Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Dibunuh surat

Maruap sianturi, pegawai pu pematangsiantar, membunuh istrinya: winarti, karena cemburu. maruap menemukan sepucuk surat cinta di saku rok winarti yang lagi dicucinya. padahal winarti baru melahirkan.

5 November 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CEMBURU memang bisa membuat orang kalap. Tapi kekalapan Maruap Sianturi, 32 tahun, pegawai PU Seksi Cipta Karya Pematangsiantar, terhitung luar biasa. Gara-gara cemburu, Jumat dua pekan lalu Maruap membabi-buta menikam istrinya, Winarti, 28 tahun, bertubi-tubi. Akibatnya wanita yang sudah dinikahinya tujuh tahun lalu itu tewas. Kecemburuan Maruap itu bermula ketika lelaki itu pada awal bulan lalu mencuci pakaian kotor di rumahnya, karena istrinya baru saja melahirkan anak keempatnya. Ia tiba-tiba tersentak karena menemukan sepucuk, surat di saku rok Winarti yang lagi dicucinya. Isi surat itu benar-benar membuat darahnya mendidih. Seorang lelaki bernama Belian, dari Jambi -- tempat istrinya selama ini berdiam dan mengajar sebagai guru SD -- di surat itu menanyakan kesehatan Winarti dan bayinya. Belian juga mengutarakan bahwa ia telah membeli tempat tidur untuk mereka. "Cepatlah pulang, Sayang. Papa rindu," tulis Belian di surat berbau skandal itu. Winarti sejak 1982 memang bertugas sebagai guru di SD Lubuksepuh, Bangko, Jambi. Semula, Maruap ikut istrinya di daerah itu. Tapi karena mendapat pekerjaan di Pematangsiantar, pada 1983, Maruap terpaksa berpisah tempat dengan istrinya. Hanya sekali tiga bulan ia bisa mengunjungi istrinya, atau Winarti yang datang ke Pematangsiantar. Maruap segera mengusut Winarti. Tapi wanita itu kontan merampas surat tersebut dari tangan suaminya. Akibatnya, surat itu robek. Tak tahan lagi, Maruap menampar pipi bininya. Perang mulut pun meletus. Hari itu juga Maruap berangkat ke rumah orangtuanya di Medan. Di situ, ia menuturkan semua kejadian itu. Pada 6 Oktober lalu, kedua mertua Winarti muncul di Pematangsiantar. Winarti pun diadili. Winarti cuma mengaku pernah menyurati Kepala SD tempat ia bertugas agar mengirimkan gaji dan catu berasnya. Tapi entah kenapa, katanya, justru Belian, yang bertugas sebagai sopir pengangkut catu beras, membalas suratnya. "Saya kira, dia main-main saja," kata Winarti tenang. Hanya saja, ia terdiam ketika pihak mertuanya bertekad hendak mengirim utusan ke Jambi untuk mengecek kebenaran ceritanya. Kecurigaan Maruap tentu saja semakin membara. Apalagi Winarti kerap mengancam akan kembali ke Jambi walau masa cutinya belum habis. Puncaknya, pada 21 Oktober lalu, ketika Maruap melihat Winarti telah siap hendak berangkat, dengan membawa bayinya. "Bah, jadi juga kau berangkat ke Jambi?" tanya Maruap. "Ya, apa urusan kau," jawab Winarti. Keberangan Maruap tak terbendung lagi. Sebuah tamparan melayang ke pipi kanan perempuan itu. Winarti pun tak hendak mengalah. Ia balik memaki-maki seraya menjambak rambut suaminya. Meruap pun hilang kontrol. Ia memukul tengkuk istrinya, hingga wanita itu mengaduh kesakitan. Tapi Maruap tak lagi peduli, bahkan juga terhadap tangis putrinya, Ellis, 4 tahun, yang menyaksikan perkelahian itu. Ia, bagai kesetanan, berlari ke dapur dan muncul kembali dengan pisau terhunus. Tanpa pikir lagi, ia menusukkan pisau itu bertubi-tubi ke arah dada, lengan, dan kaki Winarti. Wanita itu roboh. Ellis menjerit sehingga tetangga berhamburan ke rumah itu. Tapi sudah terlambat. Winarti tewas ketika dibawa ke rumah sakit. Kini, di tahanan, Maruap cuma bisa menyesali perbuatannya. Sejak mendekam di balik jeruji besi itu, ia mengaku kerap bermimpi didatangi arwah mendiang istrinya. "Tolonglah, serahkan bayi itu pada ayahnya yang sebenarnya," ujar Maruap kepada TEMPO, mengutip mimpinya. Tapi siapa sebenarnya ayah bayi itu? Cuma mendiang Winarti yang bisa memastikannya. Sementara itu, Kapolres Simalungun, Letkol. D. Rivai Siregar, berjanji akan mengusut kebenaran surat cinta itu ke Jambi. Bersihar Lubis & Sarluhut Napitupulu (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus