Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bebas hambatan, bebas tuntutan?

Kecelakaan beruntun di jalan tol tangerang merenggut 1 nyawa dan 24 mobil rusak. tuntutan ganti rugi korban kepada pengelola jadi masalah. jasa marga sulit memberi ganti rugi karena belum ada landasan hukum.

22 Agustus 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JALAN tol ternyata tidak selalu bebas hambatan. Ini dibuktikan dua pekan lalu, ketika pas Hari Raya Haji terjadi tabrakan beruntun yang melibat tak kurang dari 24 kendaraan di jalan tol Jakarta-Tangerang. Kecelakaan yang mencederai 22 orang dan seorang meninggal itu terjadi gara-gara asap tebal yang tiba-tiba saja menutup pandangan para pengemudi terutama dari arah Tangerang -- sekitar 5 km dari gerbang tol Jakarta. Maka, terjadilah tabrakan terbesar yang pernah terjadi selama ini. Kini dipersoalkan, bisakah para korban kecelakaan itu menuntut ganti rugi kepada pengelola jalan pajak itu? Maklum bukan cuma badan yang babak belur -- bahkan ada yang meninggal -- mobil juga ringsek. Ibrahim Assegaf, 53 tahun, misalnya, yang mengendarai Ford Laser tahun 1986 dengan kecepatan 100 km per jam. Ikut besertanya, istri dan seorang anaknya. "Asap tampaknya tipis saja, saya terkecoh," tutur Ibrahim, sembari menggerakkan tangan kanannya yang dibalut semen. Begitu kendaraannya masuk ke kepulan asap, keadaan gelap gulita. Beberapa detik kemudian, Direktur Teknik PT Ratu Sayang itu hanya merasakan tiga kali benturan keras. Anaknya, usia 6 tahun, terjungkal ke depan. "Di kiri-kanan, mobil-mobil jungkir balik, hancur," ujar Ibrahim, mengenang kembali musibah itu. Ibrahim sekeluarga diboyong ke rumah sakit. Tangan kanannya patah, mata kirinya luka kena serpihan kaca. Farida, istrinya, kehilangan beberapa gigi. Bagi Ibrahim, sepatutnyalah pihak PTJasa Marga -- pengelola jalan tol tersebut -- bisa mengerti. "Saya nggak minta uang kaget, atau ongkos rumah sakit segala. Cukuplah untuk pengganti mobil," kata Ibrahim. Harapan senada juga diutarakan seorang ibu, sebut saja Aminah. Ibu itu terjungkir ke jalan, ketika peristiwa terjadi. Di hari nahas itu, bersama suami dan empat anaknya, ia pulang berwisata dari Merak. Kini, Aminah menunggu putusan dokter atas perkembangan keningnya yang dijahit. "Bagaimana kalau mesti operasi di Jepang? Bagi Jasa Marga, kerugian para korban itu tentu bisa dimengerti. Namun, "Buktikan dulu duduk persoalannya, dan kesalahannya," kata Haridiwirjo, Humas PT Jasa Marga. Maksud Haridiwiryo, kejadian itu memang di luar dugaan siapa pun. Lagi pula, penyebabnya adalah asap dari alang-alang yang terbakar di luar wilayah jalan tol. Apa pun dalihnya, "Jasa Marga sebagai pengelola yang bertanggung jawab," kata Soerjono Soekanto, Guru Besar Sosiologi Hukum UI. Hal itu jelas termaktum dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan. Pasal 19 undang-undang itu menyebutkan, pihak pengelola wajib mengganti kerugian akibat kesalahan dalam penyelenggaraan jalan tol. Nursyahbani Kacasungkana dari LBH Jakarta juga berpendapat, para korban bisa menuntut ganti rugi dari pihak pengelola jalan tol. Sebab, katanya, antara pengelola dan pemakai jalan terikat hubungan perdata. "Si pemakai jalan membayar tinggi, pengelola harus memberi jaminan jasa keselamatan dan kenyamanan jalan," ujar Nursyahbani. Pada dasarnya, para korban bisa saja menuntut ganti rugi. Namun, "Sulit bagi Jasa Marga memberikan ganti rugi. Karena belum ada landasan hukumnya," kata Menteri Pekerjaan Umum Suyono Sosrodarsono, kepada wartawan. Maksud Menteri, belum ada undang-undang tentang jalan yang mengatur upaya santunan ganti rugi. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 belum punya peraturan pelaksanaan. Dari pihak korban, memang belum ada tanda memperkarakan ganti rugi itu ke pengadilan. Sementara itu, kemungkinan pihak Pemerintah -- setelah Menteri bertemu Presiden Soeharto, Rabu pekan lalu akan memberi sekadar santunan kemanusiaan berupa biaya pengobatan. Sementara itu, kasus asap itu tampaknya menjadi pelajaran juga bagi Jasa Marga. Kini, misalnya di tol Jakarta-Bekasi ada papan peringatan: Banyak Asap di Musim Kemarau.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus