SEORANG dokter, di kawasan Jakarta Selatan, terkejut karena rekening telepon mobilnya melonjak tak tanggung-tanggung hampir 35 kali lipat dari tagihan bulan-bulan sebelumnya. Satu bulan ia bisa ditagih Rp 1,7 juta. Tak hanya sekali, tapi pada bulan-bulan berikutnya jumlah tagihan semakin membengkak kendati ia telah mencoba mengawasi pemakaian teleponnya. Tak ada jalan lain, si dokter terpaksa mengadu ke kantor telepon. Ternyata, dalam daftar pulsa, ia tercatat pada bulan-bulan itu telah berbicara dengan banyak orang di berbagai kota. Sang dokter tentu saja tambah bingung. Sebab, nomor-nomor telepon di kota yang disebut itu ia tak kenal sama sekali. Untuk membuktikan keluhan dokter itu, PT Inti (Industri Telekomunikasi Indonesia), yang mengelola telepon mobil itu terpaksa menyegel telepon itu selama sebulan. Anehnya, kendati telepon disegel, toh tagihan pulsa untuk sang dokter membengkak terus. Ternyata, telepon mobil PT Inti yang dulu pernah diumumkan tak mungkin dicuri pulsanya, berkat kepintaran pencuri kini sudah diketahui rahasianya. Sebab itu, Mabes Polri bekerja sama dengan Perumtel dan PT Inti diam-diam terpaksa mengusut "keajaiban" tersebut. Hasilnya, "permainan" pulsa itu baru-baru ini dapat dibongkar ketiga instansi tersebut. Tak kurang dari dua tersangka pelaku kejahatan itu kini mendekam di tahanan. Seorang pedagang elektronik yang mengutak-atik telepon itu dan pembelinya juga pengusaha. "Kami berhasil menemukan bukti-bukti bahwa benar telah terjadi pencurian pulsa telepon oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab," ujar Kasubdis Penerangan Umum Polri, Kolonel Wresniwiro. Modus operandi kejahatan itu, menurut polisi, cukup unik. Seorang di antara komplotan itu bertugas mencuri telepon mobil atau telepon rumah yang masih berfungsi. Pesawat yang dicuri ini kemudian diubah-ubah oleh seorang teknisi sehingga menghasilkan nomor telepon baru. Bisa jadi nomor telepon rumah seseorang atau bisa juga nomor telepon mobil orang lain yang sama sekali tidak tahu-menahu. "Caranya dengan mengubah satu peralatan, ICS-501 dalam telepon itu," kata sumber TEMPO. Setelah telepon curian berganti nomor, tinggal diperdagangkan dengan menambah booster, power supply, antena mobil atau antena statis untuk pemasangan telepon di rumah. "Pesawat dengan nomor baru ini bisa laku antara Rp 4 dan 6 juta," kata salah seorang reserse yang menangani masalah ini di Mabes Polri. Menurut pengakuan salah seorang tersangka, pembeli biasanya adalah orang swasta, yang sebenarnya berkecukupan dan sudah punya telepon sendiri di rumah atau di mobilnya. "Tapi karena sering harus berhubungan ke luar kota, ia tidak mau rugi," kata sumber itu. Dengan memakai telepon gelap tadi, si pelaku bisa gratis karena "menumpang" pada pulsa telepon orang lain. Tak hanya gratis, si pelaku biasanya suka berfoya-foya dengan menumpang pulsa orang lain itu. Bahkan, dengan gagahnya si penelepon bisa mengatakan kepada lawan bicaranya agar tak terburu-buru mematikan telepon karena teleponnya tidak bayar. "Dari rekaman pembicaraan yang didapat, si penelepon bisa interlokal ke luar negeri sampai setengah jam," kata sumber itu. Polisi berhasil membongkar kasus itu dengan cara mengusut nomor-nomor telepon yang dihubungi si penelepon gelap. Dari orang-orang di kota lain itu polisi dapat mengetahui nama dan alamat si pelaku. Bagaimana jelasnya "bisnis" baru itu, tak lama lagi bisa didengar di persidangan. Sebab, pihak Mabes Polri telah menyiapkan pasal pencurian (pasal 362 KUHP) untuk kasus itu. Tampaknya, yurisprudensi pencurian listrik, yang dianggap benda imaterial, akan dimanfaatkan untuk pencurian pulsa tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini