Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Eks Direktur Utama PT PLN Nur Pamudji divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 kurungan dalam kasus korupsi PLN terkait pengadaan BBM jenis High Speed Diesel (HSD).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Menyatakan terdakwa Nur Pamudji terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi pengadaan BBM jenis High Speed Diesel (HSD) PT PLN pada 2010-2014," ujar Jaksa Yanuar Utomo saat dikonfirmasi pada Selasa, 14 Juli 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, barang bukti sebesar Rp 173 miliar bakal dirampas untuk dikembalikan ke kas negara.
Yanuar mengatakan, dalam pembacaan vonis ini, salah satu hakim anggota, Suparman Nyoman mengajukan dissenting opinion atau pendapat yang berbeda dalam suatu putusan.
"Iya, beliau mengajukan dissenting opinion," ucap Yanuar. Menurut Suparmna, negara tidak mengalami kerugian karena Nur Pamudji yang dianggap telah melakukan penghematan pasokan BBM jenis HSD.
Kasus ini bermula dari kebutuhan 9 juta ton BBM PLN pada 2015. Saat itu PLN membuka tender pengadaan 2 juta ton yang dibagi menjadi lima tender. Sedangkan sisanya, 7 juta ton, diadakan Pertamina tanpa melalui tender.
Melalui tender, Pertamina memenangi satu kontrak dengan harga penawaran lebih rendah daripada harga jual. Sedangkan empat tender lain dimenangi Shell. Namun karena posisi Shell sebagai produsen asing, empat tender yang dimenangi perusahaan itu ditawarkan kembali ke produsen dalam negeri yang bisa memasok dengan harga setara. Belakangan, Pertamina dan PT (TPPI) dimenangkan karena bisa menyaingi harga yang ditawarkan Shell.
Dengan demikian, empat tender yang dimenangi Shell diambil alih Pertamina dan TPPI masing-masing dua tender. Akibatnya, ada dua harga yang berbeda dalam pembelian BBM oleh PLN ke Pertamina. Harga pertama merupakan harga penunjukan langsung, sedangkan harga kedua diperoleh lewat tender. Inilah yang kemudian memicu penyidikan polisi.
ANDITA RAHMA | M. ROSSENO AJI