Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bongkar Dulu, Tersangka Kemudian

14 Juni 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

EMPAT penyidik itu pulang membawa angin. Kamis pekan lalu, mereka gagal mengorek keterangan mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Susno Duadji, di tahanan Markas Brigade Mobil Kelapa Dua, Depok. Muncul berbaju batik, Susno langsung menolak ketika tahu dirinya akan diperiksa. ”Pak Susno masih terikat perjanjian dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban,” kata Henry Yosodiningrat, pengacara Susno. Bekas Kepala Polda Jawa Barat ini rencananya akan diperiksa sebagai tersangka kasus korupsi dana pengamanan pemilihan kepala daerah Jawa Barat pada 2008.

Kasus korupsi dana pengamanan pilkada Jawa Barat itu adalah peluru kedua yang dibidikkan ke arah Susno. Sebelumnya, tim penyidik independen sudah menjeratnya dengan tuduhan menerima suap dari Haposan Hutagalung. Uang itu diserahkan ke Susno lewat Sjahril Djohan untuk memuluskan penyidikan kasus Salmah Arowana. Selain Susno, Haposan dan Sjahril sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini.

Saat diperiksa tim penyidik independen, Haposan membeberkan borok Susno dalam perkara Salmah. Ia mengaku menyetorkan uang Rp 500 juta kepada Susno sekitar 2009. Uang itu digelontorkan setelah ada perintah Susno kepada penyidik untuk menahan Anuar Salmah, tersangka kasus Salmah Arowana. Haposan sendiri kuasa hukum Ho Kian Huat, rekan bisnis Anuar di Salwah Arowana, yang melaporkan kasus ini ke polisi.

Uang itu tidak langsung meluncur ke kantong Susno. Sjahril Djohan-lah yang mengantarnya. Haposan mengaku tidak mengetahui tempat dan waktu penyerahan uang itu. Namun, kata dia, setelah memberikan uang ke Sjahril, keesokan harinya datang pesan pendek ke telepon selulernya. Pengirimnya Sjahril. Isinya, ”Penyidik, segera tangkap, tahan, dan sita.” Kepada Haposan, demikian keterangan Haposan kepada penyidik, Sjahril menyebut SMS itu dari Susno.

Dokumen pemeriksaan Sjahril Johan, yang beredar ke sejumlah tangan, mengungkapkan bagaimana penyerahan duit titipan Haposan tersebut. Menurut Sjahril, duit itu ia antarkan sendiri ke rumah Susno—yang saat itu tinggal di Jalan Fatmawati, Jakarta—malam-malam, sekitar pukul 19.00. ”Uang tersebut saya bawa dalam tas kertas warna cokelat tua,” demikian pengakuan Sjahril.

Sjahril mengaku punya bukti tentang penyerahan duit itu. Tak lama setelah ia tiba di rumah Susno malam itu, ujarnya, seorang polisi berpangkat ajun komisaris besar bernama Syamsurizal Mokoagouw datang. ”Uda mau ngapain,” tanya Syamsurizal saat itu. ”Nih,” kata Sjahril sambil mengangkat tas berisi duit.

Henry Yosodoningrat membantah keterangan Haposam dan Sjahril. ”Tak masuk akal kalau Susno terlibat, karena justru dia yang membongkar kasus Arowana,” ujarnya. Henry mengakui Sjahril pernah bertamu ke rumah Susno. ”Tidak menyerahkan uang, tapi bercerita tentang personel Bareskrim,” ujarnya. Henry menduga, uang Rp 500 juta itu ”dimakan” Sjahril sendiri.

Untuk menyelesaikan ”kasus Gayus”, Haposan juga memakai jasa mantan diplomat tersebut. Kepada tim penyidik independen, Haposan mengaku meminta tolong Sjahril agar Gayus tidak ditahan, rumahnya tidak disita, dan rekeningnya tidak diblokir. Permintaan Haposan ini disanggupi Sjahril. Kepada penyidik, Sjahril mengaku pernah menjanjikan uang Rp 3 miliar kepada Susno.

Ditanya benar-tidaknya pengakuan kliennya itu, Hotma Sitompoel, pengacara Sjahril, menolak berkomentar. ”Kalau soal pemeriksaan, saya tak bisa mengatakannya,” ujarnya kepada wartawan Tempo, Anton Septian, medio Mei lalu.

Henry menduga cerita miring tentang Susno oleh Haposan dan Sjahril tersebut bagian dari rekayasa untuk menjerat Susno. Cerita bohong itu dimanfaatkan penyidik untuk menjerat Susno. Karena lewat ”kasus Salmah” buktinya lemah, ujar Henry, polisi lalu mengorek-ngorek kesalahan Susno dengan menetapkannya sebagai tersangka kasus korupsi dana pemilihan kepala daerah Jawa Barat. ”Ini semua direkayasa,” ujarnya.

Wakil Kepala Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Zaenuri Lubis membantah terjadinya rekayasa seperti dituduhkan Henry. ”Yang mengambil uang mengaku, ada buktinya saat menarik uang. Saat menyerahkan juga ada saksinya,” kata Zaenuri. Dia menampik penyidik mengarahkan kesaksian Haposan agar pengacara itu menyebut Susno dalam perkara Salmah Arowana.

Jhon S.E. Panggabean, kuasa hukum Haposan Hutagalung, menegaskan bahwa kliennya sejak awal yakin tidak bakal terseret kasus Gayus Tambunan. Ternyata meleset. Ia jadi tersangka. Menurut Zaenuri, Haposan terbukti memberikan uang suap.

Sumber Tempo bercerita, Haposan sangat marah sewaktu mengetahui dirinya dijadikan tersangka. Kepada penyidik, Haposan sempat mengancam akan mencabut keterangan tentang keterlibatan Susno dalam perkara Salmah Arowana. ”Kalau Haposan mencabut keterangannya, Susno aman,” kata sumber itu. Tapi itu ternyata tak terjadi.

Sutarto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus