LELAKI itu tak mampu menahan emosinya. Dengan mata melotot, sesekali tangannya menunjuk-nunjuk ke arah wartawan TEMPO yang mewawancarainya sambil berjalan sejak dari ruang rapat Komisi Keuangan DPR hingga ke pelataran parkir Gedung DPR Senayan, pekan lalu. "You seenaknya tulis cover both sides. Itu nggak bisa!" kata Marimutu Sinivasan dengan nada tinggi sambil memasuki mobilnya. Begitu pintu ditutup, mobil Mercedes Benz hitam itu pun segera tancap gas.
Bos PT Texmaco itu tampak kecewa. Karena itu pula, pekan lalu ia mengugat dua media nasional. Dalam gugatan lewat Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas Majalah Tempo, sang taipan merasa telah dihancurkan, dibunuh karakternya, dan dicemarkan nama baiknya secara sistematis. Dalam gugatan yang lain, ke Kompas, ia merasa harian ini telah melakukan hal yang sama. "Saya lihat ini ada konspirasi," ujarnya.
Dalam gugatan melawan Tempo, Sinivasan mendudukkan Pemimpin Perusahaan Tempo Zulkifli Lubis sebagai tergugat I. Adapun Pemimpin Redaksi Tempo Bambang Harymurti dan PT Tempo Inti Media sebagai tergugat II dan III. Sedangkan kepada Kompas, Pemimpin Umum Kompas Jakob Oetama menjadi tergugat I. Adapun tergugat II dan III adalah Pemimpin Redaksi Kompas Suryopratomo dan PT Kompas Media Nusantara.
Diwakili kantor pengacara O.C. Kaligis dan rekan, Sinivasan menyertakan kliping berita Majalah Tempo sejak Juni 2000 sampai Mei 2003. Ia mencatat ada 50 berita Tempo tentang Texmaco yang menurut dia tendensius, insinuatif, dan provokatif. Sementara itu, dalam sekitar 1.000 hari menjadi "pasien" Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Texmaco 350 kali diberitakan Kompas. "Tiga ratus tiga puluh kali di antaranya berita negatif," ujarnya.
Berita-berita yang dimuat kedua media massa itu dinilai telah menyesatkan masyarakat dan menimbulkan reaksi. Di antaranya, dunia perbankan jadi enggan memberikan kredit kepada perusahaannya. Karena itu Sinivasan meminta Tempo memulihkan nama baiknya dengan mencabut semua tulisan, meminta maaf di berbagai media cetak dan elektronik, serta membayar ganti rugi US$ 51 juta. Kepada pengadilan, ia pun memohon sita jaminan serta-merta. Dengan tuntutan yang sama, ia meminta Kompas memberikan ganti rugi US$ 151 juta atau sekitar Rp 1,2 triliun.
Pada sidang pertama pekan lalu, Ketua Majelis Hakim Silvester Djumma menawarkan perdamaian kepada Kompas dan Sinivasan. Mereka diberi waktu tujuh hari untuk mengambil keputusan. Tapi Suryopratomo mengaku mereka tidak tahu bentuk perdamaian yang ditawarkan hakim. "Perdamaian seperti apa, gugatannya saja kan tak jelas," ujarnya. Adapun sidang gugatan atas Tempo diundur karena tidak dihadiri tergugat.
Uniknya, kepada pers salah satu kuasa hukum Sinivasan, Y.B. Purwaning M. Yanuar, mengaku tidak tahu secara pasti rincian materi gugatan kliennya. "Aku nggak ingat pastinya berita yang mana," ujarnya sambil menghindari kejaran puluhan wartawan media cetak dan elektronik.
Karena itu, Ketua Dewan Pers Atmakusumah Astraatmadja menilai gugatan ini tak lazim. Sebab, gugatan itu bersandar pada materi berita yang begitu banyak dan berlangsung dalam waktu yang lama. Padahal, berita-berita itu pun bisa diklarifikasi terlebih dahulu satu per satu jika Sinivasan tidak menyukai. "Kalau ini, malah jadi seperti bahan tesis," selorohnya.
Baik Suryopratomo maupun Bambang Harymurti menegaskan bahwa berita-berita itu sudah melewati proses jurnalistik yang benar dan bertanggung jawab. "Kami semata-mata menjalankan fungsi kontrol sosial," kata Suryopratomo. Sinivasan pun pernah bertandang ke redaksi Tempo guna menjelaskan masalah perusahaannya untuk dimuat dalam berita yang berimbang. "Jadi tidak ada agenda kami untuk menghancurkan namanya secara sistematis," ujar Bambang.
Di mata kuasa hukum Kompas, Amir Syamsudin, gugatan ini bisa menjadi preseden buruk. Karena itu, ia meminta kasus ini ditangani secara hati-hati. Katanya, "Ini tidak hanya mempertaruhkan nama Kompas dan Tempo, tapi juga pers nasional."
Hanibal W.Y. Wijayanta, Sam Cahyadi, dan Tempo News Room
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini