Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sang suami yakin istrinya koma. Tetapi dokter menyatakan Agian terkena stroke. Dia masih bisa membuka mata, meski tatapannya kosong. Dia juga bisa merespons pertanyaan dan perintah, meski perlu waktu beberapa detik menunggu jawaban keluar dari mulutnya.
Tempo melihat sendiri respons Agian, yang kini dirawat di kamar VIP Unit Stroke RSCM, pekan lalu. Ketika dokter mengajukan beberapa pertanyaan, ibu dua anak ini bisa menjawab. ”Apakah Ibu lapar?” Jeda sesaat, lalu ia menjawab lirih, ”Saya lapar.” Agian juga bereaksi, meski lamban, ketika dokter memintanya menggerakkan kedua tangan dan kakinya.
Prof. Dr. Yusuf Misbach, ahli saraf yang menangani Agian, memastikan ibu itu tidak koma. ”Agian tidak pernah koma, tapi ia terkena stroke.” Stroke terjadi akibat komplikasi hipertensi (tekanan darah tinggi) dan postpartum eclampsia (keracunan kehamilan). Pada Ibu Agian, keracunan kehamilan terjadi setelah ia melahirkan anak kedua melalui operasi caesar di Rumah Sakit Islam Bogor, Juli lalu.
Agian sempat ditangani dokter dari Rumah Sakit PMI Bogor. Belakangan, ia dikirim ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dalam kondisi kaku dan tidak bisa bicara. Setelah melalui serangkaian tindakan medis dan pengobatan selama hampir satu bulan, kata Yusuf, masa akut stroke-nya sudah lewat. Kondisinya sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan saat pertama kali masuk.
”Jadi, tidak benar Agian itu koma. Yang bilang koma kan suaminya,” kata Yusuf. Panca Satrya Hasan, suami Agian, yakin istrinya koma ketika denyut nadinya lemah. Padahal, menurut Yusuf, koma adalah keadaan ketika pasien masih hidup tapi tidak bisa merespons dan tidak bisa bangun. Sedangkan Agian bisa membuka mata, menjerit, menjawab pertanyaan, bahkan dapat merespons perintah.
Dalam dunia medis, koma terbagi dalam dua jenis, yaitu koma organik dan koma metabolik. Koma organik terjadi karena adanya gangguan kerusakan otak, baik pada kulit otak maupun batang otak. Misalnya seseorang terkena tumor otak, stroke, atau perdarahan otak akibat benturan atau kecelakaan lalu-lintas. Sedangkan koma metabolik disebabkan oleh gangguan metabolisme tubuh seperti demam, infeksi, penyakit lever, jantung, diabetes, dan sebagainya.
Penderita koma metabolik punya kesempatan lebih besar untuk pulih dibandingkan dengan koma organik. Ini karena, pada koma metabolik, kerusakan metabolisme tubuh lebih mudah ditangani daripada kerusakan otak. Lamanya koma? ”Tergantung penyebab koma,” kata Salim. Di Jepang, pernah ada pasien koma sampai puluhan tahun setelah mengalami kecelakaan lalu-lintas. Seluruh kulit otaknya rusak, tapi batang otaknya masih jalan. Batang otak yang masih hidup dapat mempertahankan kesadaran seperti mengatur napas, detak jantung, dan bergerak. Karenanya, ia hidup seperti tumbuhan (vegetative state), bisa makan, menerima obat, tapi tidak bisa memberi respons dan tidak bisa bangun.
Eni Saeni
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo