Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tentara Nasional Indonesia (TNI) menyatakan tiga anggota yang menjadi tersangka kasus penembakan bos rental mobil, Ilyas Abdurrahman, akan disidang di pengadilan militer. Ketiganya adalah Sersan Satu (Sertu) AA, Sertu RH, dan Kelasi Kepala (KLK) BA.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Terkait desakan publik agar anggota TNI yang melakukan tindak pidana harus diadili di peradilan sipil atau umum, tidak dapat dilaksanakan karena militer aktif," kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayor Jenderal Hariyanto saat dikonfirmasi Tempo, dikutip Jumat, 10 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menjelaskan hal ini sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Beleid itu menyebutkan bahwa pengadilan militer berwenang mengadili prajurit yang pada saat melakukan tindak pidana adalah militer aktif.
"Dengan demikian, terhadap permasalahan tiga Prajurit TNI tersebut akan diadili di Pengadilan Militer karena ketiga prajurit TNI tersebut tunduk pada justisiabel pengadilan militer," tutur Hariyanto.
Sebelumnya, muncul desakan agar tiga anggota TNI AL tersangka penembakan bos rental di rest area KM 45 Tol Tangerang-Merak pada 2 Januari 2025 lalu diadili di pengadilan umum. Direktur Imparsial Ardi Manto Putra ragu Puspomal akan mengusut tuntas keterlibatan tiga anggotanya tersebut.
Kasus ini, menurut dia, menambah panjang catatan sistem peradilan militer tidak cakap dalam memproses kejahatan pidana umum yang dilakukan anggota TNI. "Untuk itu, kami selalu menyarankan prajurit TNI yang terlibat dalam tindak pidana umum harus diproses melalui sistem peradilan umum," tutur Ardi, dikutip dari Koran Tempo Edisi Rabu, 8 Januari 2025.
Ia menilai, landasan hukum untuk menyeret anggota TNI yang melakukan tindak pidana ke peradilan umum cukup kuat. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2024 tentang Tentara Nasional Indonesia serta Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VII tentang Peran TNI dan Peran Polri menyatakan anggota TNI yang melakukan tindak pidana bisa diadili dengan peradilan umum.
Yang menjadi hambatan, menurut dia, adalah UU Peradilan Militer. Undang-undang yang dibuat sebelum era reformasi itu masih menetapkan anggota TNI yang terlibat pidana umum diproses melalui peradilan militer. Padahal, kata Ardi, revisi UU Peradilan Militer adalah mandat UU TNI.
"Kami menyarankan pemerintah segera membuat perpu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang) ihwal revisi peradilan militer," kata Ardi.