TIDAK percuma masyarakat Bandar Lampung menunggu Bustami, bendaharawan proyek reboisasi yang sempat buron tahun lalu. Berpeci dan setelan safari putih, Selasa pekan lalu ia muncul dengan pengawalan ketat di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, sebagai saksi dalam perkara kepala Proyek Reboisasi Lampung Selatan, Ir. Fachruddin. Berkali-kali pengunjung sidang dibuat Bustami tertawa terbahak-bahak. Sebab secara blak-blakan Bustami mengungkapkan kebobrokan instansinya. Misalnya ia mengungkapkan bahwa predikat Nomor 1, yang pernah diterima proyek reboisasi Lampung Selatan, adalah kebohongan. "Apanya yang nomor satu? Bapak makan, anak makan, cucu makan, habislah anggaran negara. Mungkin nomor satu dari belakang," kata Bustami. Menurut Bustami, 39, semua anggaran reboisasi untuk Provinsi Lampung sengaja disunat instansinya 22 1/2% sampai 25%, dan 10% di antaranya disetorkan kepadanya selaku bendaharawan. "Kebiasaan itu sudah turun temurun," kata saksi. Maksud Bustami, seperti dijelaskannya kepada hakim, korupsi semacam itu sudah berlangsung sejak kepala dimas kehutanan yang lama, Ir. Sujadi, sampai kepada penggantinya, Ir. Suharjo Tjitrowinoto. Untuk proyek di Kabupaten Lampung Selatan saja, yang dikepalai Fachruddm, pada tahun anggaran 1976-1977, Bustami menerima setoran sekitar Rp 250 juta dari anggaran Rp 3 milyar lebih. "Tapi uang itu sudah habis diambil Suharjo kembali, karena saya hanya menyimpannya sementara. Dikemanakan uang itu, saya tidak tahu," tutur Bustami. Ketika didesak hakim, Bustami mengakui juga bahwa sebagian uang itu dipakai untuk membangun rumah atasannya, Suharjo, di Yogyakarta, sebesar Rp 40 juta. Ia hanya mengaku memperoleh Rp 16 juta. Sebab itu, ketika ia melarikan diri, Maret lalu, ayah tujuh anak itu memboyong uang negara yang masih tersisa di bank sekitar Rp 29 juta. Tertuduh Fachruddin, menurut Bustami, sempat membangun dua rumah di Jakarta dan Tanjungkarang, masing-masing senilai Rp 150 juta. "Semuanya hasil korupsi," ujar Bustami. Untuk menutupi kebobrokan proyek-proyek reboisasi di Lampung itu, menurut cerita Bustami, dibuat SPJ (Surat Pertanggungan Jawab) palsu. "SPJ itu saya buat di rumah dan sebenarnya hanya saya tanda tangani sendiri," katanya. "Kalau tak percaya silakan periksa di laboratorium Mabak," tambahnya. Walau saksi itu berbicara secara terbuka, Pembela O.C. Kaligis dan Denny Kailimang gagal mengorek cerita mengapa Bustami mearikan diri. "Saya 'kan saksi, bukan terdakwa," jawab Bustami mengelak desakan pembela. Saksi itu juga tidak menjawab ketika Kaligis menanyakan jumlah uang yang diberikannya sebagai suap kepada jaksa, yang membiarkannya lari. Ketua majelis hakim, Sunardi, akhirnya meminta pengacara menghentikan pertanyaan-pertanyaan tentang itu."Itu tidak relevan. Kalau begitu, saya juga bisa menanyakan berapa pengacara dibayar terdakwa," ujar Sunardi. Namun, setelah mengubah pertanyaannya, akhirnya Kaligis berhasil juga mengorek sebagian permainan oknum jaksa yang memeriksa kasus itu. Bustami mengaku, pernah menerima Rp 9 juta dari Fachruddin untuk diserahkan kepada jaksa ketika kasus korupsi itu mulai diusut kejaksaan. Salah seorang jaksa, yang menurut Bustami bernama Rasyid, diberinya sebesar Rp 1,5 juta. Bagian untuk jaksa-jaksa lain tidak diungkapkan Bustami. Di Surabaya, ketika tertangkap Desember lalu, Bustami juga mengaku memberi puluhan juta rupiah kepada jaksa. Sidang masih berlangsung, untuk menguji kesaksian Bustami.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini