Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Bertransaksi di Tengah Keriangan

Seiring dengan membajirnya lagi turis di Bali, peredaran narkoba di sana kian meningkat. Diduga mafia internasional terlibat.

16 Mei 2005 | 00.00 WIB

Bertransaksi di Tengah Keriangan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

PULUHAN pasang manusia dari berbagai ras berjingkrak-jingkrak mengikuti rentak musik. Keringat yang mengucur deras bukanlah pertanda lelah. Keriangan di tengah kerlap-kerlip lampu membuat malam terasa menyenangkan di Paddy's Pub, Legian, Kuta. Orang sudah tidak ingat lagi kalau tempat hiburan ini, sekitar tiga tahun lalu, telah diledakkan oleh bom yang merenggut 202 nyawa. Apalagi, lokasinya kini sudah sedikit digeser, kira-kira sepelemparan baru dari tempat pertama yang sudah hancur lebur.

Dari pengamatan Tempo pekan lalu, keriangan seperti juga gampang ditemui di tempat hiburan lain di Kuta, Bali. Setelah diguncang bom pada 12 Oktober 2002, jumlah turis sempat anjlok. Kini Bali benar-benar sudah normal. Tahun lalu saja, wisatawan yang masuk sudah mencapai 1,4 juta, naik sekitar 15 persen dibanding angka sebelum pengeboman.

Bersamaan dengan membanjirnya turis, meningkat pula peredaran narkotik dan obat-obat berbahaya (narkoba) di Bali. Transaksi antara makelar barang haram ini sering terjadi tengah ingar-bingar musik di diskotek. Hal ini disadari benar oleh Kepala Kepolisian Daerah Bali, Inspektur Jenderal Polisi Made Mangku Pastika. "Terkadang juga di kafe, bar, restoran, bahkan di hotel-hotel," katanya.

Ditemani oleh seorang bekas pengedar narkoba, beberapa waktu lalu Tempo berusaha membuktikan ucapan Pastika. Memang benar, perdagangan obat-obat terlarang di Bali terjadi di tempat-tempat hiburan. Bahkan, purel—sebutan untuk perempuan yang bertugas sebagai pelayan di tempat hiburan—juga ada yang menjadi perantara.

Peredaran narkoba di Kuta lazim menggunakan sistem rayon. Seorang pengedar memelihara beberapa anak buah sebagai pengecer pada masing-masing rayon. "Si pengedar posisinya sekelas di atas pengecer," kata si bekas pengedar narkoba.

Menurut dia, narkoba yang diperdagangkan di Bali berasal dari berbagai tempat, termasuk dari Jakarta. Yang paling banyak justru dibawa oleh orang asing yang masuk ke Bali dengan topeng turis. Buktinya, menurut data Polda Bali, sejak 2001 sampai 2003, ada 26 kasus narkoba yang melibatkan puluhan warga asing di Bali.

Mereka berasal dari berbagai negara. Sepuluh orang yang pernah ditangkap berasal dari Australia. Sembilan orang dari Prancis juga pernah dibekuk. Pelaku lain berasal dari Meksiko, Singapura, Jepang, Austria, Inggris, Malaysia, Skotlandia, Amerika Serikat, Swedia, Jerman, Brasil, Belanda, Spanyol, Italia, Korea Selatan, Argentina, Peru, dan Taiwan.

Maka, pantaslah jika Pastika mengatakan, Bali bukan lagi sekadar tempat transit di peta jaringan internasional perdagangan narkoba. "Bali sudah menjadi pasar potensial," katanya. Hanya saja, pemain yang beredar di Bali masih setingkat pengedar serta satu tingkat di atasnya, semacam bos kecil. Ambil contoh sejumlah warga Australia yang ditangkap pada April lalu. Mereka ini diduga terkait dengan mafia narkoba dari Australia.

Bukan hanya orang asing, peredaran narkoba juga melibatkan pemain lokal. Polisi kini sedang mengejar Indaryanto, seorang pengusaha di Bali yang diduga terlibat dalam jaringan internasional peredaran ekstasi. Polisi menuduh Indaryanto menjalin hubungan dengan bandit narkoba di Belanda dan Singapura.

Badan Narkotika Nasional (BNN) pun sudah memetakan jaringan internasional peredaran narkoba di Indonesia. Kepala Pelaksana Harian BNN Komisaris Jenderal Sutanto yakin, peredaran narkotik di Indonesia terkait dengan mafia internasional.

Di kawasan Asia, misalnya, dikenal adanya jaringan Yakuza yang bermarkas di Jepang. Ada juga Triad yang mangkal di Hong Kong dan Big Circle Boys dari daratan Cina. Menurut buku Mafia Global yang ditulis Antonio Nicaso (ahli kejahatan terorganisasi internasional dari Amerika), tiga kelompok inilah yang mengendalikan obat bius di Asia dan Amerika.

Nah, di Bali diduga bandit dari Eropa dan benua Amerika juga ikut bermain. Menurut sumber di kepolisian, mafia Camorra dari Napoli, Italia, termasuk yang menancapkan kukunya di Pulau Dewata. Begitu pula geng Ndrangheta yang juga berasal dari Italia. Bahkan Ndrangheta diperkirakan juga menggarap penyulingan mariyuana besar-besaran di Australia.

Cammora dan Ndrangheta juga menjalin hubungan dengan La Cosa Nostra di Amerika. La Cosa Nostra adalah geng legendaris, di sinilah penjahat sekelas Al Capone bernaung pada 1920-an. Pada 1992, kelompok ini sempat ditumpas oleh polisi antinarkotik Amerika Serikat, tapi sampai sekarang jaringannya belum punah.

Itu sebabnya, membersihkan Bali dari narkoba bukanlah perbuatan mudah, kendati terus diupayakan oleh polisi. "Ini kejahatan terorganisasi. Kita berhadapan dengan mafia yang punya uang dan senjata serta tanpa hati nurani," kata Sutanto.

Nurlis E. Meuko, dan Jalil Hakim (Denpasar)


Sumber dan Jalur Narkotik

Narkotik seperti heroin, morfin, dan kokain yang masuk ke Indonesia umumnya berasal dari negara-negara di daerah Bulan Sabit Emas, yakni Iran, Pakistan, dan Afganistan. Tak sedikit pula yang datang dari kawasan Segi Tiga Emas, yakni Birma, Thailand, dan Laos. Adapun ganja, selain dari luar negeri, juga berasal dari dalam negeri, yaitu Aceh.

Lain lagi sabu-sabu. Barang haram ini diperkirakan masuk dari Hong Kong. Sedangkan ekstasi, yang semula berasal dari Belanda, kini sudah diproduksi di sekitar Jakarta. Dari Ibu Kota, ekstasi diedarkan secara gelap ke seluruh wilayah Indonesia, termasuk Bali, dan ke negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.

Boleh dibilang Bali merupakan tempat transit bagi para pengedar narkotik dari berbagai negara. Di sini juga terjadi transaksi barang terlarang ini untuk diteruskan lagi ke negara lain, termasuk Australia.

Nurlis E. Meuko (dari berbagai sumber)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus