Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat (BBHAR) Pusat PDIP menggugat perdata politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Ade Armando membayar kerugian materiil Rp 1 miliar dan imateriil Rp 200 miliar. Apa perkaranya?
Versi Ade Armando
Dilansir dari Tempo, Ade menjelaskan gugatan perdata yang dilayangkan kuasa hukum PDIP itu terkait unggahan videonya yang berjudul “Benarkah Megawati Ngamuk Karena Kaesang Gabung PSI” di kanal YouTube AdeArmandoOfficial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Mereka mempersoalkan video saya di kanal Youtube @AdeArmandoOfficial, yang berjudul ‘Benarkah Megawati Ngamuk Karena Kaesang Gabung PSI,” kata Ade, Senin kemarin, 23 Oktober 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam video itu, kata Ade, dia mengkritisi sebuah video singkat yang seolah menggambarkan peristiwa masuknya Kaesang Pangarep ke PSI telah menimbulkan gejolak di internal PDIP.
Meski Ade menilai video itu kabar dusta alias hoax, tetapi terlihat samar tokoh terkemuka di PDIP dan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
“Dalam video hoax itu digambarkan bahwa Megawati marah besar di rumahnya di Jalan Teuku Umar begitu ada pengumuman Kaesang masuk ke PSI. Megawati marah ke Hasto, Ganjar, dan Bahkan Kepala BIN. Video itu juga menggambarkan adanya pertarungan antara kubu Megawati melawan kubu Jokowi,” kata Ade.
Ade mengatakan video pendek yang merekam kemarahan Megawati semacam itu harusnya diragukan kebenarannya.
Ade pun juga mengutip bantahan dari Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto tentang adanya pertemuan di kediaman Megawati Teuku Umar.
“Saya juga menyatakan, Hasto membantah adanya keretakan hubungan Jokowi dan Megawati,” kata dia. “Saya bilang, video ini dengan sengaja berusaha membangun kesan adanya perpecahan di dalam tubuh PDIP tanpa ada informasi penunjang.”
Oleh karenanya, Ade merasa heran karena dirinya dituduh menyebar kabar dusta alias hoax sekaligus digugat secara perdata.
Gugatan itu dilakukan, menurut Ade, karena menimbulkan kerugian elektoral dan berdampak pada turunnya elektabilitas dan suara PDIP.
“Video saya itu juga dianggap akan menimbulkan gejolak, kerusuhan, dan pertikaian,” kata dia. “Selain itu saya harus minta maaf secara tertulis di Kompas, Koran Tempo, dan Jakarta Post dan di akun Youtube saya selama 3 hari berturut-turut.”
Selanjutnya: Versi BBHAR PDIP
Versi BBHAR PDIP
Sebelumnya, BBHAR Pusat PDIP menggugat Ade secara perdata. Dalam gugatan itu, Ade dituntut membayar kerugian materiil Rp 1 miliar dan imateriil Rp 200 miliar. Unggahan videonya itu dinilai merugikan PDIP.
Dilansir dari Tempo, Kuasa Hukum PDIP, Yanuar P. Wasesa, mengatakan laporan ini atas inisiatif mereka.
“Postingan Ade Armando itu layak digugat secara perdata,” kata Yanuar saat dihubungi Tempo pada Senin kemarin, 23 Oktober 2023.
Video berjudul “Lanjutan Kisah Si Mawar Bandel di Negeri Wakanda” itu, Yanuar menilai informasi itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Dalam unggahannya, Yanuar mengklaim Ade secara sewenang-wenang menyebut nama-nama tokoh PDIP dan menguraikan dugaan peristiwa yang dinilai hoax, fitnah, dan tidak dapat diyakini kebenarannya.
Dalam dokumen yang diterima Tempo, tim kuasa hukum PDIP yang berisi 31 advokat itu menuntut Ade membayar kerugian materiil sebesar Rp 1 miliar, immateriil Rp 200 miliar, dan jasa hukum Rp 350 juta, dan menyita seluruh harta milik Ade yang tidak terbatas pada tanah dan bangunan.
Salah satu narasi yang dipersoalkan Yanuar adalah pernyataan Ade pada menit ke 3 dan detik 16 yang dinilai tidak henti-hentinya menyinggung Megawati Soekarnoputri yang marah-marah dan pihak lain yang diklaim merupakan kader terbaik partai.
Sementara itu, Yanuar mengatakan yang dilakukan Ade bukan persoalan ruang demokrasi, tetapi perbuatan melawan hukum. Sebagai warga negara, kata dia, pihaknya berhak mengajukan gugatan.
“PDIP berhak juga melakukan gugatan sebagai partai politik yang dirugikan,” kata Yanuar.
Saat ini gugatan itu ditangani oleh Pengadilan Negeri Cibinong dalam perkara perdata nomor 367/Pdt.G/2023/PN pada tanggal 18 Oktober 2023.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.