Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Dibujuk rayu dana revolusi

Gara-gara disebut "dana revolusi" bisa memberi keuntungan 10 kali lipat, sejumlah warga menyetorkan uang ke PT SSM. hasilnya?

7 Mei 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DANA Revolusi rupanya bisa membujuk rayu. Jika bisa dicairkan, dana yang katanya parkir di sebuah bank Swiss itu bisa memberi untung 10 kali lipat kepada nasabah. Dana Revolusi adalah "tabungan" di zaman Bung Karno untuk membiayai revolusi Indonesia yang konon "belum selesai". Untuk mencairkan dana tadi perlu pula dana besar. Dan ramailah warga di Banjarnegara, Jawa Tengah, menjadi penyandang dananya di PT Sunyi Sinar Manunggal (SSM). Seorang yang tergiur pada ajakan itu di Banjarnegara adalah Nyonya Tahtimatun, 35 tahun. Dua tahun lalu, sebanyak lima kali, ia menyetor Rp 15,4 juta kepada Yusuf Abu Syukur, 50 tahun - yang menyebut dirinya direktur PT SSM. Setoran itu tanpa bukti pembayaran. Jumlah yang terkumpul dari 80 nasabah mencapai Rp 400 juta. Setelah ditunggu dua tahun, ternyata "dana revolusi" itu tidak ngucur dari bank di Swiss. Karena itu, Tahtimatun bermaksud menarik uangnya. "Saya tidak ingin jadi penyandang dana lagi," katanya kepada Yusuf. Berkali-kali menagih, ia cuma dijanjikan. Tahtimatun kesal. Kemudian ia mengadu kepada sepupunya, M. Djufri Ikhsan, anggota DPRD di Banjarnegara. Berbekal keterangan itu, Djufri lalu mencari tahu. Dan ia kaget mendapat fakta ini: "Ada yang rela menjual rumah, lalu duitnya disetor untuk mendapat bagian Dana Revolusi." Djufri juga diberi info: PT SSM punya akta pendirian dari notaris dan izin Bupati. Tapi bak berurusan dengan siluman, kantor perusahaan yang tanpa menggantungkan papan nama itu cuma di rumah yang dikontrak Yusuf Abu Bakar. Dari Banjarnegara, Djufri memburu ke kantor pusat PT SSM di Jalan Ampera Gang Kenanga, Jakarta Selatan. Ternyata, di "kantor" itu tidak ada kegiatan. Maka, ia makin sengit mendesak Yusuf agar membayar kembali uang Tahtimatun. Berhasil. Pada 20 April lalu, dibayar Rp 10 juta. Sisanya yang Rp 5,4 juta dijanjikan kemudian. Sejak itu, ramai-ramailah para nasabah menarik uangnya dari Yusuf. Akhirnya, Yusuf membuat pengumuman lewat dua radio swasta, Maung Sakti dan Selomanik, di Banjarnegara. Para nasabah dijanjikan bisa menarik uang mereka pada 16 April. Lalu, diralat lagi menjadi 20 April. Kemudian diubah lagi, dibayar pada 26 April. Begitu jatuh tempo, batal lagi. "Rekeningnya belum cair," kata Yusuf. Diundurkan lagi menjadi tanggal 17 Mei mendatang. Saat itu, menurut Yusuf kepada TEMPO, "Saya jamin dananya akan cair. Dan akan saya bayar kontan semua utang saya, baik kepada karyawan dan penyandang dana." Menurut Yusuf, PT SSM mempekerjakan 68 pegawai dengan jumlah gaji Rp 150 juta, tapi belum ia bayar. Selain itu, Yusuf membantah uang nasabah yang di tangannya berjumlah Rp 400 juta. "Persisnya Rp 136 juta, milik 78 nasabah," katanya. Ia mengaku tidak mengiming-imingi keuntungan 10 kali lipat, dan menampik tudingan bahwa dirinya menarik dana dengan dalih mencairkan Dana Revolusi. "Saya gila kalau dana itu berasal dari Dana Revolusi. Saya tidak tahu soal yang menjadi urusan Bapak-bapak itu," katanya. "Bisnis saya ini biasa. Kerja sama biasa. Sifatnya intern, tidak pakai kuitansi saat mereka menyetor," kata Yusuf. Ada yang menyetor Rp 5.000 dan ada pula yang jutaan rupiah. Perusahaannya itu bergerak di bidang kontraktor, pertambangan, perkebunan, pertanian, peternakan, perdagangan umum, dan jasa. Dan atas jasa Sutikno di Jakarta, PT SSM akan meminjam dana Rp 5 miliar dari luar negeri, lewat BRI. Siapa Sutikno, tak bersedia disebutnya. Jika dana itu cair, rencananya, akan dipakai membuka usaha peternakan. Selain itu, jika dana itu terwujud juga bisa dipinjam nasabah. "Tentu harus dikembalikan," kata Yusuf. Mengapa Nyonya Tahtimatun berbalik dan menarik kembali uangnya? "Namanya juga orang, bisa berubah pendapat," komentar Yusuf. Menurut dia, sisa setoran Tahtimatun tinggal Rp 1,4 juta lagi. Rupanya, soal sisa setoran itu bisa jadi perdebatan - karena jumlah yang disetor tanpa ada bukti pembayaran. Alasan Yusuf, "Landasannya waktu itu adalah ikhlas." Soal ikhlas itu pula yang disadari suami-istri Hadi yang menyetorkan Rp 10 juta kepada Yusuf. "Namanya juga usaha, ada yang berhasil ada yang tidak," kata istri Hadi, yang juga karyawan di PT SSM. Kini urusan mencairkan "dana revolusi" itu diteliti polisi. Yusuf belum ditangkap, kecuali diawasi. "Kami selalu menyertakan seorang anggota polisi untuk mengawal Yusuf kalau ke Jakarta untuk mengurus pencairan dana," kata Letnan Satu Hadi Ramdani, Kepala Satuan Reserse Kepolisian Resor Banjarnegara.Widi Yarmanto dan Moch. Faried Cahyono (Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum