Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bandar Narkoba dari Angkatan Udara

Badan Narkotika Nasional menangkap dua bintara TNI Angkatan Udara Riau. Mereka tertangkap tangan membawa ratusan butir ekstasi. Peredaran narkoba Pekanbaru dikuasai tentara.

14 Juli 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sepuluh penyidik Badan Narkotika Nasional memenuhi rumah Sersan Mayor­ Bambang Winarno di Jalan Ikhlas, Bukit Raya, Pekanbaru, Kamis siang dua pekan lalu. Dua jam mengubek-ubek rumah itu, penyidik menyita satu bundel buku tabungan dan satu unit mesin penghitung uang. Penggeledah­an itu berlangsung menegangkan. Keluarga Bambang tak suka rumah mereka diacak-acak. "Anaknya sempat marah-marah karena rumahnya digeledah," kata Chairunnas, ketua rukun tetangga setempat.

Penggeledahan itu sudah diperkirakan berlangsung alot. BNN turut mengajak kepolisian setempat dan sepuluh anggota Polisi Militer TNI Angkatan Udara lengkap dengan senjata api. Mereka mengepung rumah bercat abu-abu itu dan mensterilkan area sejauh 50 meter. Warga hanya menonton dari jauh karena tak berani mendekati rumah Bambang, meski jarak antar-rumah di jalan itu berdempetan. Para wartawan pun hanya diperbolehkan meliput dari kejauhan.

BNN menangkap Bambang Winarno pada Selasa dua pekan lalu karena ia diduga memimpin jaringan narkoba jenis ekstasi dan sabu-sabu di Pekanbaru. Di hari yang sama, BNN juga menangkap Sersan Dua Riki Yunardi. Keduanya tercatat sebagai anggota TNI Angkatan Udara yang ditugasi di Pangkalan Udara Roesmin Nurjadin, Pekanbaru. "Keduanya masih tentara aktif," ujar Direktur Penyelidikan dan Pengamanan Fisik Pusat Polisi Militer TNI Angkatan Udara Kolonel Sentot Adhi Kurnianto.

Dari penangkapan keduanya, dua hari kemudian BNN menangkap KS, JC, AM, dan S. Keempatnya warga sipil. "Mereka tergabung dalam satu jaringan," kata Deputi Pemberantasan dan Penindakan BNN Benny Jozua Mamoto. Ketua tim penyidikan kasus ini, Komisaris Besar Slamet Pribadi, mengatakan Bambang dan Riki bertindak sebagai bandar dan operator jaringan sekaligus beking jaringan ini. "Sementara KS diduga bandar besar dalam jaringan ini," ucapnya.

Sehari setelah ditangkap, keenam tersangka diboyong ke Jakarta. Empat tersangka sipil diterungku di rumah tahanan BNN. Sedangkan Bambang dan Riki pada Minggu pekan lalu diserahkan ke Pusat Polisi Militer TNI Angkatan Udara di Jakarta. Keduanya, kata Sentot, akan diadili di Pengadilan Militer karena berstatus tentara. Meski dari pemeriksaan urine keduanya tak mengandung narkoba, penyidik tetap menahan dan menjerat mereka sebagai pengedar narkoba.

n n n

BNN menggerebek sebuah rumah mewah di kompleks Sentra Duta, Cimahi, Jawa Barat, pada 30 Juni lalu. Sudah sebulan rumah itu diintip, dan diketahui memproduksi sabu-sabu. Dalam penggerebekan ini, penyidik menangkap pasangan suami-istri yang diduga mengoperasikan pabrik. Di sana ditemukan berbagai perlengkapan dan bahan pembuat sabu-sabu, seperti serbuk prekusor, alat penyuling dan slang, serta bahan kimia lain. Mereka juga memproduksi ekstasi. "Dari para tersangka, kami mendapat informasi narkoba dikirim ke Riau," ujar Slamet Pribadi, yang juga memimpin penggerebekan itu.

Pelacakan dari Cimahi bermuara pada Sersan Mayor Bambang Winarno. Penyidik terbang ke Pekanbaru dan langsung menguntit Bambang. Pada Selasa dua pekan lalu, ia ditangkap saat berada di sebuah bengkel mobil di Jalan Paus, Pekanbaru. Penyidik menyita 300 butir ekstasi siap pakai di dalam mobil Bambang. Dari penangkapan ini, Bambang diketahui punya beberapa anak buah. Ia mengaku baru saja mengambil ekstasi itu dari tangan Sersan Dua Riki.

