PERKARA berpangkal dari ucapannya yang memang pedas: "Saudara
mau besar kepala rupanya di sini. Anjing pengacara ingusan
Pengetahuan, harkat dan derajatmu ada di telapak kaki saya."
Maka Yazid Bustomi, justru seorang hakim, hari-hari ini sedang
diadili di Pengadilan Negeri Bandung. Ia harus menghadapi
tuduhan jaksa, yang berdasarkan laporan seorang advokat, telah
melakukan penghinaan di muka umum.
Duduk soalnya diakui oleh Hakim Yazid sebagai berikut. Secara
pribadi, katanya bukan dalam kedudukannya sebagai hakim pada
Pengadilan Negeri Sumedang, ia mendapat kuasa dari seorang yang
disebutnya sebagai "rakyat kecil" untuk mengurus sengketa di
luar pengadilan. "Kliennya" tersebut sedang bersengketa soal
jual-beli truk dengan PD Rejeki Motor. Dalam hal itu Yazid
memandang telah terjadi semacam "penginjak-injakan hukum" dan
penindasan terhadap si lemah oleh pengusaha kaya dengan
memperalat oknum ABRI.
Hakim Yazid, 41 tahun, menyadari kedudukannya tak
memungkinkannya untuk mencampuri urusan dagang di luar
pengadilan. Tapi keadaan di sekitarnya, katanya, memaksanya
berbuat lain. Misalnya, lihatlah, tetangganya banyak terdiri
dari kaum miskin. Sebagai seorang hakim "yang tidak mau hidup di
menara gading," katanya, ia merasa wajib membantu mereka dengan
apaapa yang mungkin dilakukannya. Itulah sebabnya dengan mudah
ia mengulurkan tangan ketika ada orang datang mengeluh begini:
Ia ada membeli sebuah truk dengan cara pembayaran angsuran.
Untuk membayar "si lemah" ini telah menjual sawah ladangnya.
Dengan harapan katanya, truk itulah nanti sebagai ganti mata
pencahariannya. Tapi oleh suatu sebab, PD Rejeki Motor menarik
kembali truk yang belum setahun dikelola pengangsurnya. Terjadi
perselisihan.
Berpendapat, bahwa perkara belum lagi jadi urusan pengadilan,
Yazid mencoba mendamaikan perselisihan tersebut. Gagal. Lalu
Yazid menyarankan agar perselisihan dibawa saja ke pengadilan
sebagai perkara perdata. Secara kebetulan, katanya, ia ditunjuk
sebagai salah seorang anggota majelis yang mengadili perkara
gugatan tersebut. Hingga sidang ke-12, lanjut Yazid kemudian,
kuasa tergugat, Nawawi yang mewakili Rejeki Motor7 tidak pernah
mengajukan sesuatu keberatan dengan duduknya di kursi majelis
sebagai salah seorang hakim perkara itu.
Namun pada sidang berikutnya terjadi insiden Yazid, yang menilai
Nawawi hendak "mendominir" sidang dan "mendikte" majelis,
marah-marah dan menegurnya dengan keras. Ditambah lagi,
ternyata, akibat pengaduan Nawawi kepada Pengadilan Tinggi di
Bandung -- yang menyatakan Yazid telah "menyimpang dari rel
hukum" dengan memihak penggugat -- Ketua Pengadilan Negeri
Sumedang mengeluarkan Yazid dari keanggotaan majelis. Karenanya
di ruang sidang dan ruang tamu, sekitar Mei lalu itulah menurut
jaksa, Yazid mencerca Nawawi di muka umum.
Yazid tidak mengelak -- memang ada melontarkan kata-kata pedas
seperti yang dikutip jaksa. Tapi katanya, semua itu tak
dimaksudkannya untuk menghina atau menyerang nama baik Nawawi.
"Cuma sebagai luapan emosi dan kekesalan saja," katanya.
Pengadilan yang akan menilainya: adakah luapan emosi seorang
hakim boleh dimaklumi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini