Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tim kuasa hukum tiga terdakwa perkara perampokan Pulomas mengajukan akta banding kepada panitera Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Senin, 23 Oktober 2017, atas putusan hukuman mati terhadap dua terdakwa dan penjara seumur hidup untuk satu terdakwa lain pada 17 Oktober 2017.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tadi siang, permohonan banding resmi saya ajukan," kata pengacara terdakwa, B.M.S. Situmorang, saat dihubungi Tempo, Senin, 23 Oktober 2017.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Situmorang menjelaskan, tim kuasa hukum optimistis bahwa putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur akan dibatalkan majelis hakim Pengadilan Tinggi Jakarta. Menurut dia, hakim Pengadilan Tinggi akan memeriksa berkas dan menerapkan hukum berdasarkan peristiwa yang didakwakan serta terbebas dari tekanan psikologis persidangan terbuka.
"Kami sangat berharap majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta akan menilainya secara murni berdasarkan hukum," ucapnya.
Majelis hakim telah menyatakan ketiga terdakwa terbukti melakukan pembunuhan berencana. Hakim ketua Gede Ariwan mengadili Ridwan Sitorus alias Ius Pane, 46 tahun, dan Erwin Situmorang, 34 tahun, dengan menjatuhkan hukuman mati. Sedangkan Alfin Bernius Sinaga, 31 tahun, mendapat hukuman penjara seumur hidup.
Perampokan di rumah Dodi Triono di Jalan Pulomas Utara, Nomor 7A, Jakarta Timur, terjadi pada Senin, 26 Desember 2016. Para pelaku perampokan mengurung sebelas korbannya di kamar mandi berukuran 1,5 x 1,5 meter selama sekitar 17 jam. Enam di antaranya akhirnya tewas karena kekurangan oksigen, sementara lima lain berhasil selamat.
Enam korban meninggal adalah Dodi Triono (pemilik rumah), Diona Andra Putri (anak Dodi), Dianita Gemma Dzalfayla (anak Dodi), Amalia Calista (teman Gemma), dan dua sopir pribadi Dodi: Yanto dan Tasro. Sedangkan lima korban selamat adalah Zanette Kalila Azaria (anak Dodi) serta empat asisten rumah tangga: Emi, Fitriani, Santi, dan Windy.
Tim kuasa hukum ketiga terdakwa menilai putusan hakim pada 17 Oktober 2017 tidak tepat. Secara umum, poin keberatan mereka adalah hakim menjatuhkan vonis berdasarkan pada banyaknya jumlah korban meninggal, bukan fakta-fakta hukum persidangan. Hal itu, menurut kuasa hukum terdakwa, merupakan kekejaman luar biasa. Hakim juga dianggap hanya menuruti tuntutan jaksa penuntut umum untuk memuaskan publik.
Menurut kuasa hukum, faktanya ketiga terdakwa memasukkan sebelas korban ke dalam kamar mandi hanya supaya bisa leluasa mencuri dan melarikan diri, tanpa niat membunuh. Fakta lain yang perlu diperhatikan adalah korban meninggal bukan karena senjata yang dibawa terdakwa, seperti pistol, airsoft gun, golok, atau celurit, tapi lantaran kehabisan oksigen. Untuk diketahui, exhaust fan di kamar mandi itu dirusak salah satu korban, Yanto, saat bermaksud mencari jalan keluar.
"Jika asumsi hukum pidana diberikan karena banyaknya jumlah korban, celakalah proses hukum di Indonesia," kata salah satu kuasa hukum terdakwa perkara perampokan Pulomas, Amudi Sidabutar, di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Selasa, 17 Oktober 2017.