Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Bukan penembak misterius

Oknum anggota koramil di desa bapuh bandung, jawa timur, koptu ambar, menembak seorang penduduk, abdul halim, yang disebut sebagai bromocorah, persaingan dalam pemilihan lurah di desa tersebut. (krim)

27 Agustus 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEMERIAHAN 17 Agustus tak sepenuhnya sampai ke Desa Bapuh Bandung, Kecamatan Glagah, di Jawa Timur. Buktinya, mingu lalu suasana desa yang terletak 13 km di sebelah timur laut Kabupaten Lamongan itu, sepi. Bahkan agak terasa mencekam, ketika beberapa pengemudi ojek yang mangkal di Deket dan Betoyo, daerah perbatasan yang menjadi pintu masuk ke desa itu, menolak membawa masuk tamu. "Mereka menolak waktu saya bilang mau ke kantor Koramil", lapor seseorang yang gagal berkunjung ke desa itu kepada TEMPO. Ada sesuatu yang terjadi? Orang itu hanya menggelengkan kepalanya. Tapi, bisik-bisik yang direkam dari desa yang berpenduduk sekitar 2.000 jiwa itu menyebutkan, suasana tak enak menyelimuti Koramil, setelah peristiwa penembakan oleh seorang oknum di kantor itu atas seorang penduduk, semalam sebelum dilakukan pemilihan lurah awal bulan ini. Siapa oknum itu, tak seorang penduduk pun mau bicara. "Tanya saja Halim, korban penembakan yang sekarang dirawat di rumah sakit di Surabaya," kata seorang penduduk sambil bergegas pergi. Dihubungi TEMPO di kantornya, Komandan Resort Kepolisian Lamongan, Letnan Kolonel Miadji, pun belum mau bercerita apa sebenarnya yang terjadi di desa Bapuh Bandung itu. Pejabat itu hanya membenarkan bahwa memang ada peristiwa penembakan "yang sekarang masih dalam pengusutan". Hanya Abdul Halim, 28 tahun, korban penembakan yang kini masih meringkuk di sebuah kamar di Rumah Sakit Dr. Sutomo, Surabaya, itu yang nampaknya repot membeberkan peristiwa yang teriadi di desanya. Pada 9 Agustus malam, demikian ayah tiga anak itu memulai ceritanya, dia dipanggil Koptu Ambar, anggota koramil setempat. Malam itu, adalah malam menjelang pemilihan lurah, setelah lima tahun Desa Bapuh diperintah oleh "lurah sementara". Ambar berpakaian preman, datang ke rumah Halim bersama seorang temannya. Mereka menanyakan adakah Halim sudah mendapatkan surat tanda bisa mengikuti pemilihan lurah. Halim, yang di desa itu dikenal berani dan dalam pemilihan itu menjagoi saudara misannya, M. Fadli -- salah seorang calon yang entah mengapa dicoret oleh panitia pemilihan -- spontan saja menjawab, belum. Lalu Ambar, yang dikenal Halim sebagai anak kiai di desa itu, menawarkan bantuan untuk menguruskan segala sesuatunya agar Halim bisa ikut pemilihan. Syaratnya: hal itu dibicarakan di tempat yang tak banyak orang agar bisa lebih leluasa, begitu ceritanya. Halim setuju. Mereka bertiga kemudian berangkat dengan sepeda motor milik Ambar. "Di suatu tempat sunyi, tiba-tiba, Pak Ambar mengeluarkan pistolnya dan langsung menembak saya beberapa kali," tutur Halim. Sopir kolt itu, katanya, "kaget setengah mati" dan hanya bisa menutup kepalanya sambil berusaha lari dengan menceburkan diri ke kali yang ada di dekat situ. Sekitar 15 menit, tuturnya, dia terbirit-birit memacu tubuhnya menghindari tembakan itu. Mujur, dia akhirnya tertolong, setelah beberapa penduduk Dukuh Tunggal menemukannya dalam keadaan teraniaya: darah mengucur dari sembilan lubang peluru di tubuhnya. Lelaki muda itu langsung dilarikan ke Surabaya. "Saya tak sangka Pak Ambar setea itu," cetus Halim kemudian. Sekujur tubuhnya penuh perban. Untung dokter tak menemukan peluru satu pun di daerah rawan tubuhnya. Sampai sekarang Halim mengaku belum dapat memastikan kenapa Ambar mau membunuhnya. Jawaban itu pun tetap terang-terang gelap buat warga Bapuh. Mereka hanya tahu bahwa Halim bukan pendukung Dirham, 40 tahun, pejabat lurah yang tak disukai Halim. Apakah karena itu pria muda yang pernah dihukum empat bulan penjara itu ditembak? Belum ada penjelasan resmi. Dan Ramil Glagah, Rawi Subagio, tidak ada di tempat ketika wartawan TEMPO datang ke kantornya. Hanya beberapa penduduk, yang nampak takut-takut, mengatakan bahwa Halim disebut bromocorah yang bisa menggagalkan pemilihan Dirham yang bekas anggota koramil itu. Namun, alasan itu jadi tak cukup kuat, karena ternyata Dirham toh muncuf sebagai calon tunggal. Sementara penduduk Bapuh setiap hari bisa melihat Koptu Ambar berjalan-alan di desa yang nampak kering dengan jalan berlubang-lubang itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus