DAERAH perbatasan tiga kabupaten di Sumatera Utara, yaitu
Asahan, Deli Serdang dan Simalungun, ternyata gawat. Sampai
Komando Daerah Kepolisian (KODAK) II, yang berkedudukan di
Medan, perlu menurunkan sepasukan reserse-mobilnya ke sana.
Sebab, sejak dua-tiga bulan lalu, rakyat di kawasan perbatasan
tiga kabupaten di atas, diancam teror oleh segerombolan perampok
bersenjata.
Mulainya dari Kampung Tanjung Muda, Asahan, ketika rumah
pedagang kopra Syarif menjadi sasaran. Sebuah mesin listerik,
pesawat televisi, sepeda motor, 13 mayam emas dan sejumlah uang
kontan dijarah perampok. Syarif dirugikan sekitarRp 1 juta.
Berikutnya masih bulan April lalu juga, rumah Sulaiman di
Kecamatan Bosar Maligas, Simalungun, juga digedor. Yang punya
rumah, meskipun menyerah bulat-bulat, tetap saja dianiaya
sebelum sepeda motor, 5 mayam emas dan uang tunai Rp 50 ribu
disikat.
Sebenarnya, hiruk-pikuk seperti kejadian di rumah Sulaiman,
bukannya tak terdengar oleh tetangga -- walaupun terjadi lewat
tengah malam. Tapi mereka keburu ciut hati ketika diancam oleh
salah seorang perampok yang berjaga di halaman rumah Sulaiman:
"Siapa dekat saya tembak!"
Marto Gudel
Perampokan memang selalu dilakukan oleh segerombolan 7 atau 8
orang bersenjata api maupun golok dan parang.
Rumah Giyo digedor, 1 Mei, sekitar jam 3 pagi. Tak hanya
menjarah uang kontan Rp 84 ribu, juga jam tangan, perhiasan
maupun beberapa mayam emas milik keluarga Giyo. Bahkan,
anak-isteri Giyo turut dianiaya dan rumah mereka dirusak
habis-habisan. Sampai segala rokok dan sabun di kedai Giyo juga
tak disisakan oleh gerombolan yang sedang merajalela itu.
Menurut Giyo, ke 8 perampok yang mengganyangnya itu, berlalu
dengan tenang dari Kampung Lalang, Simalungun, dengan sebuah
kendaraan mirip Landrover.
Begitu juga yang mengganas di rumah Yunan, di Kampung Pala, 3 km
dari rumah Giyo. Di sana mereka merampas harta benda Yunan,
pemilik kedai kecil, berupa sepeda motor, emas dan sejumlah uang
kontan. Kerugian tauke kampung itu tak kurang dari Rp 700 ribu.
Pernah orang-orang kampung berkumpul, sekitar jam 3 pagi, ketika
rumah Marto Gudel disebutkan akan mendapat giliran teror
gcrombolan. Untung bagi si calon korban. Rupanya para perampsk
salah alamat. Mereka menggedor rumah petani Parno, yang kemudian
dipaksa untuk menjadi penunjuk jalan menuju rumah Marto Gudel,
setelah mereka kesasar sampai ke hutan kelapa sawit. Tapi mertua
Parno, yang melihat gelagat jelek, segera turun tangan. Ia
memukul kentongan tanda bahaya. Seisi kampung berkerumun di
halaman rumah Parno.
Sayang, mereka tak berani berbuat apa-apa. Dengan tenang para
perampok pun berlalu dari sana. Malam itu nasib baik bagi Marto
Gudel karena lolos dari tangan para perampok.
Polisi, yang mendapat bantuan dari reserse-mobil KODAK II,
bekerja keras. Patroli ke sana ke mari. Hasilnya lumayan. Akhir
Mei lalu polisi dari sektor Lima Puluh berhasil meringkus Misdi
dan Keling. Dari kedua orang ini polisi dapat memperoleh sebuah
mesin listerik, sepeda motor dan taperecorder. Diduga
barang-barang tersebut hasil jarahan dari rumah Sani di Kampung
Hessa Air Teluk.
Lalu, awal bulan Juni lalu polisi Serbelawan juga menangkap
Pangat dan Rusli. Mereka adalah dua di antara enam orang yang
telah tertangkap sebelumnya.
Ada juga beberapa anggota perampok yang baru bisa ditangkap
setelah harus main tembak dulu dengan polisi. Sipit Alan, 18 Mei
lalu, habis riwayatnya di rumah sakit oleh sebuah tembakan
Sersan Matondang. Buronan Jato bernasib agak baik. Pelor polisi
tak sampai merenggut jiwanya.
Setengah bulan sebelum Sipit Alan tertembak, Peltu Dadang,
Komandan Sektor Bosar Maligas sendiri, menghantam bandit
Sitorus. Sebelumnya terjadi kejar-mengejar di perkebunan Dolok
Estate antara Hudiri dengan Sitorus. Apa boleh buat. Sebutir
pelor Dansek menghajar tenggorokan Sitorus. Tewas seketika.
Ada Simpanan
Namun, walaupun polisi telah bekerja keras dan melepaskan pelor
berdarah di sana sini, agaknya tak membuat gerombolan liar itu
jera. Mungkin disebabkan pemimpin mereka, seperti Temu (26
tahun), Amat Setan (27), Gimin (30) dan Ucok (25), masih
berkeliaran. Baik Temu maupun Mat Setan memang 'lulusan' penjara
Labuhan Ruku. Dulunya mereka hanya penjahat kelas teri. Mereka
dihukum 2« tahun juga untuk kejahatan mereka yang tak seberapa:
membongkar rumah atau cuma menyambar jemuran tetangga.
Sudah beberapa kali polisi yang terus membuntuti Temu, hendak
meringkusnya. Tapi sulit. Mendekatinya saja polisi agak ngeri.
Sebab di tangan Temu biasanya ada sepucuk pistol. Begitu juga di
tangan Amat Setan.
Pernah akhir Mei lalu, anggota polisi Supangat dan Sembiring
bersama-sama mengepung Temu yang tengah berkunjung ke rumah
isterinya di Kampung Merbau. Terjadilah dor-doran yang
menghebohkan penduduk di tengah malah itu. Tapi Temu lolos juga.
Tanggal 3 Juni lalu, polisi dari Serbelawan juga mengepung Temu,
ketika ia tengah bertamu di rumah salah seorang penduduk. Pun,
kali ini Kopral Simanjuntak dan Siahaan, walaupun telah
menghantam Temu dengan tembakan beberapa kali terpaksa tak dapat
mencegah bandit muda itu lolos dengan sepeda motornya.
"Walaupun ia kita kejar-kejar," kata Letnan Supangat, "bandit
itu tetap saja berani berkeliaran." Percaya tak percaya, melalui
kegagalannya beberapa kali menangkap Temu, beberapa anggota
polisi mulai dihinggapi kekaguman terhadap buronannya: "Temu
memang ada simpanannya!" Dan si Temu memang bukan main. Kepada
Letnan Amarullah, yang menangkap isteri perampok itu, Temu
mengirimkan surat ancaman: "Kenapa saudara tangkap isteri saya.
Dia 'kan tidak bersalah? Suatu waktu nanti kita akan adakan
perhitungan!" Nah, itulah Temu yang belum juga bertemu
perangkap polisi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini