Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rumah di Jalan Timor Raya 19, Kupang, Nusa Tenggara Timur, itu dikelilingi tembok dan pagar besi setinggi dua meter. Dari luar tak terlihat sesuatu yang mencurigakan. Toh, belasan sosok berseragam cokelat tetap merangsek masuk ke rumah, Jumat tengah malam dua pekan lalu.
”Angkat tangan!” kata Ajun Inspektur Satu Gamal Djamaludin, yang memimpin tim dari kepolisian Kota Kupang. Lima orang pria setengah baya yang sedang duduk mengelilingi meja di dalam rumah itu terhenyak kaget. Kartu remi dan sejumlah uang tampak bergeletakan di atas meja. Asap rokok menyelimuti ruangan.
Salah seorang pria itu sempat menggertak balik. ”Kamu tak tahu siapa pemilik rumah ini, pejabat pemda sini!” Tapi polisi tak ciut nyali. Lewat pukul satu dini hari, kelima penjudi digiring ke kantor polisi Kupang. Mereka tak bisa mengelak karena polisi telah mengintai rumah itu sejak sore hari. Apalagi di sana diperoleh barang bukti sepuluh pak kartu dan uang sekitar Rp 12 juta.
Bukan sembarang penjudi, kelimanya termasuk orang terpandang di Kupang. Tiga orang masih menjadi pejabat aktif di lingkungan pemerintah daerah dan perusahaan pelat merah setempat. Januarius M. Sitepu, misalnya, adalah Asisten III Sekretaris Daerah Nusa Tenggara Timur. Djulhan Sinambela merupakan pejabat teras di Perusahaan Listrik Negara Kupang. Sedangkan Oloan Hutagalung tergolong petinggi di PT Jamsostek Kupang.
Dua orang lainnya adalah bekas pejabat. Kolonel (Purnawirawan) S. Tarigan merupakan mantan anggota Fraksi TNI/Polri di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Adapun Kolonel (Purnawirawan) Julilis Silaen pernah menjadi pejabat teras di lingkungan birokrasi Nusa Tenggara Timur.
Malam itu juga, di tengah pemeriksaan polisi, beberapa pejabat pemerintah setempat mendatangi kantor polisi Kupang. Setelah menjenguk Januarius Sitepu, mereka menemui Kepala Polisi Kupang Ajun Komisaris Besar Agus Nugroho. Tak lama berselang, Kepala Polisi Nusa Tenggara Timur Brigadir Jenderal Edward Aritonang pun memerlukan datang.
Sitepu memberi keterangan yang tak berbelit-belit kepada pemeriksa. Ia mengaku sekadar mencari hiburan dan jarang bermain judi. ”Saya hanya sesekali main, kalau ada waktu kosong,” katanya.
Dia mengaku pula, dari jumlah uang yang disita, Rp 1,5 juta merupakan kepunyaannya. Sedangkan uang milik Tarigan Rp 1,8 juta, Silaen Rp 5 juta, Sinambela Rp 3,6 juta, dan Hutagalung Rp 110 ribu. Usai menjalani pemeriksaan, sekitar pukul empat subuh, Sitepu dan empat temannya meninggalkan kantor polisi. Sumber Tempo di kantor polisi Kupang menyebut mereka hanya terkena wajib lapor.
Esoknya, ketika Tempo mengecek nomor register perkara pada buku piket polisi, ternyata kasus perjudian itu tak dicatat. ”Sengaja tak ditulis, supaya wartawan tak tahu,” kata sumber yang tak mau disebut namanya itu.
Kepala Polisi Kupang, Agus Nugroho, punya penjelasan tentang perlakuan lunak terhadap para tersangka judi itu. ”Mereka memang berjudi, tapi Pasal 303 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tak memungkinkan mereka ditahan,” katanya. Soalnya, permainan judi itu tak ada bandarnya. Dan kendati taruhannya besar, mereka hanya melakukannya sesekali.
Sekitar pukul 09.00, Sitepu terlihat datang kembali ke kantor polisi. Mengenakan safari warna cokelat, ia menutup mukanya dengan tangan ketika wartawan foto berusaha memotret. Sambil terus menghindari wartawan, ia segera masuk ke ruangan salah satu penyidik.
Setelah keluar dari ruang penyidik, barulah Sitepu mau berbicara kepada wartawan. ”Saya ngaku salah. Main kartu itu sekadar hiburan,” ujarnya. Ia mengaku pula pagi itu telah menemui Gubernur Piet A. Tallo untuk menjelaskan peristiwa yang dialaminya. ”Saya siap dicopot jika Gubernur memberikan sanksi itu,” katanya. Namun, menurut dia, Gubernur hanya mengingatkan supaya tak mengulangi perbuatan itu lagi.
Sebaliknya, Gubernur Piet A. Tallo menyatakan tindakan pejabat bermain judi itu sangat memalukan. Dia telah menyerahkan kasus ini kepada Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan untuk dipelajari. ”Paling lambat bulan Maret sudah ada pergantian di jajaran pejabat eselon II,” ujarnya. Pak Gubernur juga ingin tahu apa motif anak buahnya bermain judi. ”Apa betul sekadar mencari hiburan?” katanya.
Dua petinggi perusahaan pelat merah daerah pun kini sedang menunggu nasib. Kepala PT Jamsostek Kupang, Andrey Tuamelly, dan Manajer Perusahaan Listrik Negara Nusa Tenggara Timur, Manerep Pasaribu, telah melaporkan kasus itu ke kantor pusat di Jakarta. ”Biarlah pusat yang memutuskan,” kata Andrey.
Eni Saeni, Jems De Fortuna (Kupang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo