Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bukti modern

Rawin dkk., warga pangkalanbrandan divonis penjara dengan pembuktian dari pengakuan yang direkam kaset. mereka didakwa merampok & membunuh m. tambunan dan istri. batas kurungan terdakwa sudah habis. (hk)

25 Oktober 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA dua hal "asing" dalam acara peradilan kasus Rawin dan kawan-kawan di Binjai di Sumatera Utara. Di persidangan, jaksa menghadirkan jenis pembuktian baru, berupa kaset rekaman pengakuan para terdakwa. Berdasarkan saksi dan bukti -- antara lain, ya, kaset itu -- hakim menghukum para terdakwa tiga sampai lima belas tahun penjara. Dan, ketika kasus ini sampai ke tingkat kasasi, sampai sekarang para terdakwa tetap ditahan -- meski perpanjangan masa penahanan belum dikeluarkan Mahkamah Agung. Di persidangan, jaksa mendakwa Rawin dan tujuh petani warga Pangkalanbrandan merampok dan membunuh Mangosak Tambunan dan istrinya. Di pagi buta, Juli tahun lewat, kedelapan orang ini menyatroni rumah pengusaha beberapa metro mini itu. Dengan sekali tikam dan pukulan balok, Mangosak terkapar. Istrinya menyusul, ketika salah seorang terdakwa menghajar kepalanya, juga dengan balok. Setelah menghabisi nyawa kedua orang ini, gerombolan itu menyikat tas berisi uang Rp 1.430.000. Harta Jarahan ltu belum sempat dibagi seluruhnya. Sebab subuh hari Bunawi tertangkap, dan dari terdakwa inilah polisi menyeret tujuh pelaku lainnya. Namun, di persidangan, kisah di atas dibantah habis-habisan oleh para terdakwa. Lagu lama berkumandang lagi. "Karena tak tahan disiksa polisi, kami pun mengaku," seperti kata Rawin. Katanya, siksaan yang dialami bermacam-macam: digebuk dan digantung. Sucipto menimpali, "Kuku saya hilang semua karena ditekan kaki meja yang diduduki polisi." Para istri terdakwa memberi kesaksian tentang hal itu, "Kami lihat dari kaca jendela kantor polisi, suami kami disiksa," tutur istri Sukamto dan istri Saimin, di persidangan. Sebaliknya, Jaksa A. Siregar tak kalah pula upayanya membuktikan tuduhannya. Ia menghadirkan Kapolsek Besitang, Arifin Siregar, dan enam penyidik lainnya. "Berita acara pemeriksaan dibuat tanpa paksaan," tutur Arifin. Buktinya? Ada rekaman pengakuan terdakwa yang dibuat Letda Poniran -- kreatif juga polisi ini. "Waktu rekaman juga dihadiri kepala lorong mereka. Tanpa paksaan," kata Arifin, sekali lagi. Tetapi pembela para terdakwa, Alifuddin Nur, tak setuju kaset itu dibawa-bawa sebagai barang bukti. "Alat bukti serupa itu tak dikenal dalam KUHAP. Buat petunjuk, sih, boleh saja. Tapi harus ditopang alat bukti yang sah -- itu yang tidak ada," katanya. Dan lagi bukti perhiasan dan uang Rp 5.000 juga dibantah. Perhiasan itu, menurut Alifuddin, milik Wagisah, adik Bunawi. "Jadi, bukan hasil curian," kata Alifuddin. Tentang rekaman itu, menurut Rawin, ada kisahnya. Mulanya mereka membantah. Akibatnya disiksa. Nah, karena tak ahan diazab terus-menerus, Rawin membuka mulut. "Pada saat kami mengaku itulah rekaman dilakukan," kata Rawin ketika ditemui wartawan TEMPO Bersihar Lubis, di LP Pangkalanbrandan. Yang jelas, vonis telah jatuh pula bulan Juli lalu. Coba, bagaimana terdakwa dapat menandatangani pengakuannya dalam pita rekaman? Empat terdakwa, Rawin, Sucipto, Sukamto, dan Saimin, masing-masing kena 15 tahun penjara. Bunawi, 10 tahun, sedang Paiman dan Poniman cukup 3 tahun. Misdi dibebaskan karena majelis hakim, yang diketuai Sofrida Sofyani, yakin alibi terdakwa yang satu ini kuat. Alifuddin lantas mencari keadilan sampai ke tingkat kasasi, setelah pengadilan tinggi menguatkan putusan tersebut. Tapi kekesalan pengacara dari LBH Medan ini bertambah, ketika kliennya tetap mendekam di LP padahal batas kurungan sudah berlalu dua bulan. "Mestinya, mereka harus dibebaskan demi hukum. Apa KUHAP tak berlaku lagi di sini?" katanya, dengan nada tinggi. Menurut sumber di Pengadilan Negeri Binjai, keterlambatan perpanjangan penahanan itu cuma soal teknis. "Nanti bisa dibikin berlaku surut -- hingga ketujuh orang itu tetap ditahan berdasarkan surat penahanan yang sah," kata sumber itu pada TEMPO. Gampang be'eng, bah. Bunga Surawijaya, Laporan Bersihar Lubis (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus