Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendesak Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan untuk segera mengevaluasi penanganan demonstrasi di Semarang dan Makassar. Desakan ini disampaikan setelah Komnas HAM menerima informasi tindakan represif aparat keamanan dalam menangani demonstrasi pada Senin malam tersebut.
"Kami mendapatkan laporan bahwa aparat menggunakan gas air mata, melakukan penangkapan, dan bahkan diduga melakukan sweeping hingga masuk ke area mal," ujar Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Selasa, 27 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Atnike menegaskan, penggunaan kekuatan berlebih dalam menangani demonstrasi berisiko melanggar hak asasi manusia, khususnya hak atas kebebasan berkumpul dan berpendapat yang dijamin oleh konstitusi dan Undang-Undang HAM. Komnas HAM mendesak agar aparat keamanan tidak menggunakan tindakan kekerasan dan lebih mengedepankan pendekatan humanis serta terukur dalam menjaga keamanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komnas HAM juga meminta aparat penegak hukum untuk menjamin hak atas akses bantuan hukum bagi para demonstran yang ditangkap. Menghalangi akses tersebut dinilai sebagai pelanggaran terhadap hak atas keadilan.
"Kami juga mendorong semua pihak untuk menggunakan hak asasinya secara bertanggung jawab dan menjaga agar situasi keamanan tetap kondusif demi merawat ruang demokrasi bangsa," tutur dia.
Desakan ini diharapkan dapat mendorong evaluasi dan perbaikan dalam penanganan demo di masa mendatang, agar hak-hak asasi manusia tetap terlindungi dan dihormati.
Gelombang demonstrasi yang terjadi di Semarang dan Makassar belakangan ini dipicu oleh ketidakpuasan masyarakat, terutama kalangan mahasiswa, terhadap sejumlah kebijakan pemerintah.
Di Semarang, demo turunkan Jokowi di depan komplek Balai Kota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD Kota Semarang dibubarkan paksa oleh polisi pada Senin, 26 Agustus 2024. Polisi melontarkan gas air mata untuk membubarkan massa. Ada juga laporan mengenai penangkapan sejumlah demonstran, termasuk mahasiswa, yang dinilai melakukan tindakan provokatif.
Situasi serupa terjadi di Makassar. Demo gabungan mahasiswa se-Makassar menolak politik dinasti Joko Widodo itu berakhir ricuh di bawah flyover Jalan AP Pettarani, Makassar pada hari yang sama.
Kelompok massa ini merupakan gabungan dari mahasiswa ini terdiri dari Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM), Universitas Bosowa (Unibos), Universitas Negeri Makassar (UNM), beberapa Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP), dan kampus swasta lainnya.
Penggunaan gas air mata dan tindakan penangkapan demonstran di Semarang dan Makassar itu dikecam oleh berbagai pihak. Bahkan, ada dugaan bahwa aparat melakukan sweeping hingga ke area publik seperti mal, yang menimbulkan ketakutan di kalangan masyarakat umum.
Tindakan represif ini mendapat kritik keras organisasi masyarakat sipil dan akademisi. Mereka menilai bahwa pendekatan kekerasan oleh aparat tidak hanya melanggar hak asasi manusia, tetapi juga memperburuk situasi dan mengancam demokrasi. Respons keras dari aparat terhadap demonstrasi ini memicu kekhawatiran bahwa ruang untuk menyampaikan aspirasi di Indonesia makin sempit, terutama di tengah meningkatnya ketegangan politik belakangan ini.
Pilihan Editor: Top 3 Hukum: Polisi Periksa Aaliyah Massaid dan Thariq Halilintar soal Hamil di Luar Nikah, Viral Polwan Ganggu Pria sedang Makan