ASSALAMUALAIKUM," ucap H.M. Jos Soetomo, begitu menginjakkan kakinya di pengadilan. Dengan wajah cerah, diiringi pandang ratusan mata pengunjung, lelaki bersafari biru tua dan kopiah hitam itu memasuki ruang sidang. Direktur utama Sumber Mas Group itu mulai diadili, Selasa pekan lalu, setelah enam belas kali diperiksa di Kejaksaan Agung - begitu pula kakaknya, Ava Hartono. Ini sidang terbesar selama ini di Pengadilan Negeri Samarinda: pengunjung yang melimpah, besarnya nilai materi yang diperkarakan, dan jumlah saksi (42) yang akan diajukan. Apalagi sebutan terdakwa, "Tomo", bagi warga. Kalimantan Timur sangat berarti: raja kayu yang dermawan. Selaku direktur utama dan direktur PT Sumber Mas Timber dan PT Meranti Sakti Indah Plywood, Jos Soetomo dan Ava Hartono didakwa melakukan tindak pidana korupsn Menurut Jaksa Bagio Supardi, S.H., mereka menyalahgunakan fasilitas yang diberikan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada perusahaannya. Sebagai perusahaan PMDN, kedua perusahaan itu oleh BKPM diberi pembebasan dan keringanan berbagai pajak - bea masuk, PPn, dan MPO - untuk mengimpor barang modal. Namun, barang impor bebas bea itu oleh terdakwa dipakal untuk perusahaannya yang lain. Yakni PT Kayan River Indah Product, PT Kayan River Indah Plywood, PT Meranti Sakti Indah Plywood, dan PT Bumi Hijau Kalimantan. Untuk semua itu, menurut Jaksa, "terdakwa merugikan negara Rp 4,4 miIyar." Selain itu, menurut Jaksa, Sumber Mas Timber dan Kayan River TimbeI Product juga menunggak pembayaran iuran hasi] hutan (IHH) dan iuran hasil hutan tambahan (IHHT), sebesar Rp 237 juta. Sedangkan soal manipulasi pajak, penunggakar luran astek, dan ipeda yang sebelumnya banyah dibicarakan di luaran, tidak disinggung Jaksa dalam dakwaannya. Meskipbun. hanya dua perkara, bagi penasihat hukum terdakwa, tuduhan itu dianggap berlebihan "Kami punya bukti bahw IHH dan IHHT telah lunas sampai November lalu." ujar Agustinus Temarubun, S.H., salah seorang penasihat hukum terdakwa, kepada TEMPO. Malahan, katanya, sebagian barang yang "dipindahkan", sepertl disebut dalam dakwaan, dibeli di dalam negeri. Jadi, tidak termasuk dalam kelompok barang yang diberi kemudahan BKPM, dan memang tidak dikenakan bea masuk, PPn, ataupun MPO impor. Misalnya, kapal tunda, motor grader, dan jip. Dari seluruh barang yang dinilai Rp 4,4 milyar itu, menurut Temarubun, yang dapat diperkarakanhanya sekitar Rp 2 milyat. Pada sidang hari berikutnya, pembela lainnya, Talas Sianturi, S.H., malah mengemukakan bahwa Pengadilan Negeri Samarinda tidak berhak mengadili terdakwa. Alasannya, bila perusahaan melanggar persetujuan dengan BKPM, maka BKPM-lah yang berhak mengambil tindakan secara administratif. Sedangkan dalam persoalan IHH dan IHHT, telah pula ada ketentuan yang mengatur sanksi untuk perusahaan yang menunggak pembayaran iuran itu Penasihat hukum itu juga keberatan bila penunggakan iuran dianggap korupsi. "Kalau begitu, penunggakan rekening listrik juga korupsi?" ucap Sianturi - tepuk tangan pun bergemuruh dari pengunjung di "kandang" Tomo itu. Di kandangnya, Jos Soetomo memang punya nama besar, pengaruhnya cukup dalam di seantero Samarinda. Namun, nama besar dan pengaruhnya ternyata tidak dapat menghindarkan dirinya dari tuntutan. Beberapa sumber menyebutkan bahwa kesalahan utama Tomo sebagai pengusaha adalah membiarkan dirimya terlalu menonjol di masyarakat. Dia, yang dikatakan cuma bermodal keberanian itu, memang mendapat tempat di hati masyarakat karena suksesnya sebagai pengusaha dan sumbangan-sumbangannya kepada masyarakat. Sebuah sekolah, lengkap dengan perpustakaan dan laboratorium, didirikannya. "Hampir semua masjid di Samarinda mendapat bantuannya," tutur seseorang. Termasuk Masjid Baitur Rahim. di Sungaipinang yang bernilai lebih dari Rp 100 juta. Selain mengirim alim ulama beribadah haji dan piknik ke Hong Kong, Tomo pernah puia mengirim beberapa karyawannya pergi haji. Tentu tak semua orang suka - di antaranya karyawan yang merasa kurang mendapat kemurahannya. Protes tentang uang makan pada 1981 dan tuntutan kenaikan uang lembur, yang sampai kini belum teratasi, menggerogoti kejayaan Tomo. Bekas-bekas karyawan itulah yang melaporkan segala urusan Tomo kepada kejaksaan. "Semua data kejaksaan berasal dari orang dalam," tutur seoranœ pejabat Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur. Segi laim, tiga perusahaan pemegang hak pengusahaan hutan (HPH), dan tiga industri plywood di Loa Janan dan Gresik, menjadikan Tomo, yang gagal sebagai vote getter dalam pemilu lalu (ia calon Golkar keempat untuk DPRD tingkat I Kalimantan Timur), sebagai pengusaha plywood tangguh. Konon, dia menguasai pasaran di Amerka Serikat dan Hong Kong. Bahkan, berkat hubungan baiknya dengan seorang pejabat tinggi, perusahaannya mampu menembus pasaran Timur Tengah. Persaingan dengan usaha sejenis tajam. Tapi setelah Jos Soetomo diperkarakan, ekspor plywood nya menurun drastis. "Pasaran Amerika dan Hong Kong terguncang," tutur seseorang yang dekat dengan Tomo. Sejak Juli lalu ekspor menurun. Malahan pada bulan November, tidak ada ekspor sama sekali. Itu semua tentu bukan soal hukum. Perkara tampak tak "seberat" dugaan semula. "Bagi pengadilan, ini perkara biasa," ujar Abdul Kadir Maapong, S.H., hakim ketua. Sumber lain di pengadilan menyebutkan, yang memperbesar adalah nama Tomo sendiri, dan penuntut umum yang didatangkan dari Kejaksaan Agung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini