Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Vonis

Pn jakarta pusat memvonis hukuman 12 tahun penjara kepada muhammad hud alias uud. dituduh membakar rumah orang, sehingga salah seorang penghuni rumah, ny. dewiana, tewas terpanggang. tapi uud naik banding.

5 November 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUHAMMAD Hud alias Uud berteriak geram ketika Ketua Majelis Hakim Sulaiman Efendi membacakan vonisnya, Senin pekan ini, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. "Itu fitnah...! Fitnah...!" teriak lelaki bertubuh kekar dan berkulit hitam ini. Uud dipersalahkan membakar rumah orang sehingga salah seorang penghuni rumah, Nyonya Dewiana, 66 tahun, tewas terpanggang. Karena itu, hakim menganjar Uud hukuman 12 tahun penjara. Bukan hanya Uud yang tak puas atas vonis itu. Jaksa Sharifuddien Sham, yang sebelumnya menuntut Uud hukuman penjara seumur hidup, kontan banding. "Ini sesuai dengan ketentuan Kejaksaan Agung. Jaksa harus banding bila vonis hakim di bawah sepertiga tuntutan," kata Sharifuddien Sham. Dengan demikian, baik Uud maupun jaksa resmi menyatakan banding begitu hakim mengetukan palunya. Alkisah, pada 28 November 1987 dinihari, sekitar pukul 02.30, sebuah rumah di Jalan Kebon Kacang X/4, Jakarta Pusat, tiba-tiba saja terbakar tanpa jelas penyebabnya. Api dengan cepat membesar, menjilat plafon rumah dan menyambar mobil Daihatsu Hijet yang diparkir di depan rumah. Dalam tempo singkat api sudah mengurung rumah beserta enam penghuninya. Keenam penghuni rumah hanya bisa berteriak-teriak dari dalam rumah. Putus asa mereka kemudian berkumpul di kamar mandi dan mengguyur tubuh mereka dengan air. Di tengah kepanikan itulah seorang tetangga mereka, Muhammad Hud alias Uud, menjadi juru selamat. Ia menjebol tembok pagar dan membuat pintu darurat. Semua penghuni rumah selamat, kecuali Nyonya rumah, Dewiana. Ibu tua itu terpanggang hidup-hidup di rumahnya. Selain itu, tiga buah mobil penghuni rumah, Hijet, Volvo, dan Mercy Tiger ikut musnah. Kerugian ditaksir sekitar Rp 300 juta. Kebakaran itu mencurigakan, karena api membesar dengan cepat. "Melihat bukti-bukti, jelas ada yang merencanakan kebakaran itu," kata sebuah sumber di Polres Jakarta Pusat. Keluarga korban justru mencurigai si juru selamat Uud-lah yang melakukan kejahatan itu. Menurut mereka, Uud memang sering memeras keluarga Dewiana. Biasanya mereka memberi Uud uang Rp 5 ribu sampai Rp 10 ribu setiap Uud datang. Tapi sehari sebelum peristiwa kebakaran itu keluarga Dewiana menolak. Akibatnya, Uud marah dan mengancam. "Kalau nggak ngasih, awas. Gue bunuh, lu, gue bakar lu," kata Uud, seperti diceritakan keluarga korban. Uud memang dikenal sebagai "jagoan" di seantero Kebon Kacang. Ia selain suka memeras juga sering memukul penduduk. Petugas siskamling pun pernah dipukulnya. Bahkan ia juga pernah ketahuan mencoba membakar rumah penduduk. Suatu hari ia melemparkan bara api ke atas loteng rumah orang. Untung, segera ketahuan sehingga tak mengundang malapetaka. Sebab itu pula beberapa ketua RT dan RW setempat membuat surat kelakuan buruk buat Uud. Berdasarkan itu polisi menangkap Uud. Di persidangan, kemudian, terbukti pada malam kebakaran itu, Uud menyuruh seorang anak, Taufik, 14 tahunj membeli bensin dengan kantung plastik, rokok, dan geretan. Kepada anak itu, Uud berpesan agar tak menyebutkan namanya bila ada yang menanyakan soal bensin itu. Bensin dan rokok itu, kata Taufik, kemudian diserahkannya di depan rumah Uud. Menurut berita acara, Uud membungkus kantung plastik berisi bensin itu dengan kain yang telah dibasahi bensin. Kemudian sebatang rokok dinyalakannya dan dihubungkannya dengan pentol korek api. Semua itu ditaruhnya di sebuah jok kursi di depan rumah Dewiana. Ketika bara rokok sampai ke pentol korek, api pun menyala dan menghanguskan seluruh rumah itu. Tapi celaka bagi Uud, perbuatannya terlihat oleh Puryadi, tetangga di depan rumahnya. Saksi itu terbangun ketika mendengar teriakan kebakaran. Puryadi, di kesaksian tertulisnya, mengaku melihat Uud melompat pagar pada saat kebakaran terjadi. Berdasarkan semua itu, Jaksa Sharifuddien menuntut Uud hukuman penjara seumur hidup. Yang memberatkan terdakwa, menurut jaksa, pernah dihukum, tidak memperlihatkan penyesalan serta memberi keterangan berbelit-belit. "Dia suka memeras dan mengancam penduduk. Dia memang residivis lepasan Salemba," kata Sharifuddien kepada TEMPO. Tuntutan jaksa itu dianggap kuasa Uud, Pengacara R.M. Dadang Sadewa, keterlaluan. "Semua tuduhan terhadap Uud itu hanya skenario yang dibuat-buat. Memang benar Hud orangnya agak bandel, tapi jelas tidak ada hubungan antara beli bensin dan kejadian kebakaran itu," kata Sadewa. Dalam pembelaannya, Sadewa menuduh saksi Puryadi bertindak sebagai saksi palsu. Uud membantah bahwa ia suka memeras, apalagi membakar rumah tetangga. "Rumah orangtua saya 'kan bisa ikut terbakar," kata Uud kepada TEMPO. Yang sebenarnya, kata Uud lagi, malam itu ia menyuruh Taufik membeli bensin untuk menghidupkan mobil Toyota yang dipinjamnya dari Gatot, seorang pemuda yang indekos di rumahnya. "Karena nggak ada tempatnya, saya suruh cari plastik," kata tamatan SLA tersebut. Gatot membenarkan bahwa malam itu bensin mobilnya habis. Tapi ia tak tahu bahwa Uud hendak memakai mobilnya malam itu. Sebab, katanya, kunci kontak mobil itu selalu diletakkannya di atas kulkas. Sebab itu pula ia tak tahu apakah mobilnya dikeluarkan Uud sebelum atau ketika kebakaran terjadi. Karena itu, semula Uud memprotes vonis tersebut. "Saya tak melakukan itu, biar saya dihukum tiga kali seumur hidup pun. Hanya Tuhan yang tahu," kata Uud dengan tenang sambil menggendong anak terkecilnya. Istri Uud, Evi, tak mempercayai suaminya bisa berbuat begitu. "Saya tidak mengerti bahwa suami saya itu dikatakan memeras orang lain, apalagi sampai membakar rumah," katanya. Sebab, suaminya yang bekerja sebagai tukang reparasi AC, katanya, hidup berkecukupan dari bunga deposito, sumbangan familinya. Selain itu, Uud, yang menikahinya tujuh tahun lalu dan memberinya empat anak, katanya, selalu diberinya uang jajan dan rokok. W.Y., Muchsin Lubis, dan Moebanoe Moera (Biro Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus