Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PINTU kaca membentang lebar di lantai 39 Wisma GKBI, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan. Tak ada papan nama atau logo yang tertera di sana. "Benar, ini kantor PT Proclad Indonesia, tapi semua petinggi sedang meeting di luar," kata resepsionis bernama Katerin ketika Tempo menyambangi kantor itu, Kamis pekan lalu.
PT Proclad Indonesia adalah anak perusahaan FTV Proclad International Ltd, perusahaan asal Inggris yang bergerak di industri pipa untuk minyak dan gas. Perusahaan ini merupakan pemasok pipa gas antikarat (corrosive resistant alloy) untuk pembangunan fasilitas produksi blok gas Donggi dan Matindok, Sulawesi Tengah. Adapun pengerjaan proyek di Donggi digarap PT Rekayasa Industri (Rekind). Sedangkan proyek di Matindok dipegang konsorsium Wijaya Karya-Technip Indonesia.
Proclad memenangi tender pengadaan pipa gas di kedua blok itu dengan total tawaran harga US$ 30,6 juta. Proclad mengalahkan PT Cladtek Bi-Metal Indonesia, yang menawarkan harga US$ 33,6 juta.
Belakangan, kemenangan Proclad diprotes Cladtek. Pada akhir September tahun lalu, Cladtek menggugat PT Rekind dan konsorsium Wika-Technip ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Cladtek juga menggugat PT Pertamina Energi Primer-pemilik kedua blok itu-sebagai turut tergugat I dan PT Proclad sebagai turut tergugat II. Sidang masih berlanjut. Kamis pekan lalu, sidang dengan agenda mendengarkan keterangan para tergugat dibatalkan karena pihak Proclad tidak hadir.
GUGATAN perdata terhadap Rekayasa Industri dan Wijaya Karya hanyalah satu episode perlawanan Cladtek. Gugatan ini bermula dari permohonan PT Rekayasa Industri kepada Cladtek Internasional untuk memasukkan penawaran pengadaan pipa antikarat berukuran 4 dan 6 inci sepanjang 30 kilometer di Blok Donggi.
Direktur Operasional Cladtek Albert Pasaribu mengaku sudah mencium gelagat tak beres sejak awal proses tender itu. Soalnya, penawaran itu dilakukan secara tertutup. Kecurigaan Albert semakin kuat ketika, pada November 2012, Rekind memberi tahu lewat telepon bahwa Cladtek dikalahkan Proclad. "Kami tak pernah mendapatkan pemberitahuan tertulis," ujar Albert.
Menurut Albert, pemenangan Proclad menyalahi peraturan pengadaan barang dan jasa di bidang minyak dan gas, antara lain soal pengutamaan barang dan jasa yang diproduksi dalam negeri. Dalam buku direktori Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Cladtek merupakan satu-satunya perusahaan pipa antikarat yang memiliki pabrik di Indonesia.
Kandungan lokal produk Cladtek pun mencapai 30 persen. "Dengan status itu, semestinya kami diberi keleluasaan memenangi tender," ucap Albert.
Albert pun menuduh Proclad tak mengantongi sertifikat American Petroleum Institute (API) 5 LC, yang lazim dimiliki perusahaan yang memproduksi pipa antikarat. PT Proclad, kata dia, hanya memiliki satu syarat untuk produksi pipa ini, yaitu sertifikat 5 LD. Sedangkan Cladtek, menurut Albert, memiliki kedua sertifikat itu.
Menurut penelusuran Albert dan kawan-kawan, Proclad pun tak menggunakan pipa produksinya sendiri. Untuk proyek Donggi, Proclad menggunakan produksi Sosta Gmbh and Co KG dan Outokumpu. Berdasarkan situs API, kedua perusahaan itu belum mengantongi sertifikat 5 LC dan 5 LD. "Sosta dan Outokumpu juga tak masuk approved manufacture list yang dikeluarkan Pertamina," ujar Albert.
Berbekal semua informasi itu, Cladtek mengadu ke Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Laporan itu ditanggapi Kementerian dengan memanggil PT Pertamina EP dan PT Rekind. Dalam rapat pada akhir Juli 2013, PT Rekind berkukuh bahwa tudingan Cladtek tak benar.
Kementerian Energi, yang diwakili Kepala Subdirektorat Pemberdayaan Potensi Dalam Negeri Riza Maulana, memberi waktu hingga 3 Oktober 2013 kepada PT Rekind. Kementerian meminta PT Rekind menunjukkan bukti bahwa vendor yang mereka pilih memiliki sertifikat 5 LD dan 5 LC.
Pada 1 Agustus 2013, Kementerian Energi menerima surat penjelasan yang diteken Direktur Utama PT Rekind Moch Ali Suharsono. Surat itu menyebutkan PT Pertamina EP tak mensyaratkan sertifikat 5 LC dalam pengadaan pipa. Alasannya, pembuatan pipa antikarat dengan sertifikat 5 LD pasti sudah memiliki sertifikat 5 LC.
Karena jawaban PT Rekind tak sesuai dengan permintaan, Direktur Pembinaan Program Migas Kementerian Energi Naryanto Wagimin mengirimkan surat kepada PT Pertamina dan PT Rekind pada 3 Oktober 2013. Dia meminta pemenangan PT Proclad ditinjau kembali. Namun petunjuk Kementerian Energi itu tak digubris. Pertamina justru mengajukan rencana kebutuhan barang impor, yang dua kali ditolak Kementerian Energi. Kementerian pun tetap meminta tender ulang.
Tarik-menarik soal tender itu berlanjut sampai Maret 2014. Seorang pejabat di Kementerian Energi bercerita, Pertamina akhirnya melobi Wakil Menteri Energi Susilo Siswoutomo agar rencana kebutuhan barang impor untuk Proyek Donggi segera diproses menjadi rencana barang impor. "Akhirnya lolos barang itu," ucap si pejabat.
Pada Juni 2014, Pertamina mengumumkan PT Wika-Technip memenangi tender pembangunan fasilitas produksi di Blok Matindok. Pengumuman itu kembali membawa duka untuk Cladtek. Soalnya, Cladtek kembali dikalahkan Proclad dalam tender pemasokan pipa antikarat ukuran 8 dan 12 inci sepanjang 14,7 kilometer itu.
Seperti pada kekalahan pertama, Cladtek kembali meminta Kementerian Energi mengkaji ulang pemenangan Proclad. Rapat di Kementerian pada 26 Agustus 2014 pun lagi-lagi menyatakan tender itu seharusnya mengutamakan penunjang kegiatan minyak dan gas dalam negeri. "Tapi sampai sekarang tidak ada hasilnya," kata Albert.
Tak puas, pada 11 November 2014, Cladtek mengajukan gugatan pembatalan penetapan pemenangan Proclad ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Menurut pejabat di Kementerian Energi, dalam kasus Matindok, Wakil Menteri Energi Susilo Siswoutomo kembali berperan. Dia meminta kemenangan PT Proclad tidak diusik lagi. Melalui pesan pendek, Susilo membantah tuduhan mengintervensi proses tender proyek Donggi dan Matindok. "Masak, saya punya kapasitas intervensi tender di sana?" ujar Susilo, yang kini menjabat Komisaris Pertamina. Seperti halnya Susilo, Naryanto membantah tudingan adanya intervensi itu. Sedangkan Riza, ketika ditemui Tempo dua pekan lalu, menolak berkomentar.
Sekretaris Perusahaan PT Rekind Wilka Osca membantah semua tudingan Cladtek. Menurut dia, penetapan Proclad sebagai pemenang pengadaan pipa sudah sesuai dengan prosedur. PT Rekind, kata Wilka, tak punya kewajiban memperjuangkan Cladtek sebagai pemenang tender. Apalagi harga yang ditawarkan Cladtek jauh lebih tinggi. "Nanti kita buktikan di pengadilan," ujarnya kepada Tempo, Jumat pekan lalu.
Sampai akhir pekan lalu, pihak Proclad belum bisa dimintai keterangan. Permohonan waktu wawancara dengan pemimpin perusahaan itu belum mendapat jawaban.
Adapun Manajer Humas PT Pertamina EP Muhammad Baron mengatakan sudah menjelaskan semua proses tender proyek ini kepada Kementerian. Penjelasan itu pun diterima dengan baik oleh pemerintah. "Jadi tidak ada lobi-lobi seperti itu," ucapnya. Meski begitu, Baron mempersilakan Cladtek membuktikan semua tudingannya di pengadilan.
Febriyan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo