Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KETERANGAN pers yang dilansir Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI Komisaris Jenderal Ito Sumardi, Kamis sore pekan lalu, mengejutkan Cirus Sinaga dan Poltak Manullang. Ito mengumumkan polisi akan memanggil dan memeriksa kedua jaksa peneliti kasus pencucian uang Gayus Tambunan ini sebagai tersangka.
Kepada Didiek Darmanto, juru bicara Kejaksaan Agung, Cirus dan Poltak mengaku belum diberi tahu ihwal status baru mereka. ”Keduanya bahkan belum diberi tahu soal jadwal pemeriksaan,” kata Didiek. Cirus dan Poltak baru sekali diperiksa sebagai saksi, dua bulan lalu. Waktu itu keduanya menyangkal telah merekayasa kasus Gayus hingga pegawai pajak golongan IIIa yang punya duit Rp 28 miliar dari suap wajib pajak itu divonis bebas pada 12 Maret 2010.
Mengaku tersinggung, Cirus mengancam menggugat Susno Duadji—bekas Kepala Badan Reserse Kriminal, yang pertama kali mengungkap adanya mafia hukum dalam kasus Gayus Tambunan. Susno bahkan menuding para jaksa menerima Rp 9 miliar sebagai imbalan menyelamatkan Gayus. ”Kami tak terima. Kami adukan tuduhan ini ke pimpinan kejaksaan,” katanya.
Polisi bergerak mencari kesaksian lain untuk membantah alibi para jaksa itu. Seorang penyidik mengaku kesulitan memeriksa mereka jika berangkat dari aliran dana seperti pengakuan Gayus yang memberikan US$ 500 ribu melalui pengacaranya, Haposan Hutagalung. Uang ini dia tarik dari Bank Mandiri setelah blokirnya dibuka karena jaksa Cirus menyatakan berkas pemeriksaannya sudah lengkap.
Sejauh ini, Haposan masih bungkam ke mana ia berikan uang sogok dari Gayus itu. John Panggabean, pengacaranya, menyangkal kliennya menerima fulus dari Gayus untuk dipakai buat menyuap polisi. ”Ada uang Rp 800 juta dan US$ 45 ribu, tapi itu fee sebagai pengacara dan uang operasional,” katanya.
Polisi pun beralih ke peristiwa-peristiwa yang terjadi selama pemeriksaan. ”Penyidik pasti punya bukti lain,” kata Wakil Kepala Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Zaenuri Lubis. Satu bukti itu datang dari pengakuan Komisaris Mohammad Arafat Enanie. Dia penyidik Gayus yang mengaku bertemu dengan jaksa Cirus di Hotel Crystal, Jakarta Selatan. Menurut Arafat dalam sidang terbuka kode etik kepolisian, Cirus meminta polisi memasukkan pasal penggelapan dana wajib pajak dalam berkas pemeriksaan Gayus.
Akibat perubahan pasal inilah Gayus memang kemudian divonis bebas. Hakim Muhtadi Asnun, yang mengadilinya di Pengadilan Negeri Tangerang, menilai dakwaan Cirus tak terbukti. Belakangan terkuak Asnun menerima fulus dari kantong Gayus. Menurut Gayus, ia menyetorkan sendiri duit US$ 40 ribu sejam sebelum sidang dimulai agar dibebaskan. Namun Asnun mengaku hanya menerima Rp 50 juta, yang ia pakai untuk umrah.
REKAYASA kasus yang menjerat Gayus sesungguhnya dilakukan dengan rapi sejak penyidikan di polisi awal Februari tahun lalu. Syahdan, Gayus, yang tak berkutik dengan laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atas setoran tak lazim ke 33 rekeningnya di Bank Panin dan BCA, mulai mengatur siasat menyembunyikan seluruh uang hasil suap dari wajib pajak yang ditanganinya. Seluruh uang di rekeningnya mencapai US$ 2,81 juta.
Feber Silalahi, pengacara Gayus saat awal-awal diperiksa, menawarinya berkenalan dengan Haposan Hutagalung, ”seorang pengacara yang punya hubungan baik di polisi”. Feber dan Haposan berkenalan saat menangani kasus penggelapan saham PT Signature Capital Indonesia. Ketiganya pun bertemu di Hotel Sultan pertengahan April 2009.
Haposan berjanji bisa membantu. Ia lalu menelepon Andi Kosasih, pengusaha properti yang tinggal di Batam. Haposan pernah meminta tolong Andi agar mau bersaksi memojokkan Anuar Salmah, pemilik PT Salmah Arowana Lestari, yang digugat klien Haposan, Ho Kian Kuat, dalam kasus sengketa saham. Haposan meminta Andi mengakui uang di rekening Gayus itu dengan imbalan Rp 500 juta. Caranya dibuat seolah-olah Andi dan Gayus terlibat transaksi jual-beli.
Namun mereka bingung, bisnis apa kira-kira yang masuk akal. Haposan mengusulkan dibuat perjanjian bisnis batu bara. Menurut Gayus, Haposan lalu menelepon Arafat Enanie. ”Saya bisa mendengar percakapannya karena speaker teleponnya dibuka,” katanya kepada penyidik. Arafat tak setuju dengan bisnis batu bara. ”Bisnis itu sudah pernah dipakai,” ujarnya. Akhirnya, semua setuju bisnis yang dipakai untuk akal-akalan adalah pembangunan rumah toko di atas lahan 20 ribu hektare di Jakarta Utara.
Surat perjanjian pun dikonsep dengan dibuat mundur ke 26 Mei 2008. Enam lembar kuitansi juga dibuat sebagai bukti setor dari Andi ke Gayus. ”Alat-alat bukti” itu sepertinya masuk akal dan wajar. Mereka lupa menyiapkan bukti fisik tanah, sehingga Gayus tak bisa membuktikan ketika Ajun Komisaris Besar Mardiyani, penyidik lain yang menangani kasus ini, mencecarnya seputar transaksi itu. Gayus tak berkutik menerima tuduhan telah mencuci uang.
Ia pun menjadi tersangka dan cukup bukti untuk ditahan, disita aset-asetnya, dan dibekukan seluruh rekeningnya selama masa penyidikan. Tentu saja ia menolak. Gayus meminta Haposan mencegah tindakan polisi itu. Untuk memuluskannya, Haposan meminta Gayus menyediakan sangu untuk para penyidik dan bos-bos polisi di Badan Reserse.
Gayus menyanggupi dengan menarik US$ 216 ribu dari safety box yang dia simpan di Bank Mandiri karena rekening lainnya sudah dibekukan polisi. Perinciannya: US$ 45 ribu agar rumah seharga Rp 3 miliar di Kelapa Gading tak disita, US$ 100 ribu agar tak ditahan, US$ 35 ribu agar rekening Gayus di Bank Mandiri yang berisi Rp 500 juta tak dibekukan, dan US$ 20 ribu akan dipakai untuk biaya operasional Haposan.
Kepada penyidik, Arafat mengakui menerima US$ 45 ribu utuh dari Haposan, juga uang lain yang ia bagikan kepada Mardiyani dan Ajun Komisaris Sri Sumartini, penyidik lain yang membantunya. Ia bahkan bersaksi uang lainnya sampai pula kepada atasan-atasannya. Gayus juga sempat meminta konfirmasi kepada Arafat apakah uang-uang yang dia berikan melalui Haposan sudah diterima.
+ Pak, apakah uang melalui Haposan terima full?
- Full. Haposan mengantar semua sesuai komitmen.
Bagja Hidayat, Sutarto, Cornila Desyana
Bancakan Dolar Gayus
Setoran ke Gayus
Dari Gayus
Rumah dan motor Harley-Davidson Ultra Classic hitam seharga Rp 460 juta. Untuk tahap kedua Arafat mengaku hanya menerima US$ 4.000 yang ia bagikan kepada Sri dan Mardiyani. Imbalan tak menyita rumah ia mendapat Rp 35 juta, dan imbalan tak menahan Rp 25 juta.
* Menurut Arafat, ia membagikan imbalan tidak menyita rumah dan tidak menahan Rp 20 juta.
- US$ 20 ribu untuk operasional Haposan Hutagalung
- US$ 100 ribu untuk polisi agar tak ditahan.
- US$ 35 ribu untuk polisi agar tak memeriksa rekening Bank Mandiri
- US$ 45 ribu untuk polisi agar tak menyita rumah
- US$ 500 ribu untuk polisi sebagai upah membuka blokir rekening Rp 25 miliar
Dari Andi Kosasih
Dari Haposan Hutagalung
* Sejauh ini polisi belum menemukan aliran dana ke jaksa. Gayus mengaku memberikannya melalui Haposan.
Sumber: Berkas pemeriksaan Polisi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo