Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Balada gadis dan ganja

Vera, 15, terbukti dan mengaku menjual ganja dibebaskan hukuman penjara. menurut majelis hakim PN Medan, vera umurnya belum 16 tahun karena itu ia tidak dipidana. vera gembira.

1 Juli 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MATA Vera -- bukan nama sebenarnya -- 15 tahun, Senin pekan lalu berkaca-kaca di depan majelis hakim Pengadilan Negeri Medan. Dia yang di persidangan terbukti -- dan juga mengaku -- menjual ganja dan bisa dihukum berat, ternyata divonis hakim: dikembalikan kepada ibunya untuk diasuh dan dirawat. "Alhamdullilah saya lepas dari siksaan," kata gadis itu. Siksaan yang dimaksud remaja berkulit kuning langsat itu bermula pada pukul 8 malam, 13 Februari lalu. Ketika itu seorang laki-laki -- nampaknya sedang teler menggedor pintu rumahnya di sebuah gang di Jalan Sisingamangaraja, Medan. Lelaki itu ternyata mencari ayah Vera, Syarifuddin Perangin-angin. Tapi Syarifuddin tak ada di rumah. "Jangan takut. Aku ini teman ayahmu, mau membeli 'barang'," kata laki-laki itu, sambil menyerahkan uang Rp 5 ribu. Vera paham. "Barang" adalah istilah yang umum di Kota Medan untuk transaksi ganja. Tanpa curiga, pelajar kelas II SMP Al Ittiadyah itu mengambil 5 amplop berisi ganja dan menyerahkannya kepada laki-laki tersebut. Tapi, begitu amplop itu lepas dari tangannya, laki-laki itu mendadak jadi beringas. "Mana ganjamu yang lain," kata laki-laki itu. Vera ketakutan. "Aku gemetar," katanya. Ia kemudian mengambil 147 amplop ganja lainnya yang sebagian terselip di buku sekolahnya. Ternyata, tamu yang pura-pura mabuk itu adalah polisi dari Polsek Teladan. Malam itu juga Vera diboyong ke kantor polisi dan ditahan di sana. Di pemeriksaan polisi, Vera mengakui sudah menjual ganja sejak dua minggu lalu. Satu amplop ganja dijualnya Rp 750 sampai Rp 1.000. "Ayah dan Ibu tiri memaksa saya menjual barang itu," kata Vera. Sebenarnya, dari gurunya, Vera sudah tahu bahaya daun ganja, apalagi jika menjualnya. Tapi, katanya, dia terpaksa. "Kalau kau tidak mau menjualnya, kau tidak boleh makan," ujar Syarifuddin, mengancam Vera. Sang ayah, yang hingga kini buron bersama istrinya -- ibu tiri Vera menurut gadis itu telah menjual ganja sejak 6 bulan sebelum ia tertangkap. Ganja itu dijual Syarifuddin, yang berjualan bakso di depan rumahnya, kepada orang-orang yang berlagak makan baksonya. Kendati begitu kesalahan Vera jelas sudah. Setelah ditahan polisi dan jaksa selama 4 bulan, ia pun diseret ke pengadilan. Akibat kesalahan itu, sebenarnya majelis hakim berwenang memenjarakan Vera di Lembaga Pemasyarakatan Anak-Anak. Tapi majelis, sesuai dengan pasal 45 KUHP, memilih alternatif hukuman teringan bagi Vera. "Umurnya belum 16 tahun, karena itu dia tidak dipidana," kata Ketua Majelis, Hadi Manaf. Majelis hakim rupanya menilai Vera anak patuh. "Justru karena Vera anak patuh, ia terbukti bersalah," kata seorang hakim majelis, Rustam Effendy. Latar belakang kehidupan gadis itu memang gelap. Seperti diceritakan Lurah Teladan Barat, Ali Usman Piliang, Vera berasal dari keluarga morat-marit. Ketika ia berusia 1 tahun, ayahnya dihukum 5 tahun gara-gara membunuh kakeknya. Konon, waktu itu Syarifuddin emosi menyaksikan konflik ibu dengan ayahnya. Ketika ayahnya meringkuk di penjara, ibunya, Yusliana, 36 tahun, menikah dengan Ngadikun -- belakangan punya 2 anak. Sementara itu, Syarifuddin setelah keluar dari bui kawin dengan Sri Kemala, 32 tahun, dan punya 4 anak. Vera, atas paksaan Syarifuddin, tingga] serumah dengan ayah dan ibu tirinya. Tapi, katanya, ia sering dipukul ayahnya karena hasutan ibu tirinya. Selain itu, ceritanya, perlakuan terhadap dirinya juga berbeda dengan saudara-saudara seayahnya anak-anak Sri Kemala -- yang lain. Vonis hakim yang baru saja jatuh sesungguhnya "idaman" Vera. Sebab, sudah lama ia ingin dirawat ibunya. Apalagi ayah tirinya, Ngadikun, 45 tahun, di depan majelis hakim berjanji akan merawat Vera dengan layak. "Saya tidak dendam kepada siapa pun," kata Vera. Hanya saja, akibat perkara itu, Vera berhenti sekolah. Inilah yang disesalkan guru-gurunya. "Dia anak pintar," kata seorang gurunya. Apalagi mengaji, Vera yang pendiam itu jempolan. "Karena itulah kami membebaskan dia dari kutipan uang sekolah," kata gurunya itu. Ketua Pengadilan Negeri Medan, Soeharto, menganggap vonis hakim bawahannya itu sudah cocok dengan rasa keadilan masyarakat. Kebetulan, katanya, dalan perkara itu Vera banyak menolong dirinya sendiri. Anak itu, misalnya, terbukti tak pernah berniat dengan kesadaran sendiri menjual ganja. "Budi pekertinya menolong dia," kata Soeharto.Monaris Simangunsong & Sarluhut Napitupulu (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum