Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LAPORAN hasil ekstraksi telepon seluler Vina Dewi Arsita dibahas sejumlah pengacara di sebuah lokasi yang dirahasiakan pada akhir Juli 2024. Salah seorang di antaranya adalah Shindy Sembiring, penasihat hukum Rifaldi Aditya Wardhana alias Ucil. Rifaldi adalah satu dari delapan terpidana perkara dugaan pembunuhan Vina dan Muhammad Rizky Rudiana alias Eky. Mereka juga dituduh memperkosa Vina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menggunakan teknologi Cellebrite, semua aktivitas ponsel Vina sebelum dan sesudah ditemukan meregang nyawa di flyover Talun, Cirebon, Jawa Barat, pada Sabtu, 27 Agustus 2016, diekstrak. Dari catatan laporan itu, ponsel Vina diekstrak pada 25 November 2016. Bagi Shindy dan pengacara lain yang hadir dalam pertemuan itu, laporan tersebut merupakan bukti baru yang akan membuka tabir penyebab kematian Eky dan Vina. “Kami langsung simpan bukti baru ini karena tak pernah dibahas di persidangan,” kata Shindy kepada Tempo, Sabtu, 10 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat persidangan delapan terpidana berlangsung di Pengadilan Negeri Cirebon pada 2017, jaksa tak pernah sekali pun menyinggung laporan hasil ekstraksi itu. Padahal laporan tersebut menunjukkan Vina menghubungi nomor xxxx23828 milik Mega Lestari dan xxxx34096 milik Widia Sari menjelang kematiannya. Persis pada pukul 22.14 detik ke-10, Vina mengirimkan pesan kepada Widia. “Mau ga mek? Ntar di jmput sma kita,” tulisnya. Mek adalah panggilan Vina untuk Widia. Pada pukul 22.10-22.13, Vina bahkan menelepon Widia hingga empat kali, tapi tak diangkat. Ekstraksi itu menggunakan waktu universal (UTC) yang berselisih 7 jam dengan waktu indonesia Barat.
Bukti baru ini berlawanan dengan kronologi waktu dalam putusan para terpidana kematian Eky dan Vina. Semua putusan menyebutkan delapan terpidana mulai mengejar Eky dan Vina saat melintas di Sekolah Menengah Pertama Negeri 11 Cirebon sekitar pukul 21.00 WIB. Mereka menganiaya Eky dan Vina, lalu memperkosa Vina satu jam kemudian. Sementara itu, hasil ekstraksi pesan pendek atau SMS menunjukkan Vina masih hidup pada jam tersebut karena mengirim pesan kepada Widia pada pukul 22.14 WIB.
Kronologi lini masa ini dikuatkan keterangan Widia Sari saat bersaksi di Pengadilan Negeri Cirebon pada Selasa, 30 Juli 2024. Saat ini Pengadilan Negeri Cirebon tengah menggelar persidangan peninjauan kembali Saka Tatal, salah satu mantan terpidana kematian Eky dan Vina. Saka lebih dulu bebas karena masih di bawah umur dan divonis lebih ringan. Tujuh terpidana lain divonis penjara seumur hidup.
Kawasan flyover Talun, Cirebon, Jawa Barat, tempat Vina dan Eky ditemukan, 20 Juni 2024./Tempo/Advist Khoirunikmah
Dalam kesaksiannya, Widia membenarkan informasi bahwa dia ditelepon Vina sebanyak empat kali pada Sabtu, 27 Agustus 2016, pukul 22.10-22.13. “Enggak saya angkat karena risi diteleponin,” ucapnya. Pengadilan Negeri Cirebon juga memanggil Mega Lestari. Sama seperti Widia, Mega mengaku berkomunikasi dengan Vina menjelang kematiannya.
Penangkapan Rifaldi, Saka Tatal, dan terpidana lain bermula dari penyelidikan Kepala Unit Satuan Narkoba Kepolisian Resor Cirebon Kota kala itu, Inspektur Dua Rudiana. Ayah kandung Eky itu menangkap delapan orang pada Rabu, 31 Agustus 2016. Seusai penangkapan, Rudiana membuat laporan ke Kepolisian Resor Kota Cirebon. Rudiana yakin anaknya dan Vina dibunuh menggunakan pedang karena terdapat luka tusuk di tubuh mereka. Ia juga menyebutkan Vina diperkosa.
Setelah delapan tahun, fakta-fakta yang dulu tersimpan satu per satu mulai tersingkap. Bukti visum pertama dan hasil autopsi ekshumasi Eky dan Vina, misalnya, tak menyebutkan ada luka bekas senjata tajam. Belakangan, dugaan pemerkosaan juga mulai diragukan karena spesimen sperma yang diklaim ditemukan di kemaluan Vina saat proses ekshumasi tak pernah diungkap di persidangan.
Keterangan saksi yang dulu ikut menguatkan dugaan pembunuhan Eky dan Vina juga mulai balik arah. Misalnya Liga Akbar yang sebelumnya mengaku melihat Vina dan Eky dikejar dan dilempari batu oleh delapan pelaku di dekat SMPN 11. “Saat kejadian pada 2016, saya sebenarnya tidak ada di lokasi kejadian,” tutur Liga.
Setelah kabar kasus kematian Vina dan Eky menyebar luas di media sosial, muncul orang-orang yang mengklaim melihat Eky dan Vina sesaat sebelum terkapar di flyover Talun. Di antaranya dua orang yang mengaku bernama Ismail dan Adi. Keterangan itu baru disampaikan di siniar YouTube politikus Partai Gerindra, Dedi Mulyadi, pada 6 Agustus 2024. Namun keterangan itu belum disampaikan kepada penegak hukum.
Dedi menceritakan pertama kali bertemu dengan Adi di Hotel Royal Ambarrukmo Yogyakarta pada 5 Agustus 2024. Warga Kudus, Jawa Tengah, itu mengklaim melihat langsung sepeda motor yang ditumpangi Eky dan Vina sedang melaju dengan kecepatan tinggi terbanting ke trotoar dan menghantam tiang penerangan jalan pada Sabtu malam, 27 Agustus 2016. Saat itu tengah gerimis. Adi sedang berkendara selepas berziarah di Cirebon dan menuju Majalengka, Jawa Barat.
Beberapa saat sebelumnya Ismail juga sedang mengendarai sepeda motor memboncengkan seorang kerabat. Ia mengklaim melihat sepeda motor Eky berjalan zigzag. Ia juga melihat Eky mengangkat roda depan sepeda motornya atau melakukan standing. Dedi meyakini keterangan kedua orang itu sahih. “Setelah ini mereka harus bersaksi di persidangan Saka Tatal dan memberi keterangan kepada polisi,” ujar Dedi.
Selama ini laporan ekstraksi ponsel Vina itu tak pernah diketahui publik. Salah seorang kuasa hukum Saka Tatal, Edwin Partogi Pasaribu, mengklaim terinspirasi memeriksa semua berkas kliennya setelah mendengar wawancara Mega Lestari dan Widia Sari di siniar YouTube. Mereka menyebutkan soal komunikasi lewat telepon seluler Vina. Mereka mengulangi keterangan itu saat bersaksi di Pengadilan Negeri Cirebon.
Edwin meyakini Eky dan Vina meninggal karena kecelakaan tunggal. Pada Rabu, 7 Agustus 2024, ia menemukan laporan ekstraksi ponsel Vina di berkas milik Saka Tatal. Ia meyakini pesan Vina kepada Widia pada pukul 22.14 menjadi kunci teka-teki kematian sejoli itu. Dokumen itu otomatis meruntuhkan kronologi versi putusan Pengadilan Negeri Cirebon. “Kasus ini sudah game over,” tutur mantan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban itu.
Kepolisian RI dikabarkan sudah membentuk tim khusus untuk menyidik ulang kasus kematian Eky dan Vina. Seseorang yang mengetahui penyidikan itu mengatakan sebelas personel yang mengaku dari Badan Reserse Kriminal Polri sudah pernah menemui Mega dan Widia di Cirebon. Mereka meminta keterangan Mega dan Widia selama berjam-jam sambil menunjukkan dokumen ekstraksi ponsel Vina.
Kuasa hukum Mega dan Widia, Muchtar Effendi, mengatakan kedua kliennya belum pernah diperiksa secara resmi oleh polisi. Ia memperkirakan kepolisian bakal memanggil Mega dan Widia pada pertengahan Agustus 2024. “Rencananya kami dipanggil ke Markas Besar Polri,” katanya.
Tempo mengirimkan permohonan wawancara kepada Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Sandi Nugroho untuk meminta konfirmasi mengenai dokumen ekstraksi ponsel Vina. Permintaan yang sama dikirimkan kepada Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Trunoyudo Wisnu Andiko dan Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Jawa Barat Komisaris Besar Jules Abraham Abast. Mereka tak merespons permintaan konfirmasi itu hingga Ahad, 11 Agustus 2024.
Sebelumnya, Komisaris Besar Jules Abraham Abast pernah mengatakan tak akan mengomentari kasus Vina dan Eky. Ia beralasan terpidana pembunuhan Vina dan Eky sudah tercatat dalam salinan putusan Pengadilan Negeri Cirebon. Kasus mereka, menurut Jules, sudah putus di pengadilan. “Saya tidak mungkin menerangkan lagi kasus penyidikan yang sudah selesai,” ujarnya pada akhir Juni 2024.
Pada Juli 2024, Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyampaikan Polri sedang mendalami lagi kasus pembunuhan Vina dan Eky. Ia mengingatkan anak buahnya untuk bekerja dengan mengacu pada metode scientific crime investigation atau investigasi kejahatan secara ilmiah. “Akan kami sampaikan semua fakta secara transparan setelah lengkap,” tutur Listyo.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Advist Khoirunikmah berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Pesan Kunci Kematian Vina Cirebon"