Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Corby dan Dua Butir Peluru

16 Mei 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH tujuh bulan Schapelle Leigh Corby berada dalam penjara Krobokan, Denpasar. Tempat menginap gratis ini tak pernah terlintas dalam benaknya. Warga Australia ini mengaku berangkat ke Bali untuk berlibur sembari menjenguk kakaknya, Mercedes Corby, yang kini bermukim di Pulau Dewata. "Saya tak bermaksud membuat masalah di Bali," katanya.

Perempuan 27 tahun itu terbang dari Brisbane, Australia, menuju Denpasar bersama dua rekannya, James Kissina dan Ellie Mc'Comb, menumpang pesawat Australia Airlines AQ 7829, pada 8 Oktober tahun lalu. Di Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, dia terhadang masalah. Di dalam tas papan selancarnya ditemukan 4,2 kilogram mariyuana. Tak sempat bermain ombak di pantai Kuta, wanita berambut cokelat ini langsung ditahan.

Kini Corby diadili di Pengadilan Negeri Denpasar. Jaksa Wayan Harmaini berkeyakinan wanita ini bersalah dengan tuntutan hukuman seumur hidup. Namun, ia tetap mengaku tidak memiliki barang haram itu. Menurut dia, seseorang telah menyusupkan mariyuana ke dalam tasnya. Dia ingat telah lengah tak mengunci tas saat berangkat. Corby meminta aparat memeriksa sidik jari di plastik pembungkus ganja. "Saya sudah membayar kesalahan saya itu (tak mengunci tas) selama tujuh bulan penjara, saya rasa sudah cukup."

Corby juga berkilah, buat apa dia menyelundupkan ganja dari Australia ke Bali, sebab dari hitungan bisnis justru rugi. Harga ganja di Bali Rp 1-3 juta per kilogram, sedangkan di Australia lebih tinggi lima kali lipat.

Perkara Corby mendapat simpati media massa Australia. Rakyat Negeri Kanguru tergugah. Mereka menganggap tersangka sebagai korban mafia. Bahkan ada yang marah pada pemerintah Indonesia. Selembar surat melayang ke kantor Konsulat Jenderal RI di Perth, Australia, Kamis 14 April. Isinya ancaman: "Kalau Schapelle Corby tidak dibebaskan, kalian akan mendapat dua peluru." Di dalam amplop surat itu memang disertakan dua butir peluru.

Menurut juru bicara Departemen Luar Negeri, Marty M. Natalegawa, surat itu tidak mewakili perhatian masyarakat Australia atas kasus Corby.

Sementara itu, desakan dari pemerintah Australia kian kuat. Jaksa penuntut umum Australia, Philip Ruddock, mengatakan akan bernegosiasi dengan Indonesia untuk membahas perjanjian pertukaran tahanan. Bahkan yang dibicarakan bukan hanya Corby , tapi juga 10 warga Australia yang ditahan di Bali karena tersangkut perkara narkotik. "Jika orang ditahan atas tuduhan suatu kejahatan di negara lain, mereka akan lebih menderita lagi karena berada jauh dari keluarga," kata Ruddock.

Nurlis E. Meuko, Jalil Hakim (Bali), dan Dewi Anggraeni (Australia)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus