Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pada 27 April 2024, mantan Rektor Unila, Karomani dituntut oleh JPU dengan hukuman 12 tahun kurungan penjara dikurangi selama terdakwa dalam masa tahanan dan pidana denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan dengan perintah terdakwa tetap ditahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karomani telah terbukti memenuhi unsur dan secara sah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama. Terdakwa sebagai penyelenggara negara seharusnya tidak boleh menerima gratifikasi sehingga tindakan ini bertentangan dengan dirinya sebagai penyelenggara negara.
Salah satu unsur yang diduga hadiah merupakan akibat penyelenggara negara melakukan atau melakukan atas nama jabatannya dan bertentangan dengan kewajibannya. Namun, dalam unsur tersebut ada kesalahan karena melakukan sesuatu yang dilakukan dengan kesengajaan. Akibatnya, dalam sidang tersebut, terdakwa juga dituntut membayar pengganti kerugian negara sebesar Rp10.235.000.000 dan 10.000 dolar Singapura, jika tidak, akan dilakukan upaya paksa oleh jaksa untuk menyita aset dan harta kekayaan terdakwa, sebagaimana diberitakan Antaranews.
Usai tuntutan dibacakan, Hakim Ketua Lingga Setiawan menjelaskan bahwa atas tuntutan tersebut, terdakwa dapat mengajukan pledoi atau pembelaan sehingga sidang ditunda sampai 2 Mei 2023 kelak.
Setelah tuntutan mantan Rektor Unila dibacakan, JPU membacakan tuntutan untuk dua terdakwa lainnya, Ketua Senat Unila, M. Basri dan mantan Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila, Heryandi yang berada dalam perkara korupsi sama tentang penerimaan suap Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) Unila 2022. KPK pun telah menetapkan satu orang tersangka lainnya yang berperan sebagai pemberi suap dari pihak swasta, yaitu Andi Desfiandi.
Kronologi Kasus Mantan Rektor Unila
Pada 20 Agustus 2022, Rektor Unila, Karomani tertangkap tangan oleh KPK di Bandung yang sedang ditemani sejumlah pejabat rektorat lainnya. Karomani tertangkap atas dugaan penerimaan suap senilai sekitar Rp2 miliar. KPK akhirnya memanggil anggota DPR dalam kasus suap PMB Unila ini. Salah satu petinggi DPR yang dipanggil KPK adalah Muhammad Kadafi, anggota Komisi X DPR RI. Pemeriksaan tersebut dilakukan pada 12 Desember 2022.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri menjelaskan bahwa anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu bukanlah satu-satunya orang yang diperiksa oleh KPK. Ali juga memeriksa pimpinan BNI Cabang Tanjung Karang, Bandar Lampung, Imam Bustami.
Setelah melakukan beberapa kali pemeriksaan oleh pihak berwajib, mantan Rektor Unila, Karomani diduga menerima uang suap dalam tes PMB Unila yang memiliki kewenangan meloloskan mahasiswa dalam program Seleksi Mandiri Masuk Unila atau Simanila 2022. Karomani disebut menetapkan tarif mulai dari Rp100 juta sampai Rp350 juta untuk meluluskan satu orang calon mahasiswa.
Di persidangan, mantan Rektor Unila, Karomani menyebut beberapa nama pejabat yang disebut olehnya memakai jasanya untuk meloloskan calon mahasiswa titipan. Nama-nama tersebut, diantaranya adalah Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan dan Wakil Komisi I DPR RI, Utut Adianto. Namun, sebelum Kadafi, Ali Fikri menyebutkan bahwa KPK telah memeriksa anggota Komisi V DPR RI, Aryanto Munawar dan Bupati Bandar Lampung Barat, Parosil Mabsus.
Pilihan Editor: Selain 12 Tahun Penjara Eks Rektor Unila Karomani Dituntut Bayar Uang Pengganti Rp 10,235 Miliar dan SGD 10.000
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.