Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Cerita dari semarang selatan

Melalui operasi militer, gerombolan perampok di semarang, diringkus, perampokan mereka mengarah ke tendensi politik.(krim)

19 Maret 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH naik turun bukit, menerobos semak dan rawa, beberapa orang berpakaian petani tiba di rumah seorang janda cantik di Kawengan. Denan gerakan yang amat gesit, para "bapak tani" tadi tiba-tiba mengeluarkan senjata api dari balil. kain sarung, langsung dikokang, dan salah seorang dari mereka membentak: "Jangan bergerak! Rumah ini sudah terkepung!" Is, 28 tahun, pacar si janda cantik yang sedang tidur siang segera menyerah. Ia diringkus oleh para bapak tani yang ternyata anggota SSR (Satuan Setingkat Regu) dari Arhanudri 15 (Artileri Pertahanan Udara Ringan) Sabtu dua pekan lalu. Itulah sedikit cerita dari "operasi militer" di Semarang Selatan. Is, bukan sisa gerombolan DI/TII yang mengganas tahun 1950-an di Jawa Barat, melainkan sisa anggota komplotan perampok yang senang beraksi ramai-ramai di Semarang Selatan. ABRI terpaksa turun tangan karena pimpinan rampok, bernama Muid, adalah bekas anggota Marinir AL yang melakukan desersi. Ia diketahui membekal senjata api. Dalam menjalankan aksinya, yang melibatkan sampai 50 orang, Muid selalu menggunakan taktik militer. Desember 1982 lalu ia memimpin perampokan di seputar Semarang Selatan. Antara lain di Desa Meteseh, Tembalang, Srondol dan Jabungan (TEMPO, 15 Januari 1983). Nasib Is masih baik - karena mau menyerah secara baik-baik. Lain halnya Hadi alias Bagong, 24 tahun, penduduk Jabungan. Ketika &sergap petugas Koramil V Semarang, ia nekat berlari, zig-zag. Tembakan peringatan tak digubris, akhirnya "dor!", sebutir timah panas menghantam punggungnya. Ia langsung tersungkur dan menemul ajalnya di tempat itu juga. Muid sendiri tertangkap 2 Februari lalu di daerah Bandungan, Ambarawa, dengan cedera di kaki dan tangan. Ia di-"dor" karena mencoba melawan. Dari rumahnya, di Peterongan, petugas menemukan empat granat dan belasan peluru - di antaranya peluru senjata M-16 - dan beberapa barang lain. Dalam perjalanan kembali ke Semarang, Muid tiba-tiba meloncat dari kendaraan dan mencoba lari. Tapi, belum sempat lolos terlalu jauh, ia terjerembab diteriang peluru. Mati. Anak buah Muid yang juga mati ditangan tentara ialah Sofyan, 30 tahun, dan Suradi, .25 tahun. Keduanya penduduk Desa Jabungan dan memang dikenal sebagai penjahat kambuhan. Mereka dikubur awal bulan ini dan sampai pekan lalu suasana duka masih terasa di rumah mereka. "Walau bagaimanapun ia tetap anak saya. Dan saya tak tahu kalau ia ....," kata ibu kandung Suradi dengan berurai air mata. Sofyan meninggalkan seorang istri, Parminah, 21 tahun, dan tiga anak perempuan kecil yang lucu dan montok: Sriati (6 tahun), Ika Haryani (3 tahun) dan Indayani (8 bulan). "Saya memang tak tahu persis apa pekerjaan Kang Pian yang sebenarnya. Tapi ia jarang di rumah dan katanya, jadi penggali sumur di Perumnas Banyumanik," kata Parminah sendu. Sampai pekan lalu sudah 38 anggota kawanan perampok Semarang Selatan tergulung. Delapan orang tertangkap mati dan 28 tertangkap hidup. Sisa kawanan perampok kini praktis sudah tak mempunyai kekuatan apa-apa. Penduduk Semarang Selatan pun mulai tenang dan bisa tidur nyenyak. "Tapi kami belum berani mengatakan daerah ini aman benar. Siapa tahu mereka mengamuk lagi secara mendadak," kata seorang petugas Koramil. Kesiap-siagaan memang nampak sekali di Posko Kramas dan Jabungan. Pasukan Arhanudri 15 yang dikomandani Mayor Art Y.B. Wirawan juga siaga penuh 24 jam di Posko darurat di Desa Meteseh. Para petugas keamanan mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Penyergapan terhadap Is di Kawengan, misalnya, adalah berdasarkan informasi penduduk yang melihat bajingan itu tiba-tiba muncul menemui pacarnya. Menurut Kepala Penerangan Laksusda Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta, Letkol Antono Margie, tindakan Muid nampaknya bukan hanya tindak kriminal biasa. "Perampokan yang mereka lakukan mengarah ke tendensi politik," kata Antono kepada TEMPO, memberikan alasan perlunya "operasi militer" di Semarang Selatan. Aksi rampok yang melibatkan anggota sampai 50 orang, seperti terjadi di Meteseh Desember lalu, sebenarnyalah memang tak cukup membawa hasil bagi si pengacau. Dari rumah Mahfud, misalnya, mereka hanya bisa mendapat uang tunai Rp 29 ribu. Maklum, penduduk di bilangan Semarang Selatan yang sebagian besar petani, hidupnya boleh dibilang hanya pas-pasan. "Kalau ingin kaya, mengapa tidak merampok perusahaan besar saja?" Seperti dipertanyakan Hartono. Jawabnya? "Kini sedang diusut," ujar Antono lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus