Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Ramai-ramai kehilangan toko

Ratusan pedagang di pertokoan jaya molek jak-pus protes. toko-toko mereka akan diremajakan oleh pt sami karya tama tanpa sepengetahuannya. malah sertifikat toko-toko tersebut sudah di tangan bank.

22 Agustus 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SERTIFIKAT bangunan pribadi yang dijual kembali kepada orang lain tanpa diketahui pemiliknya agaknya termasuk kasus yang sering terjadi. Tapi sertifikat induk milik sejumlah orang yang dilego tanpa pemiliknya tahu mungkin kasus yang jarang. Ini terjadi pada Pertokoan Krekot Jaya (Blok B1, Blok 4, dan Blok C1), salah satu pusat perdagangan onderdil mobil di Jakarta Pusat. Sampai pekan lalu, keadaan di sekitar bangunan itu masih centang-perenang. Tumpukan batu kali masih berserakan di sekitar pertokoan. Sebagian pagar seng yang mengelilingi tanah seluas 9.041 m2 itu roboh. Awal bulan lalu, di tempat itu memang hampir saja terjadi bentrok fisik antara para pedagang, pemilik HGB (Hak Guna Bangunan) atas pertokoan tadi, dan pihak PT Sami Karya Tama (SKT), pemegang SIPPT (Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah), yang ditunjuk Gubernur untuk meremajakan pertokoan tersebut. Ketika itu, ratusan pedagang yang lebih dari dua puluh tahun berusaha di sana marah, gara-gara pertokoan tersebut akan diremajakan PT SKT tanpa mereka ketahui. Padahal, selama ini, sebagai pemilik HGB, mereka merasa pertokoan itu hak milik mereka. Pada masa Gubernur dr. Sumarno, 1964 sekitar 440 pedagang onderdil berbondong membeli tanah dan bangunan di Krekot Jaya itu. Sebab, ketika itu, mereka mendengar isu bahwa perdagangan onderdil di wilayah Asam Reges, Jakarta Pusat, akan digusur. Maka, mereka membeli tanah berikut bangunan dari PTJaya Molek, developer yang ditunjuk DKI untuk membangun daerah itu, dan memiliki sertifikat HGB selama 30 tahun. Maka, ratusan akta jual-beli antara pedagang dan PT Jaya Moek ditandatangani. Dicky Surjana, misalnya, yang membeli dua ruangan di lantai bawah, seluas 2,80 x 3,50 m, seharga Rp 500 ribu, tahun 1972. Tapi, karena sertifikat induk yang dipegang oleh PT Jaya Molek belum dapat dipecah-pecah, pedagang tidak memegang sendiri sertifikat tersebut. "Para pedagang di Blok B1 dan Blok B4 menitipkan sertifikat induk pada PT Jaya Molek sebagai penjual," kata Atmajaya Salim, dari kantor pengacara Amir Syamsuddin, pengacara para pedagang tersebut. Ternyata, untuk menunjang permodalannya, pihak Jaya Molek diam-diam menjamihkan sertifikat induk tersebut ke Bank Bumi Daya Cabang Tanjungpriok. Para pedagang di sana kaget ketika, 1985, mendengar pihak bank akan melelang tanah mereka, pada saat Jaya Molek bangkrut. "Tentu saja, kami terkejut mendengar tanah dan bangunan milik kami akan dilelang," kata Karno, salah satu pedagang yang sudah membuka kios selama 20 tahun. Mereka mendatangi Jaya Molek. Tapi jawaban Jaya Molek, ketika itu, "Sertifikat telah kami tebus kembali dari bank." Setelah itu, para pedagang bisa tenang kembali. Tapi tiba-tiba, awal Juli lalu, sekitar pukul 04.00 pagi, beberapa truk pengangkut bahan bangunan datang ke pertokoan itu. "Mereka membongkar batu-batu kali di depan kios-kios kami," ujar Karno. Hampir saja kejadian itu menimbulkan insiden antara para pedagang dan pekerja yang disuruh membongkar bahan bangunan di tempat itu, kalau tidak keburu dicegah pihak keamanan. Tanpa diketahui para pedagang itu, rupanya pihak bank telah melego sertifikat induk pertokoan itu kepada PT SKT. Anehnya, perusahaan yang disebut terakhir itu, juga tanpa pemberitahuan kepada penghuni, sudah pula mengantungi surat penunjukan untuk meremajakan pertokoan itu dari Gubernur. Pihak Wali Kota Jakarta Pusat rupanya mempunyai pertimbangan lain, sehingga merencanakan peremajaan pertokoan itu. "Bangunan di Krekot itu sudah tidak pantas berada di Ibu Kota. Kotor, banyak sampah, dan yang dipergunakan hanya 10% dari luas bangunan," kata Maurits Napitupulu, Kabag Pembangunan Wali Kota Jakarta Pusat. Jelasnya, ia melihat ada lahan yang menganggur. Di samping itu, katanya, karena pertokoan itu tidak dipergunakan, "banyak pajak yang semestinya dibayar tidak masuk ke kas Pemda." Bersamaan dengan rencana pemerintah kota itu, ada pihak developer, PT SKT, yang memperlihatkan bukti yuridis berupa sertifikat atas nama SKT. "Dia memperoleh sertifikat itu dari bank, memang sudah milik bank, karena Jaya Molek tidak bisa membayar utangnya. Soal Jaya Molek yang sudah menjual pada pihak lain itu di luar urusan SKT," katanya lebih lanjut. Berdasarkan sertifikat itu, SKT berhasil mendapat surat penunjukan untuk meremajakan pertokoan tersebut dari Gubernur. Memang, pada surat penunjukan itu, gubernur mensyaratkan agar SKT bermusyawarah dengan penghuni yang masih tinggal. "Tidak harus semuanya, asal sebagian besar sudah, bisa jalan," tutur Maurits. Di sinilah soalnya. Ternyata, sebagian besar pedagang tidak menginginkan bangunan tersebut diambil alih pihak lain. "Itu hak kami. Kami 'kan sudah membelinya," kata Karno. Pernah ia mencoba menghubungi Jaya Molek "Tapi direkturnya sudah ke luar negeri," ujarnya lebih lanjut. Padahal, katanya para pedagang itu siap meremajakan dengan biaya mereka sendiri. "Itu 'kan tanah kami. Terserah, mau kami apakan," kata pedagang yang lain. Persoalan siapa yang berhak atas pertokon itu memang sampai pekan lalu belum jelas. Seorang pengurus pertokoan itu, Ken Suryadi mengatakan, pekan lalu ia sudah mengaadakan pertemuan dengan Pemda DKI "Buat sementara, kami sepakat, pertokoan itu dalam keadaan status quo, sambil menunggu penyelesaian lebih lanjut," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus