Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Palsu tapi ampuh

Kartu pers palsu harian angkatan bersenjata (ab) beredar di medan. pemegangnya a.l., para pengusaha, untuk menangkal segala pemerasan. otaknya, akmal, koordinator/kepala sub-perwakilan di medan. (krim)

14 Juni 1986 | 00.00 WIB

Palsu tapi ampuh
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
INI bukan klenik, bila kartu pers bisa dijadikan semacam jimat. Tapi sejenis pemalsuan dan penyalahgunaan kartu. Sejumlah pengusaha di Medan seperti tersisih dari bala hanya karena menggenggam kartu pers. Mereka mendadak disegani, dan oknum yang mau mencoba memeras atau menggertak langsung minggir. "Kartu itu efektif sekali sebagai alat tangkis badan," ujar salah seorang pemiliknya. Bila kemudian polisi campur tangan, kartu identitas harian AB (Angkatan Bersenjata) yang mereka pegang itu ternyata palsu. "Kami tidak pernah memberikan kartu pers kepada pengusaha atau siapa pun yang tidak berhak," tutur Hilmy Nasution, pemimpin redaksi harian AB di Jakarta. Kartu pers AB yang belakangan ini beredar di Medan dan sekitarnya memang bukan dari Hilmy. Melainkan, diedarkan oleh seorang "pemimpin redaksi" yang lain, bernama Akmal. "Pemred" (pemimpin redaksi) itu kini ditahan di Poltabes Medan. Akmal, pria 40 tahun tamatan SMP yang resminya menjabat kepala pemasaran harian AB untuk daerah Sumatera Utara dan Aceh itu, rupanya ngobyek. Menurut sumber di Poltabes Medan, ia mengaku telah menerbitkan 80 kartu pers harian AB sejak 1985 lalu. Sebanyak 23 dia jual seharga Rp 300 ribu per buah kepada para pengusaha. Di antara pembeli adalah Jhon Jerri, 44, Direktur Utama EMKL Labora Jaya, pengusaha yang beken sebagai donatir kegiatan olah raga. Selain harga jual, para pemegang kartu palsu itu masih harus membayar iuran bulanan antara Rp 5.000 dan Rp 10.000. Sering pula mereka dimintai sumbangan ini itu, hingga Akmal yang berpotongan dan selalu berlagak bagai anggota ABR bisa mendirikan sebuah band. Diberi nama Band Angkatan Bersenjata, band Akmal sempat dikontrak oleh Hotel Dirga Surya, Medan. Bukan hanya itu. Dengan dalih untuk keperluan sekuriti, dalam setahun Akmal - dalam kartu pers itu ia bertanda tangan sebagai "Koordinator Harian AB Sumatera Utara" - mengganti kartu empat kali, dan tentu saja tetap palsu. Tiap penggantian, si pemilik ditarik bayaran Rp 25 ribu. Cuma saja, para pemegang kartu itu ternyata tidak merasa diperas. Dengan hitung dagang mereka, para "wartawan AB" itu tetap merasa untung. Dengan kartu itu mereka bisa menolak sementara oknum yang suka mengompas, yang sering kali jumlah uangnya lebih besar daripada harga kartu Akmal. Selain itu, bangga juga 'kan bisa menyebut diri sebagai keluarga besar ABRI? "Tapi sekarang saya jadi malu," ujar Jerri kepada TEMPO. Peredaran kartu pers palsu harian AB mulai tercium sekitar empat bulan lampau. Ada laporan yang masuk ke PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Pusat bahwa harian AB di Jakarta mengeluarkan kartu pers dan memberikannya kepada orang-orang yang tidak tepat. Hilmy Nasution, pemred koran tersebut, kaget. Dia tak merasa mengeluarkan kartu pers dimaksud. Pengusutan pun segera dilakukan. Tak begitu sulit karena pada kartu itu jelas-jelas tercantum nama Akmal sebagai Koordinator/Kepala Sub-Perwakilan Harian AB edisi Pusat di Medan. Padahal, sebenarnya Akmal hanya seorang kepala pemasaran. Tugas pokok Akmal sebenarnya mencari pelanggan. Kabarnya, dia memang tak digaji. Penghasilannya semata berdasarkan komisi 10% dari uang langganan pelanggan AB yang dimasukkannya. Pada awalnya, tampaknya, Akmal sukses. Dia dikabarkan bisa menghidupi empat istri dan sekian anak. Rumahnya di Gang Piring, Medan, tergolong yang paling bagus. Pada kaca jendela rumah itu dia memasang stiker yang dicetaknya sendiri - berbunyi: Mabes Hankam. Mungkin "pemred" ini tak pernah membaca surat kabarnya sendiri. Mana ada Mabes Hankam ? Yang benar 'kan Departemen Hankam. Sebenarnya Akmal lebih ingin disebut anggota ABRI, daripada wartawan. Di kantornya, kata sejawatnya, dia sering berkata, "Kalau saya ini diabrikan, saya sudah perwira." Dan supaya betul-betul kelihatan seperti ABRI - setidaknya berbau ABRI - ke mana pergi dia membawa gari (borgol) dan mencantumkan tulisan "Wartawan Hankam" di jaketnya. Dalam kehidupan sehari-hari, konon, Akmal pun tak disenangi tetangga. "Orangnya tertutup. Kalau ada masalah sepele saja, polisi dibawa-bawa," ujar Subari, kepala lingkungan daerah tempat Akmal tinggal. Menurut polisi, tersangka telah mengakui semua perbuatannya. "Saya melakukan itu karena butuh duit," kata Akmal menurut pihak polisi. Mengapa ia tak mencari pekerjaan yang bisa memberinya cukup gaji, tak dijelaskan oleh Akmal, yang memang tak bisa ditemui TEMPO. Dan siapa tahu, ide kartu pers palsu ini justru dari para pembelinya, yang memang sering diperas oknum-oknum.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus