Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ratusan narapidana tumpah ke lapangan Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta Kelas I, Medan. Mereka berasal dari berbagai blok di tiga lantai penjara. Wajah mereka tampak tegang karena kesal. Sudah seharian, Kamis sore pekan lalu itu, air di dalam penjara tak mengalir. Sekitar pukul 17.00, sebagian napi mulai meracau. "Mereka memaki-maki," kata Marwan alias Wak Genk alias Nanong, salah seorang napi, kepada Tempo. Wak Genk divonis 12 tahun penjara karena terlibat kasus terorisme di Medan.
Sekitar 2.600 narapidana yang menghuni penjara sudah sejak pagi tak tersentuh air. Mesin gardu di dekat LP meledak waktu subuh. Seketika itu pula listrik padam. Saat puasa begini, ujar Wak Genk, air menjadi kebutuhan sangat vital. "Kami perlu untuk mandi dan berwudu," katanya. Wak Genk, yang semula beristirahat di selnya karena sakit, ikut keluar setelah mendengar ribut-ribut.
Sudah bertahun-tahun LP Tanjung Gusta mengandalkan mesin pompa air, tak menggunakan air dari Perusahaan Daerah Air Minum Medan. Meski aliran listrik di Medan sering mati, biasanya cuma beberapa jam.
Di sudut lapangan terdapat musala. Wak Genk dan beberapa tahanan kasus terorisme berkumpul bersama napi lain di sana. Di antara mereka ada yang membawa ember. Beberapa napi mulai berteriak ke arah kantor sipir agar menghidupkan listrik. Permintaan ini tentu saja tak bisa dipenuhi petugas LP. "Mereka mulai marah dan memukul-mukul benda apa saja di sekitar mereka," ucap Makmur Purba, sipir yang berjaga saat itu.
Seorang sipir bermarga Nasution yang biasa dipanggil Opung menghampiri para napi. Berdiri di teras musala, ia berteriak lantang ke tengah kerumunan. "Woi, bubar. Ayo, apel, lalu balik ke sel masing-masing," katanya seperti ditirukan Wak Genk. Perintah itu tak dipatuhi ratusan napi. Mereka malah kesal mendengar teriakan Opung.
Menurut Wak Genk, selama ini Opung dikenal sering memperlakukan narapidana dengan kasar. Bicaranya nyinyir. Dia pun kerap mencibir hingga menyakiti hati narapidana.
Para napi balik memaki Opung dan menantangnya berkelahi. Melihat gelagat itu, Opung berlari ke arah kantor LP. Belasan napi mengejarnya. Opung berhasil menyelamatkan diri setelah mengunci pintu kantor yang menyatu dengan gedung utama penjara.
Amarah ratusan napi yang tersimpan sejak pagi meletup. Mereka mulai membakar barang-barang di sekitarnya, seperti kursi kayu dan plastik. Kemarahan cepat menjalar ke tahanan yang beristirahat di blok lain. Semua napi pun berkumpul di lapangan. Api kian berkobar di tengah lapangan yang sehari-hari dipakai untuk senam pagi itu. "Ada sipir yang mencoba menenangkan, tapi situasi tak terkendali lagi," ujar Makmur.
Para narapidana nekat, kata Wak Genk, karena melihat jumlah sipir yang lebih sedikit dari biasa, tak sampai sepuluh orang. Puluhan napi menerobos pintu besi dan portir. Melihat pergerakan itu, para sipir pun jiper. Mereka kabur melewati pintu portir dan membiarkannya terbuka. Petugas berhamburan keluar dari kompleks LP. Ada yang berlari, ada juga yang memakai sepeda motor mereka. "Kami mencoba menyelamatkan diri," ujar Makmur.
Di samping api yang berkobar di lapangan, muncul pula kobaran api di gedung utama penjara. Narapidana yang menembus portir dan pintu besi rupanya membakar barang-barang di dekat gedung utama. Salah satu yang dibakar adalah ruangan Seksi Registrasi di lantai dasar gedung. Kepala Seksi Registrasi Bona Hotman Situngkir dan anggota stafnya, Hendra Niko ÂNaibaho, menyelamatkan diri dengan mengurung diri di ruangan itu. Ikut bersama mereka, tiga narapidana binaan yang biasa disebut tamping. Mereka adalah Awi Batam, Johannes, dan Adi Saputra.
Menurut Makmur, para sipir sempat menggedor dan berteriak kepada Bona cs agar keluar dari ruangan. "Mereka berusaha menyelamatkan berkas narapidana, tapi terjebak di dalam," katanya. Kelima pria itu tewas terpanggang. Salah satu dari mereka sempat keluar dari ruangan, tapi meninggal saat hendak dibawa ke rumah sakit.
Para narapidana memang sengaja menyulut api di sekitar ruangan registrasi. Namun, menurut Wak Genk, mereka tak berniat membunuh sipir dan tamping. Saat ruangan terbakar, sebagian napi mencoba menyelamatkan kelima orang itu dengan menjebol pintu. Mereka pun mencoba menyelamatkan seseorang yang sempat ke luar ruangan dalam keadaan terbakar dengan mematikan api di sekujur tubuhnya. "Kami tak berniat membunuh siapa pun," ujar pria berkumis ini.
Kerusuhan kian tak terbendung. Sekitar sepuluh sipir dan petugas administrasi terjebak di dalam gedung. Para narapidana tak bisa menyentuh mereka karena terhalang berlapis-lapis pintu besi. Selama terkurung, mereka berkomunikasi dengan petugas lain dan meminta pertolongan. "Mereka kesulitan keluar karena terhalang kerusuhan," kata Hasran, juru bicara Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara.
Puluhan polisi tiba membawa mobil barracuda menjelang isya. Tapi mereka tak bisa masuk ke penjara karena dihalangi narapidana yang masih marah. Dari dalam, batu beterbangan ke halaman kompleks LP, tempat polisi bertahan dekat portal. Kondisi penjara pun kian mencekam. Gerbang utama penjara sudah terbuka. Sebanyak 240 narapidana melarikan diri setelah merusak portir utama dan menembus gerbang. Mereka yang kabur kebanyakan melarikan diri ke arah Medan Belawan.
Sembilan di antara mereka yang kabur merupakan terpidana kasus terorisme. Para teroris itu ditangkap karena merampok Bank CIMB Niaga Medan dan menyerbu Kepolisian Sektor Hamparan Perak, Deli Serdang. Wak Genk salah satu otak aksi teror itu.
Penduduk yang tinggal di sekeliling LP Tanjung Gusta sebenarnya sudah biasa mendengar kerusuhan di dalam penjara. Tapi peristiwa kali ini menjadi salah satu yang terbesar. Warga pun ketakutan. Lingkungan di sekitar penjara turut mencekam. "Ada beberapa napi yang sembunyi di depan rumah saya, tapi pergi setelah diusir warga," kata Imran Hernandi, yang rumahnya bersebelahan dengan LP Tanjung Gusta.
Menjelang malam, polisi menangkap kembali sebagian narapidana yang kabur. Hingga Jumat malam pekan lalu, sudah 61 narapidana yang ditangkap lagi. Lima di antaranya napi kasus terorisme. Ada yang ditangkap karena tersesat, ada pula yang menyerahkan diri. Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara Inspektur Jenderal Syarief Gunawan mengatakan polisi berupaya mengepung dan mengisolasi mereka malam itu juga. "Semua polres diperintahkan bergerak menyekat jalur pelarian," ujar Syarief.
Suasana mencekam di dalam penjara berlanjut hingga Jumat dinihari. Permintaan sipir agar napi menyerah lewat pengeras suara tak digubris. Api yang berkobar di tengah lapangan dan dekat gedung utama tak kunjung padam. Para napi pun membakar puluhan tabung gas di kantin penjara. Beberapa kali dentuman terdengar. "Untungnya gudang senjata sipir sudah dikosongkan," kata Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Utara Budi Sulaksana.
Kerusuhan baru mereda Jumat pagi. Tim pemadam kebakaran berhasil menjinakkan kobaran api. Sisanya, empat jenazah terbakar di kamar mandi ruang registrasi. Gedung utama LP menghitam karena gosong. Pagar besi di dalam penjara pun jebol.
Dari balik tembok, para napi berteriak meminta makanan. Mereka juga meminta pemerintah memperlonggar syarat pemotongan hukuman (remisi). "Berikan remisi secara adil," teriak para napi dari dalam penjara. Yang jadi sasaran adalah Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Lewat peraturan itu, pemerintah memperketat pemberian remisi terhadap narapidana kasus terorisme, narkotik, dan korupsi.
Para napi mulai bersedia diajak negosiasi. Tapi mereka tak mengizinkan polisi masuk ke LP. Mereka hanya memperbolehkan tentara dan wartawan masuk. Sekitar pukul 10.35, Wak Genk dan sembilan napi lain menemui Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin. Permintaan melonggarkan aturan remisi kembali diutarakan. Selain itu, mereka meminta pemerintah memperbaiki fasilitas penjara, khususnya soal pengadaan listrik dan air. "Menteri tak menyanggupi, tapi akan mempertimbangkan permintaan kami," kata Wak Genk.
Seusai negosiasi, LP Tanjung Gusta mulai tenang. Tentara masuk lebih dulu dan menguasai LP. Para narapidana diminta kembali ke sel. Belakangan polisi ikut menjaga keamanan di dalam dan di sekitar penjara. Wak Genk dan temannya memilih beristirahat di sel masing-masing. Di luar sel, belasan pekerja sibuk menambal pagar yang jebol dengan pelat seng sambil membersihkan sisa-sisa kebakaran.
Mustafa Silalahi, Soetana Monang Hasibuan, Sahat Simatupang (Medan)
Rusuh di Tanjung Gusta
Aliran listrik mati. Pompa air tak berfungsi. Air untuk mandi dan bersih-bersih pun habis. Ada pula sipir yang bersikap kurang simpatik. Semuanya bercampur, memicu amuk di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta, Deli Serdang, Sumatera Utara. Di ujung kemarahan, muncul tuntutan agar aturan remisi diperlonggar.
Ruang administrasi. Ratusan napi yang marah mengejar sipir ke ruang admiÂnistrasi dan membakar apa pun di ruang administrasi.
Penjara di Tapal Batas
1. Blok narapidana. Narapidana di lantai 3, terutama dari Blok A-F, turun ke halaman musala karena tidak mendapat pasokan air sejak pagi akibat listrik padam.
2. Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tanjung Gusta terletak di perbatasan Kota Medan dan Deli Serdang. Di kawasan ini, tak jauh dari kompleks penjara, juga ada rumah tahanan, penjara wanita, dan penjara anak.
3. Lapangan di depan musala LP. Ratusan narapidana berkumpul, sebagian membawa ember.
4. Musala. Sipir di depan musala mencoba menghalau narapidana. Karena kesal, ratusan narapidana marah kepada sipir itu.
5. Lapangan di depan musala LP. Ratusan narapidana berkumpul, sebagian membawa ember.
6. Perkantoran LP. Kebakaran meluas, tiga narapidana dan dua sipir tewas.
LP Kelas I Tanjung Gusta
Kamis, 11 Juli 2013
Jumat, 12 Juli 2013
Aryani Kristanti, Sahat Simatupang, Soetana Monang, PDAT ilustrasi: kendra paramita
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo