses.

Soalnya, harta Herman sudah dijadikan agunan kredit BBD ketika disita pengadilan dalam perkara Lolita. ''Begitu barang itu dijaminkan ke BBD, barang-barang itu sudah tidak bebas, dan berada di bawah kepentingan kreditur,'' ucap Yahya, yang sehari-hari menjadi hakim agung. Semua pihak tampaknya mempunyai alasan hukum yang cukup kuat atas aset CV Sukses. Jadi, siapa yang sebenarnya berhak menguasai agunan itu?

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Memperebutkan Harta Herman"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus