MENJELANG peringatan ulang tahun ke-40 Satuan Polisi Perairan (Satpolair), 1 Desember lalu, instansi itu mendapat kado khusus dari bajak laut. Sepekan sebelumnya, para bajak laut merompak sekurangnya 10 kapal barang yang lewat di Selat Bangka, Sumatera Selatan. Kado itu segera "dijawab" Kapolri Jenderal M. Sanoesi pada peringatan HUT Satpolair itu. "Setiap warga Satpolair harus~ menuntaskan gangguan keamanan perairan. Penanganan masalah itu penting untuk menggugah kebanggaan masyarakat terhadap kebaharian," kata Sanoesi dalam amanat, yang dibacakan Kapolda Sumbagsel, Mayor Jenderal Putera Astaman, Sabtu pekan lalu di Palembang. Sebelum jawaban Kapolri itu dibacakan, polisi perairan yang bertugas di situ telah lebih dahulu bekerja keras mengamankan Selat Bangka. Dan, pada 30 November lalu, dengan gemilang Satpolair Palembang menggulung delapan orang perompak. Komplotan bajak laut itu, menurut polisi, sebulan sebelumnya merompak kapal MV Okabun yang berlayar dari Singapura menuju Jakarta. Mereka menjarah uang awak kapal itu US$ 7.000 serta memboyong sebuah radio komunikasi tentengan VHF. Menurut Kepala Satpolair Palembang, Letnan Kolonel Tubagus Achmad Nasif, ketika memulai operasinya, kawanan itu bersembunyi di balik batu-batu karang. Ketika MV Okabun muncul, mereka menghampiri dengan perahu motor berkekuatan 200 tenaga kuda. Setelah jarak kapal merapat, mereka melemparkan tambang yang ujungnya berbandul pengait ke atas kapal. Bak tupai lima orang kawanan itu memanjat ke kapal. Mereka menyandera kapten kapal, Fanciano M. Kardozo. Setelah menjarah harta awak kapal, mereka kabur dengan speedboat berkecepatan tinggi. Awak Okabun, yang kemudian merapat di Tanjungpriok, melaporkan kejadian itu ke Polda Metro Jaya. Tak hanya MV Okabun yang dimangsa bajak laut. Kasus serupa juga terjadi dalam pekan yang sama terhadap MV Britain, MV Osam Power, KM Takari, dan KM Bos Aspal. Korban terakhir adalah kapal tongkang yang digandeng tugboat MV Woyd ari Tanjungpriok tujuan Sungaigerong, Plaju. Ketika mendekati Palembang, pada 27 November lalu, kapal itu dihadang perompak. Namun, aksi itu gagal karena kapten kapal, Sutrisno, bersama anak buahnya, melakukan perlawanan. Sehari sebelumnya kapal kar~go Isabella dimangsa para perompak. Awak kapal dari Surabaya dengan tujuan Singapura berbobot 2.000 ton bobot mati itu terpaksa merelakan Rp 7 juta uang mereka. Toh bajak laut itu masih menyapu semua barang berharga lainnya, termasuk celana dan kaus para awak. "Praktis awaknya tinggal memakai celana dalam saja," kata Kepala Dinas Penerangan Polda Sumbagsel, Letnan Kolonel B.P. Aritonang, kepada TEMPO. Perompakan itu merajalela, sejak tahun lalu di perairan Sungai Musi. Ter~catat ~delapan kasus dalam sebulan. Puncaknya pada Mei hingga Juni lalu. "Waktu itu pernah dalam sehari terjadi tiga kali perompakan," kata Tubagus. Karena itu, Polda mengerahkan operasi ke Sungai Musi. Hasilnya tujuh pelaku - termasuk dua gembongnya, Nuri dan Emong - diringkus. Namun, bak bisul, area bajak laut itu pun beralih ke Selat Bangka. Kebetulan keadaan Selat Bangka memang strategis bagi bajak laut. Kapal melintasi terpaksa pelan-pelan karena jalur itu dipenuhi banyak batu karang. Setelah beraksi, kawanan perompak juga dengan mudah melarikan diri dengan speedboat dan kemudian menyusup lewat kuala ke sungai kecil yang belasan jumlahnya alur di pantai Pulau Bangka. Polisi mengalami kesulitan mengejar mereka karena kapal bajak laut itu bisa berkecepatan 120 km per jam -- atau dua kali kecepatan kapal patroli polisi. Para perompak itu juga sukar dikenali karena sehari-hari mereka menyatu dengan nelayan penangkap ikan. "Terus terang sukar mengejar mereka," kata Tubagus. BL, Aln~a Rumiy~ati Aziz (Palemb~ang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini