Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rapat di Swiss-Belhotel Sorong itu dibuka Kepala Kepolisian Daerah Papua Barat Brigadir Jenderal Paulus Waterpauw dengan arahan bernada peringatan. "Kita jangan salah langkah. Putuskan yang terbaik untuk menghindari korban," kata Waterpauw. Semua peserta rapat pada Rabu pekan lalu itu tampak manggut-manggut.
Sejak Januari lalu, aparat lintas lembaga sudah lima kali menggelar pertemuan serupa. Agendanya selalu sama: bagaimana mengembalikan Labora Sitorus ke penjara. Tapi, sampai rapat terakhir, rekomendasi yang dihasilkan ya tetap itu-itu juga. "Kami akan melakukan pendekatan dulu kepada keluarga," ujar Waterpauw kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Kejaksaan Negeri Sorong menyebutkan Labora buron sejak 4 November 2014. Faktanya, brigadir polisi pemilik rekening dengan transaksi Rp 1,5 triliun itu masih berleha-leha di rumahnya di kawasan Tempat Garam, Distrik Sorong Barat. "Dia aman berada di tengah-tengah kami," kata Ferdinan Fakdawer, adik angkat sekaligus orang kepercayaan Labora.
Berstatus terpidana, Labora meninggalkan Lembaga Pemasyarakatan Sorong dengan alasan berobat pada 17 Maret 2014. Ketika izin berobat berakhir, pada 21 April 2014, Labora tak kembali ke penjara. Setelah Mahkamah Agung memvonis dia 15 tahun penjara pada 17 September 2014, Labora menolak dieksekusi. Majelis hakim kasasi menyatakan Labora terbukti melakukan pembalakan hutan, penimbunan bahan bakar, dan pencucian uang.
Ketika jaksa dan polisi mendatangi rumah dia, Labora menunjukkan surat pembebasan dari Lembaga Pemasyarakatan Sorong. Setelah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menyatakan "surat bebas" bertanggal 24 Agustus 2014 itu tidak sah, ia tetap tak mau menyerah. "Buat apa? Apa salah saya?" ujar Labora ketika menerima Tempo di rumahnya, Kamis dua pekan lalu.
Meski faktanya belum bisa menyentuh Labora, aparat tak mau disebut "lembek". Di Jakarta, Jaksa Agung H.M. Prasetyo mengatakan -eksekusi pasti terjadi. "Itu hanya soal waktu," katanya kepada Tempo, Kamis pekan lalu. Bila upaya persuasif gagal, kejaksaan akan meminta bantuan polisi menjemput paksa Labora. "Jangan sampai terkesan negara tak berdaya menghadapi Labora," ucap Prasetyo.
Kepolisian kini juga tak mau kalah gertak. Waterpauw memberi tenggat untuk Labora hingga Ahad, 15 Februari. "Kalau dia tak menyerahkan diri, akan kami terobos," ujarnya. Waterpauw berjanji akan mengerahkan pasukan beranggotakan 510 polisi yang didukung 120 tentara bersenjata untuk menerobos kompleks rumah Labora.
Pernyataan aparat Papua dan Jakarta itu rupanya membuat pengikut Labora meningkatkan kewaspadaan. Pos pengamanan di kompleks rumah Labora kini tak pernah kosong. Setelah seharian memotong dan menyusun balok kayu, ratusan karyawan Labora tak langsung pulang. "Jaga-jaga saja. Tunggu kabar lagi. Bisa saja ada eksekusi," tutur Julius Awom, operator alat berat di pabrik Labora.
Dominggas Mirino, 42 tahun, termasuk pekerja Labora yang mengaku siap mati membela majikannya. "Bagi kami, dia seperti malaikat penolong," kata Dominggas, yang bertahun-tahun bekerja di pabrik Labora. Dia mengaku mendapat gaji Rp 3 juta per bulan dari Labora.
Senin pekan lalu, seribuan pengikut Labora unjuk kekuatan. Pekerja pabrik membawa keluarganya berdemonstrasi di depan Kantor Distrik Sorong Barat. Massa juga mendatangkan satu ekskavator untuk memblokade jalan raya. Siang itu, Dominggas tampak memegang spanduk di barisan terdepan. Selama tiga jam, dia larut di tengah ratusan orang yang riuh meneriakkan yel-yel "Labora penyelamat, polisi penipu".
Menurut koordinator pengunjuk rasa, Ferdinan Fakdawer, sampai akhir pekan lalu, Labora belum memberi isyarat akan menyerah. Berbeda dengan klaim aparat, keluarga Labora mengaku belum pernah didatangi "tim persuasi" bentukan jaksa dan polisi. "Pendekatan apa? Tidak ada itu," ujar Ferdinan.
Jajang Jamaludin (jakarta),jerry Omona (sorong)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo