Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Bila sang rekan tak ditegur

Ismail malela, 24, dan i gde upadana, 24, rekan sepondokan di yogyakarta berkelahi hingga upadana tewas tertusuk mandau. gara-gara saling tidak bertegur sapa. malela, mahasiswa atn, kini diadili.

18 Juli 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH enam bulan Ismail Malela, 24 tahun, dan I Gde Upadana Putra, 24 tahun, tak bertegur sapa. Entah apa sebabnya. "Kenapa kamu tak menegur saya?" tanya Malela pada rekan sepondokannya itu. "Soal tak menegur itu 'kan hak saya," awab Upadana. Mendengar jawaban ketus itu, darah Malela mendidih. Perang mulut segera berkecamuk di pondokan Kampung Sanggrahan, Yogyakarta, itu April lalu. Disusul adu jotos. Merasa tubuhnya lebih kecil, Malela lari ke kamar mengambil badik. Untung, senjata tajam itu dapat direbut rekan pondokan yang lain. Malela, mahasiswa Akademi Teknologi Nasional itu, kembali ke kamar mengambil mandau, karena Upadana menyerangnya dengan besi penggantung gorden. Mereka perang tanding, membabi buta. Tak seorang dari 10 penghuni pondokan berani melerai. "Perkelahian berhenti setelah Upadana berteriak, karena dada kirinya tertusuk mandau," kata Jaksa Sagiman W.R., dalam dakwaannya, 6 Juli lalu, di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Dan pekan ini perkaranya masih disidangkan. Upadana tersandar di dinding rumah dekat sumur. Sebilah mandau tertancap di dada kirinya. Darah mengucur, setelah mandau itu dicabutnya sendiri. Malela berdiri terhenyak di depannya sambil memegang tangkal yang terlepas dari mandaunya. Setelah penikaman itu, Malela meninggalkan rumah pondokan tersebut. Tapi siangnya, ia menyerahkan diri pada polisi. Mendengar teriakan itu, rekan-rekannya bersama Darmanto Widagdo, 49 tahun, pemilik rumah pondokan, menghambur keluar. Upadana dilarikan ke Rumah Sakit Bethesda. "Mati aku, mati aku", teriaknya di perjalanan. Setelah dirawat seminggu, mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional Veteran itu meninggal. Anehnya, Ismail Malela sendiri tak tahu kenapa ia tidak ditegur oleh Upadana selama enam bulan. "Sebenarnya, saya ingin berdamai dengan jalan menegur lebih dulu.' katanya. Ia juga ingin tahu kenapa tidak disapa. "Apakah barangkali saya telah berbuat salah, atau apa? Tapi saya tidak tahu," ujarnya. Dan Upadana yang sudah almarhum tentu saja tidak bisa ditanya lagi. Laporan Biro Yogyakata

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus