Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Eksekusi Aset Surya Darmadi Dianggap Tak Sesuai Putusan MA, Pengacara Minta Kembalikan Gedung Menara Palma hingga Rumah

Maqdir Ismail, kuasa hukum Surya Darmadi, mengatakan upaya Kejaksaan Agung dalam mengeksekusi aset Surya Darmadi saat ini tak sesuai putusan MA.

17 Juni 2024 | 13.22 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Maqdir Ismail, kuasa hukum terpidana kasus korupsi perkebunan kelapa sawit tanpa izin di Riau pada 2004-2022 Surya Darmadi, mengatakan upaya Kejaksaan Agung dalam mengeksekusi aset Surya Darmadi saat ini tak sesuai putusan Mahkamah Agung atau MA.  “Eksekusi harus sesuai putusan MA. Apa yang disebut oleh Putusan MA sebagai keuntungan ya seluruhnya Rp 2,2 triliun,” ujar Maqdir ketika dihubungi, Sabtu malam, 16 Juni 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sementara saat ini, kata Maqdir, terdapat sejumlah aset sitaan yang sedang dieksekusi. Aset-aset itu, antara lain Gedung Menara Palma, rumah di Bukit Golf PA29, rumah Bukit Golf PE 9, Rumah Simprug garden blok G no 20, perkantoran di Tugu Tani, apartemen Airlangga blok PA 40A, dan apartement airlangga blok CP nomor 30. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Dan uang perusahaan yang disita sekitar Rp 5,1 triliun. Dengan kata lain, nilai uang yang disita saja melebihi kewajiban. Seharusnya yang mereka eksekusi adalah uang senilai putusan MA. Sedangkan sisanya serta rumah, kantor dan kebun seharusnya dikembalikan,” tuturnya. 

Terkait pernyataan Kepala Pusat Penerangan Hukum atau Kapuspenkum Harli Siregar yang menyebut Kejagung tidak kelebihan menyita aset Surya Darmadi, Maqdir Ismail mengatakan Kapuspenkum tidak mendapat informasi secara jelas. “Saya tidak yakin Pak Harli mendapat informasi yang akurat,” kata dia. 

Sebelumnya, Harli Siregar menegaskan penyitaan aset Surya Darmadi tidak berlebihan. “Karena pertimbangan dalam keputusan menyebutkan terdapat hasil kejahatan yang dinikmati oleh korporasi. Oleh karena itu, dilakukan penyidikan terhadap korporasi yang menikmati hasil kejahatan dimaksud. Dan aset tersebut akan dipergunakan dalam perkara korporasi,” ujar Harli kepada Tempo di Kejagung RI, Jakarta Selatan, pada Jumat, 14 Juni 2024. 

Jadi, kata Harli, penyitaan aset tersebut akan dipergunakan untuk perkara korporasi. “Jadi akan disita kembali untuk perkara korporasi. Jelas ya, jadi tidak berlebihan,” tuturnya. Dia pun meminta untuk menunggu hasil penyidikan yang dilakukan. 

Sebagai informasi, kasus korupsi yang menjerat Surya Darmadi bermula saat Bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008, Raja Tamsir Rachman, menerbitkan izin lokasi dan izin usaha perkebunan (IUP) kepada empat perusahaan PT Duta Palma Group.

Keempat perusahaan tersebut adalah PT Banyu Bening Utama pada tahun 2003, seta PT Panca Argo Lestari, PT Palma Satu, dan PT Sebrida Subur pada tahun 2007. Total lahan yang dikuasai empat perusahaan itu mencapai lebih dari 37 ribu hektare.

Pemberian izin tersebut dilakukan secara ilegal dan berpotensi mengakibatkan kerugian pada negara. Sebab, lokasi tempat penerbitan izin itu berada dalam kawasan hutan yang tidak disertai adanya pelepasan kawasan hutan.

Dalam kasus ini, Raja Thamsir Rachman telah divonis 7 tahun penjara dengan kewajiban membayar denda senilai Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan penjara. Kasus ini juga menyeret Gubernur Riau Annas Maamun. 

Annas disebut menerima suap sebesar Rp 3 miliar dari Surya Darmadi melalui Gulat Medali Emas Manurung. Dia pun telah divonis hukuman 1 tahun penjara, namun bebas setelah mendapatkan grasi dari Presiden Jokowi.

AMELIA RAHIMA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus