Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengkritisi soal sikap sopan yang dapat meringankan vonis pengadilan bagi koruptor. Terbaru, terdakwa kasus korupsi timah Harvey Moeis divonis kurungan penjara 6,5 tahun dengan salah satu pertimbangan yang meringankan adalah bersikap sopan di persidangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sopan itu kewajiban, bukan hal yang dapat meringankan, jadi kesannya mencari-cari alasan meringankan saja," ujar Fickar kepada Tempo, pada Senin, 6 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, sikap sopan yang masih menjadi pertimbangan untuk meringankan vonis di pengadilan harus dievaluasi. Jikapun seseorang bersikap tidak sopan di pengadilan, kata dia, petugaslah yang mesti menertibkannya.
"Harus dievakuasi, tidak konteks berat ringannya hukuman dikaitkan dengan kesopanan. Orang yang tidak sopan di pengadilan ditertibkan petugas, bukan ranah putusan hakim," tuturnya.
Fickar menegaskan, setiap koruptor harus dihukum seberat-beratnya. "Seharusnya (pelaku) korupsi itu dihukum seberat-beratnya, kecuali tidak bisa mengembalikan kerugian negara seperti perhitungan jaksa," kata Fickar.
Sebelumnya, Hakim Ketua Eko Aryanto mengatakan Harvey terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) secara bersama-sama. Dia dihukum pidana penjara 6,5 tahun, setengah dari tuntutan jaksa. Harvey terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ke-1 KUHP.
Selain pidana penjara, Harvey juga dikenakan pidana denda sebesar Rp 1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama enam bulan. Majelis hakim turut menjatuhkan pidana tambahan kepada Harvey berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 210 miliar subsider dua tahun penjara.
Dalam menjatuhkan putusan, majelis hakim mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan dan meringankan. Hal memberatkan, yakni perbuatan Harvey dilakukan saat negara sedang giat melakukan pemberantasan terhadap korupsi.
"Sementara hal meringankan, yaitu terdakwa berlaku sopan di persidangan, mempunyai tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum," kata Eko dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 23 Desember 2024, seperti dikutip Antara.