SEORANG bocah berusia dua tahun ditemukan tergeletak pingsan di luar WC wanita RSU Kuala Lumpur. Sekujur tubuh bayi itu penuh luka bekas penyiksaan. Beberapa bagian muka dan kepalanya memar. Di punggungnya yang masih lunak, berderet lebih dari sepuluh luka bekas sabetan. Pada kelopak mata dan tapak kakinya, terdapat bekas-bekas sundutan rokok. Dan -- masya Allah -- dubur anak itu mengalami pendarahan berat aki- bat tusukan benda tumpul. Hanya dua hari bocah keturunan Tamil yang belakangan diketahui bernama Balasundram, sempat dirawat di rumah sakit. Ia meninggal tanpa sempat sadar kembali dari pingsannya. Tapi kematiannya yang sudah terjadi pertengahan bulan lalu, sampai pekan lalu masih menjadi pembicaraan hangat di Malaysia. Kematian Balasundram segera menggugah massa. Di antara warga ada yang menjanjikan hadiah dari sekitar Rp 675 ribu sampai Rp 3,3 juta pada siapa saja yang bisa memberikan informasi pelaku perbuatan keji ini. Untunglah, dalam tempo singkat, penguasa Polisi Daerah Campbell, Mayor Fauzi Shaari, sudah bisa meringkus dua tersangkanya, Jumat tiga pekan lalu. Mereka adalah Maliga Kathisvaloo, wanita berusia 32 tahun, dan teman "kumpul kebo"-nya, Sinnasamy Kandasamy, 33 tahun. Pasangan berdarah India ini sebetulnya pengasuh Bala. Ibu Balasundram, Kaliamah, 19 tahun, adalah pelacur yang sering berkeliaran di pelacuran Lorong H. Taib Chow Kit. Suami Kaliamah, Balakrishnan, 22 tahun, bekas sopir truk itu, yang baru saja -- 10 Mei lalu -- keluar penjara karena terbukti mengedarkan dadah. Karena keadaannya itulah, Kaliamah terpaksa menitipkan Balasundram dan adiknya, Ravindran, berusia satu tahun pada keluarga lain dengan sejumlah bayaran. Balasundram diserahkannya pada pasangan Maliga dan Sinnasamy, sementara Ravindran dititipkan pada orang lain lagi. "Saya mempercayakan Balasundram pada Maliga karena ia sendiri yang menawarkan jasanya," ujar Kaliamah, yang mengaku baru mengenal Maliga, beberapa bulan lalu. Kebetulan Maliga juga punya anak perempuan, Jothy, berusia 6 tahun, yang bisa menemani Bala bermain. Sesuai dengan perjanjian, Kaliamah harus membayar ongkos perawatan sejumlah M$ 50 atau sekitar Rp 34 ribu per bulan kepada pasangan itu. Maret lalu, waktu menyerahkan anaknya, Kaliamah menyerahkan uangnya, M$ 80. Bulan berikutnya ia menambah lagi M$ 100. Merasa telah membayar lebih, bulan berikutnya Kaliamah tidak lagi memberi uang kepada Maliga. Sayangnya, ibu muda itu juga lalai menjenguk anaknya, yang tinggal di mmah susun tua, kawasan Chow Kit. "Rupanya, sejak itulah Balasundram disiksa," kata Mayor Fauzi. Menurut salah seorang tetangga, penyiksaan itu terjadi karena anak itu sangat nakal. "Kami perkirakan luka di bagian dubur itu sebagai hukuman karena Balasundram buang air di sembarang tempat," ujar Fauzi. Selebihnya, walahuallam. Sebab, bukan hanya Balasundram yang dibantai, tetapi anak pasangan kumpul kebo itu sendiri. Jothy, ikut disiksa. Setelah babak belur, rupanya, Bala ditinggal di muka WC rumah sakit, dan meninggal Selasa tiga pekan lalu. Tragisnya, sampai empat hari setelah kematian Balasundram, kedua orang-tuanya belum tahu. Balakrishnan baru mencium ke- jahatan itu setelah ia datang ke tempat Maliga untuk menengok anaknya selepasnya dari penjara. Semula, Maliga dan Sinnasamy berbohong dan mengatakan Balasundram mereka titipkan pada rumah kakak mereka di luar kota. Namun, seorang tetangga menyodorkan koran yang memuat berita anak malang itu. Ternyata, wajah anak dalam koran itu mirip dengan anak Balakrishnan. Berkat pengaduan Balakrishnan pembunuhan Balasundram dengan cepat dibongkar polisi. Menurut putri Maliga, Jothy, pelaku penganiayaan sadistis itu bukan ibunya, melainkan pasangan kumpul kebo ibunya. Sinnasamy, yang juga pengedar narkotik. "Siapa pun pelakunya, bisa diancam hukuman mati," ujar Fauzi. Bunga S. dan Ekram H. Attamimi (Kuala Lumpur)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini