Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bukan Yamanie Seorang

Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial segera memeriksa hakim agung Achmad Yamanie. Indikasi suap dua hakim agung lain ditelusuri.

2 Desember 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pimpinan Komisi Yudisial itu memenuhi undangan Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali. Senin pekan lalu, dari tujuh anggota, satu tak datang, yakni Abbas Said, yang juga bekas hakim agung. "Kami diundang untuk membahas putusan Hanky Gunawan," kata Suparman, Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial, kepada Tempo, Rabu pekan lalu.

Hatta menerima tamunya di aula Gedung MA. Dari semua petinggi Mahkamah, hanya Ketua Kamar Militer Imron Anwari yang tidak hadir. "Kami ingin minta masukan soal implikasi hukum terkait dengan perubahan putusan Hanky Gunawan," kata Hatta membuka pertemuan tersebut.

Hanky adalah pemilik pabrik ekstasi di Surabaya yang vonis matinya dianulir di tingkat peninjauan kembali. Dipimpin Imron Anwari, majelis PK dengan anggota Achmad Yamanie dan Hakim Nyak Pha pada 16 Agustus 2011 memangkas vonis Hanky dari vonis mati menjadi 15 tahun penjara. Tapi salinan putusan yang sampai ke Pengadilan Negeri Surabaya ternyata tertulis vonis Hanky 12 tahun.

Belakangan terungkap Yamanie yang mengubah putusan itu dengan bantuan operator komputer Muhammad Halim. Pada 14 November, hakim agung yang seharusnya pensiun pada April 2015 ini mengajukan pengunduran diri. Ia beralasan menderita sinusitis, vertigo, prostat, dan mag akut.

Kepada tamunya, Hatta mengurai kronologi "kasus Yamanie". Dia juga menjelaskan, terbongkarnya pemalsuan putus­an Hanky berawal dari kunjungan Wakil Ketua MA Abdul Kadir Mappong ke Surabaya, Februari 2011. Kala itu Mappong ditanya wartawan alasan MA mengorting vonis mati Hanky menjadi 12 tahun.

Pulang ke Jakarta, Mappong meminta Djoko Sarwoko, saat itu Ketua Muda Pidana Khusus MA, mengecek putusan tersebut. Djoko menemukan dalam putusan tersebut tertulis 12 tahun. Yamanie menyatakan itu kelalaiannya. Adapun kepada tim pemeriksa, Halim mengaku mengetik vonis 12 tahun karena perintah Yamanie.

Selain membentuk tim pemeriksa, Hatta menggelar rapat dengan para hakim di rumah dinasnya. Kendati muncul kubu yang menginginkan pembentukan majelis kehormatan, akhirnya disepakati bahwa Mahkamah akan mengusulkan pengunduran diri Yamanie ke Presiden (Tempo edisi 26 November 2012).

Kepada para tamunya, Hatta menyatakan pilihan itu diambil untuk menyelamatkan 158 perkara yang ditangani Yamanie. Dia membantah suara-suara yang menuding opsi itu adalah upaya untuk menyelamatkan Yamanie, Imron, dan Hakim Nyak Pha.

Tapi, dalam pertemuan dengan MA itu, Suparman menegaskan bahwa Komisi Yudisial te­t­ap akan memeriksa Yamanie dan hakim lain kasus Hanky: Imron dan Hakim Nyak Pha­. "Kami juga mengusulkan digelar sidang­ majelis kehormatan hakim," kata Suparman.

Menanggapi sikap Komisi Yudisial, MA mencoba menawar dengan mengusulkan pe­­meriksaan bersama. Ta­pi ini ditolak. Ak­hir­nya MA setuju adanya sidang majelis kehormatan hakim untuk "kasus vonis PK Hanky".­

Sidang rencananya akan digelar pekan depan.­ Komi­si Yudisial menunjuk empat komisionernya, Imam Anshori Saleh, Suparman Marzuki, Taufiqurrohman Syahuri, dan Jaja Ahmad Jayus sebagai anggota majelis kehormatan. Adapun Mahkamah diwakili tiga ketua mudanya. Mereka adalah Paulus Effendi Lotulung, Mohammad Saleh, dan Artidjo Alkostar. "Ketuanya kami minta dari MA," kata Djoko.

Karena pemalsuan putusan masuk ranah pidana, pada Rabu pekan lalu Komisi Yudisial melaporkan Yamanie ke Mabes Polri. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan pihaknya siap mengusut kasus itu. "Asalkan ada bukti permulaan yang cukup," ujar Boy.

Untuk menelusuri adanya suap tersebut, pekan ini Komisi Yudisial akan memeriksa Imron Anwari dan Hakim Nyak Pha. "Indikasi suapnya kuat, jadi harus ditelusuri," kata Suparman.

Djoko Sarwoko tak menampik indikasi suap dalam putusan Hanky. Tapi, kata dia, dari pemeriksaan internal MA, tidak ditemukan adanya suap itu. "Silakan lembaga berwenang mengusut," ujarnya.

Hingga kini Yamanie belum menang­gapi kabar miring tentang dirinya. Tak lama setelah mengundurkan diri, ia dirawat di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan. Kamis pekan lalu, ketika Tempo berkunjung ke kamar 5401, tempat ia dirawat, kamar itu sudah dihuni orang lain. "Pasien sudah pulang," ujar seorang perawat.

Tak jelas pulang ke mana. Dalam daftar alamat di MA, Yamanie tercatat tinggal di Apartemen Kemayoran D-5, kaveling 2, unit nomor 604, di lantai 6 Tower B. Ketika Tempo datang ke sana, unit apartemen itu kosong melompong.

Anton Aprianto, Itsman M.P.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus