Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kabag Gakkum Biro Provos Divisi Propam Polri Komisaris Besar Susanto Haris mengira ada teroris ketika ia diperintah atasannya, eks Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo, untuk datang ke rumah dinas Duren Tiga membawa senjata laras panjang dan rompi antipeluru. Perintah itu disampaikan setelah kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat pada 8 Juli lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kombes Susanto Haris mengatakan pada pukul 17.20 WIB, ia mendapat perintah dari Kepala Biro Provos saat itu, Brigadir Jenderal Benny Ali, untuk membawa senjata laras panjang dan rompi antipeluru ke rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga. Ia pun berangkat dari kantor Divisi Propam Polri menuju Duren Tiga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya pikir kok bawa senjata laras panjang dan body vest (rompi). Apa ada teroris? apa ada anggota yang marah?” kata Susanto saat bersaksi di sidang pembunuhan Yosua dengan terdakwa Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 28 November 2022.
Susanto mengatakan ia bersama Karo Provos Brigjen Benny Ali berangkat ke Duren Tiga pukul 17.24 WIB. Mereka mengendarai dua mobil membawa masing-masing senjata laras panjang dan rompi.
“Berapa senjata yang dibawa?” tanya hakim.
“Kami bawa satu body vest dan satu senjata laras panjang. Di mobil lain bawa dua body vest dan senjata laras panjang,” jawab Susanto.
“Senjata jenis apa?” tanya hakim lagi.
“Kami kurang paham kalau senjata, kami tidak paham jenisnya. Tetapi bawa senjata laras panjang dan body vest,” ujar Susanto.
Susanto adalah salah satu dari daftar 17 saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum di sidang Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf hari ini. Ketiganya terlibat pembunuhan berencana Yosua di rumah dinas atasannya di Kompleks Polri Duren Tiga Jakarta Selatan.
Dalam dakwaan yang dibacakan penuntut pada 17 Oktober lalu, Ferdy Sambo menyusun skenario pembunuhan Yosua di lantai tiga rumah pribadinya di Jalan Saguling 3, Jakarta Selatan, 8 Juli 2022. Perintah menembak tidak disanggupi Ricky Rizal, namun Richard Eliezer menyanggupi.
Eksekusi Yosua berlangsung antara pukul 17.11-17.16 ketika Ferdy Sambo tiba di rumah dinas Kompleks Polri Duren Tiga. Ferdy Sambo memegang leher belakang Yosua dan mendorongnya hingga berada di depan tangga lantai satu. Yosua berhadapan dengan Ferdy Sambo dan Richard Eliezer, sementara Kuat Ma’ruf berada di belakang Ferdy Sambo dan Ricky Rizal bersiaga apabila Yosua melawan. Kuat Ma’ruf juga menyiapkan pisau yang ia bawa dari Magelang untuk berjaga-jaga apabila Yosua melawan.
Tanpa memberikan kesempatan kepada Yosua untuk mengetahui duduk persoalannya, Ferdy Sambo langsung memerintah berteriak kepada Richard, “Woy! Kamu tembak! Kamu tembak cepat! Cepat woy kau tembak!” teriak Ferdy ke Richard. Richard lantas menembak Yosua dengan pistol Glock-17 yang sudah disiapkan. Richard menembak sebanyak tiga atau empat kali hingga Yosua terjatuh dan terkapar.
“Kemudian Ferdy Sambo menghampiri Yosua saat merintih kesakitan. Ferdy kemudian menembak kepala bagian belakang sisi kiri Yosua untuk memastikan Yosua meninggal dengan mengeniakan sarung tangan hitam,” kata dakwaan Penuntut.
Setelah Yosua atau Brigadir J meninggal pada pukul 17.16 WIB, Ferdy Sambo menembakan pistol HS milik Yosua ke dinding tangga. Ferdy Sambo juga menggunakan tangan kiri Yosua untuk menembakan pistol HS ke arah TV untuk skenario seolah-olah terjadi adu tembak. Setelah membunuh Yosua, Ferdy Sambo memerintahkan bawahannya untuk menutupi jejak pembunuhan dan menyebarkan skenario pelecehan seksual Yosua terhadap istrinya.