Pada hari yang sama, tim BNN menyasar rumah di Jalan Sekuntum dan menangkap JC. Setelah itu, tim bergerak ke Jalan Jondul Baru dan menangkap Riki. Dua hari kemudian, tim menangkap KS di sebuah kamar hotel di Pekanbaru. Saat ditangkap, KS sedang bersama seorang perempuan di dalam kamar. Di sana penyidik menemukan setengah kilogram sabu yang sudah dipecah ke dalam paket-paket kecil yang siap dijual. "Sabu-sabu itu disembunyikan di sudut-sudut kamar," kata Slamet.

Dari para tersangka, penyidik kembali mendapatkan nama baru. Pada Kamis malam, tim bergerak ke XP Club di Jalan Sudirman. Di sana penyidik menangkap AM dan S. "Keduanya kaki tangan Serma Bambang," ujar Slamet. Rangkaian penangkapan ini berhasil mengumpulkan 430 butir ekstasi, 97 butir pil happy five, dan 514,5 gram sabu-sabu. Semua tersangka diterbangkan ke Jakarta keesokan harinya. Mereka kini terancam hukuman mati. "Keduanya akan dihukum seadil-adilnya," kata Sentot.

n n n

Ketua BNN Riau Bambang Setiawan mengatakan seluruh penjuru provinsi, khususnya Pekanbaru, sudah dikepung narkoba. Barang-barang haram masuk ke provinsi penghasil minyak itu dari berbagai arah. Ganja biasanya berasal dari Aceh, ekstasi dan sabu-sabu dari Medan dan Pulau Jawa. Malaysia dan Singapura turut menyumbang banyak pasokan sabu-sabu lewat pelabuhan dan bandar udara. "Peredaran narkoba di Riau sudah sangat memprihatinkan," ujarnya Kamis pekan lalu.

Dari lima juta penduduk Riau, kata Bambang, seratus ribu di antaranya pecandu narkotik. Anak-anak sekolah dasar di Pekanbaru diperkirakan turut mencicipi narkoba. Ada sekitar 3.000 tersangka yang sudah ditangkap dalam kurun tiga tahun belakangan. Seorang bandar kelas teri di Riau, ujar dia, bisa beromzet Rp 5 miliar per tahun. "Bisnis narkoba lagi booming di sini," kata Bambang.

Sumber Tempo mengatakan besarnya pasar narkotik di Pekanbaru mengundang banyak pengedar. Riau termasuk kawasan yang gampang "diamankan" karena dikuasai satu macam aparat, yaitu TNI Angkatan Udara. Itu sebabnya personel TNI AU sering ditangkap dalam kasus narkoba. Pada dua pekan lalu saja ada empat personel TNI AU yang tertangkap. "Mereka (TNI Angkatan Udara) menguasai banyak jaringan narkoba di Riau," ujar sumber tadi.

Selasa dua pekan lalu, BNN menangkap Sersan Mayor Bambang Winarno dan Sersan Dua Riki Yunardi. Empat hari kemudian, Kepolisian Resor Pekanbaru tak mau kalah. Mereka menangkap Sersan Satu HR yang sedang fly di Kampung Dalam, yang selama ini dikenal sebagai perkampungan narkoba. Sumber Tempo tadi mengatakan masih banyak anggota TNI Angkatan Udara yang tertangkap kasus narkoba, tapi polisi kerap melepas mereka karena tak mau berhadapan langsung dengan tentara. "Di sana warga lebih takut kepada TNI AU ketimbang polisi," katanya.

Puspom TNI Angkatan Udara tak membantah kabar bahwa banyak prajurit di jajarannya terlibat dan tertangkap akibat kasus narkoba. "Kasus Serma BW dan RY hanya salah satu yang ada di Pekanbaru," ujar Kolonel Sentot. Ia tak mau menyebutkan secara rinci jumlah kasus narkoba yang melibatkan tentara di Riau. Sentot mengatakan saat ini panglima dan pimpinan TNI AU sudah berkomitmen memberantas narkoba di kalangan prajurit, yang kini diperkirakan semakin mengkhawatirkan. "Kami tengah berupaya agar peredaran narkoba tak meluas di kalangan prajurit," katanya.

Di Pekanbaru, Bambang dan Riki menguasai distribusi narkoba untuk sejumlah diskotek. Dalam menjalankan bisnisnya, ujar sumber Tempo, keduanya jarang bersembunyi. "Banyak yang tahu keduanya punya bisnis dan kaya dari narkoba," katanya. Harta Bambang memang tak lazim. Ia memiliki kebun sawit yang luas, restoran, dan bisnis otomotif. Isi rekeningnya pun berjum­lah miliaran. Benny Mamoto mengatakan pihaknya masih menginventarisasi harta Bambang. "Banyak sekali asetnya," ujarnya.

Penyidik sudah menyerahkan berkas pemeriksaan Bambang dan Riki beserta seluruh barang bukti kepada oditur militer. Bambang dan Riki dipenjara di tahanan Puspom TNI AU. Tak cukup menjerat keduanya dengan kasus narkoba, oditur militer berencana menelisik adanya pencucian uang. Praktek pencucian uang sangat kentara karena uang hasil penjualan narkoba digunakan Bambang untuk membeli beragam properti di Pekanbaru. "Penyidikan akan mengarah ke money laundering bila data dari BNN mendukung," kata juru bicara Markas Besar TNI Angkatan Udara, Marsekal Pertama Bambang Supriyadi.

Mustafa Silalahi, Afrilia Suryanis, Indra Wijaya, Riyan Nofitra (Pekanbaru)


Tentara Berharta Miliaran

Sebagai tentara, Sersan Mayor Bambang Winarno tidak tinggal di barak. Ia memiliki rumah di Jalan ­Ikhlas, Gang Mantri, RT 2 RW 1, Kelurahan Simpang Tiga, Bukit Raya, Pekanbaru. Rumahnya terlihat menonjol dibanding puluhan rumah lain di daerah itu. Meski catnya yang abu-abu terlihat kusam, rumah itu lebih besar daripada rumah tetangganya. Ada pagar beton yang dihiasi batu alam dan terdapat garasi di kedua sisinya.

Bambang bersama seorang istri dan tiga anaknya sudah sepuluh tahun menghuni rumah tersebut. Sebelum pindah ke sana, Bambang tinggal di Kompleks AURI Pekanbaru. Bambang dan istrinya tak sulit melebur dengan warga karena aktif di berbagai kegiatan, meski hanya dia yang tentara di daerah tersebut. Dia pun dikenal royal bila dimintai sumbangan. "Dia dan istrinya selalu datang kalau diundang acara warga," kata Chairunnas, ketua RT setempat.

Sumber Tempo mengatakan harta Bambang berserakan di mana-mana. Padahal ia hanya prajurit biasa di Pangkalan Udara Roesmin Nurjadin, Pekanbaru. Selain mempunyai rumah, Bambang memiliki banyak mobil. Salah satunya Nissan X-Trail, yang bernilai sekitar Rp 300 juta. Ia juga memiliki beberapa unit sepeda motor trail. Salah satunya digunakan anak lelakinya yang juga punya hobi ngetrail. "Ia juga doyan berburu ke hutan bersama tim Perbakin," ujar sumber tadi.

Harta bendanya itu, kata seorang tetangga Bambang yang tak mau identitasnya disebut, dibeli dari hasil kebun sawit miliknya. Usaha ini ia warisi dari mertuanya, seorang pensiunan perusahaan perkebunan milik negara. Dari ayah kandungnya, yang hanya pensiunan tentara, ia tak banyak mewarisi harta. Bambang juga memiliki restoran sate rusa Era 51, showroom motor Suzuki di Pekanbaru, serta agen perjalanan. Bisnisnya itu ia kelola bersama istrinya. "Kami tahunya mereka sudah kaya dari dulu," kata sumber tadi.

Rumah Bambang tampak sepi tatkala Tempo berkunjung ke sana pada Rabu pekan lalu. Pagar rumah terkunci. Tak ada suara yang menyahut dari dalam rumah. Garasi mobil pun terlihat kosong. Tetangga Bambang tak ada yang tahu di mana ­istri dan ketiga anaknya berada. Seorang tetangganya mengatakan rumah itu jarang ditempati sejak Badan Narkotika Nasional menangkap Bambang pada Selasa dua pekan lalu karena kasus narkoba.

Direktur Pemberantasan dan Penindakan BNN Benny­ Jozua Mamoto memperkirakan uang Bambang mencapai miliaran rupiah. Penyidik tengah mengumpulkan informasi tentang semua harta yang dimiliki Bambang. Sejumlah rekening atas namanya juga dilacak untuk mengetahui arah aliran uang. Penyidik tengah mencari kemungkinan Bambang juga terlibat pencucian uang. Ia diketahui telah memborong bermacam properti di Riau. Semua asetnya itu, kata Benny, diduga berasal dari bisnis narkoba. "Uang ini diduga ia peroleh dari memasok narkoba ke berbagai diskotek di Pekanbaru," ujar Benny.

Direktur Penyelidikan dan Pengamanan Fisik Pusat Polisi Militer TNI AU Kolonel Sentot Adhi Kurnianto mengatakan akan menyelidiki latar belakang Bambang. Pihaknya menganggap tak wajar harta yang dimiliki Bambang. Jumlahnya tak cocok dengan profil gajinya. Saat ini Polisi Militer TNI AU masih menunggu perkembangan penyidikan jaringan narkoba itu di BNN. "Kami akan memeriksa latar belakang Bambang," kata Sentot.

Mustafa Silalahi, Afrilia Suryanis, Riyan Nofitra (Pekanbaru)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus