ANTARA tidur dan tidak, malam itu Edelina mendengar suara gedebak-gedebuk di kamar anak gadisnya, Gusta, 23, dan Emina, 19. Ibu itu bangkit melongok. Dan tubuhnya menggigil ketakutan sewaktu menyaksikan ada seorang lelaki bersenjata kapak menghantam kedua kepala anak gadisnya bertubi-tubi. Dalam sekejap, Gusta dan Emina terkapar berdarah-darah. Keterkejutan Edelina menjadijadi sewaktu mengenali si pengampak, yang tak lain Turman, 25, anaknya sendiri. Dan cerita ternyata masih berlanjut. Beberapa menit setelah kejadian, saat Gusta dan Emina hendak diangkut dengan truk ke rumah sakit di Panyabungan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, orang-orang yang tadi melihat Turman berlari menjumpai pemuda itu sudah terkapar di tepi jalan. Ia sudah tak bernyawa, dengan luka di kening, di leher, serta lengan kanannya patah. Peristiwa beruntun yang menimpa keluarga Mananti Hutagalung, 53, suami Edelina, di Desa Kampung Baru dua pekan lalu itu sampai kini masih diliputi tanda tanya. Gusta, yang kini masih terbaring di rumah sakit, belum bisa banyak bicara. Sedangkan Emina dan Turman tak mungkin lagi ditanyai karena tewas. "Kami sungguh dibikin bingung," ujar seorang polisi di Polsek Panyabungan kepada Bersihar Lubis dari TEMPO. Yang tak kalah bingung, tentu saja Mananti dan istrinya. "Mengapa Turman sampai membunuh adiknya, dan mengapa pula dia mati?" ujar Edelina dengan pilu. Togi Sihombing, kepala desa, pun heran. Setahunya, selama ml Turman sangat baik dan hampir tak pernah cekcok dengan siapa pun. Juga, keluarga Mananti dikenal sebagai pemeluk Kristen Pantekosta yang taat, meski selalu dibelit kemiskinan dan penyakit. Mananti, misalnya, sejak lima tahun lalu menderita kebutaan. Edelina sendiri kena rematik. Gusta belakangan sering sakit-sakitan. Sedangkan Turman, sakit kencing batunya belakangan kambuh lagi. Penderitaan itulah, kata Mananti, yang acap kali membuat Turman seperti putus asa. Sekali waktu ia berkata, "Apa sebenarnya maksud Tuhan kepada kita?" Kemudian ia menangis menunggui adiknya, Gusta, yang terbaring di tempat tidur. Diduga, karena situasi seperti itulah kemudian Turman nekat membunuh adiknya, dan kemudian bunuh diri. Setidaknya, Mananti, pensiunan guru agama yang tetap tabah itu, meyakininya begitu. Nasib Turman, katanya, persis seperti Yudas Iskariot, yang bunuh diri setelah menyerahkan Yesus hingga disalibkan. Menurut dugaan, Turman tewas dengan cara menumbukkan tubuhnya ke mobil yang melintas di jalan. Itu sebabnya keningnya luka, dan - karena kemudian terempas leher dan lengan tangannya patah. Tapi, itu baru dugaan. Polsek Panyabungan kini masih menyelidiki kemungkinan itu. Atau kemungkinan lain yang - siapa tahu - menunjuk ke arah yang sama sekali berbeda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini