Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Empat oknum dengan tiga korban

Pembunuhan ali susanto, istri dan sopirnya di purwokerto, terungkap. 4 oknum polisi terlibat adik kandung ali susanto diduga ssebagai otaknya. motif pembunuhan diduga karena soal warisan. (krim)

3 Maret 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMBUNUHAN Ali Susanto alias Lie Din Lung beserta istrinya dan sopir mereka, di luar dugaan, ternyata dilakukan oknum polisi. Perkara bisa terungkap pekan lalu, meski pembunuhnya telah berusaha menghapus jejak dengan cara yang hampir sempurna: membakar mobil korban, menorek bekas luka tembak agar dikira mati oleh senjata tajam dan membenamkan mayat ke dasar sungai pada tempat yang berjauhan. Kopral Dua Tarjo dan Bhayangkara San. Amran (keduanya nama samaran), menurut Kapolwil Banyumas Letnan Kolonel Koesmiyanto, tertangkap di Banjarmasin 20 Februari lalu. Rekannya, Bhayangkara Satu Pande (juga nama samaran), menyerahkan diri tiga hari kemudian. Yang juga telah ditahan yaitu Eko, 31, adik kandung korban. Dia diduga sebagai otak pembunuhan. Tetapi seorang tersangka lagi, Sersan Satu Komar (bukan nama sebenarnya), sampai Sabtu pekan lalu masih buron. "Lebih baik dia menyerah saja, sebab, ke mana pun larinya pasti akan tertangkap," kata Koesmiyanto . Pembunuhan terhadap Ali Susanto, istri dan sopir mereka, Kuncung, terjadi malam 5 Februari lalu. Mula-mula, polisi Purworejo menemukan mobil Colt miiik korban sudah hangus terbakar di jalan sepi Desa Jenar Lor. Pada 7 Februari, mayat Ali Susanto, 38, ditemukan di bawah jembatan Bogowonto Purworejo. Mayat pemiliktoko kelontong Sentral di Wangon, Purwokerto, itu terikat tali plastik, diganduli karung berisi batubatu besar. Mayat istrinya ditemukan 26 jam kemudian di Sungai Bogowonto itu juga, satu klo arah ke hilir, dalam keadaan hampir sama. Sedangkan mayat Kuncung, 30, ditemukan di tepi pantai di Desa Jangkaran, Kulonprogo, Yogyakarta Pada kepala ketiga korban dijumpai luka cukup dalam. Semula diduga, luka itu diakibatkan oleh benda tajam - karena bentuknya. Ternyata, bentuk luka tadi akibat ulah si pembunuh, dalam upaya untuk menghapus jejak. "Untuk mengenali lubang di kepala itu diakibatkan oleh apa, diperlukan kehati-hatian," kata sumber TEMPO di Bagian Kedokteran Kehakiman Rumah Sakit Sarjito, Yogyakarta, yang melakukan autopsi terhadap para korban. Misalnya luka tembak pada Nyonya Ali, yang terdapat di pelipis, dan tembus ke belakang. Karena bekas luka tembak itu dikorek-korek, kata sumber TEMPO, hampir saja tak bisa dikenali bahwa itu lubang peluru. Yang agak menolong adalah luka di bagian belakang kepala sebelah kiri. Meski dikorek-korek, kata sumber itu, yang rusak ternyata hanya bagian luarnya. Sedangkan bagian dalam masih menunjukkan ciri-ciri bekas tembusan peluru. Dari hasil autopsi itu juga diketahui bahwa sebelum meninggal, kepala Nyonya Ali dibenurkan pada benda keras. "Sebelum mati, ia dalam keadaan ketakutan yang amat sangat pusat saraf otaknya mengkeret," kata sumber tadi. Upaya menghapus jejak dengan cara menoreh bekas luka tembak, agar korban dikira mati karena terluka oleh senjata tajam, tak hanya dilakukan polisi yang sehari-hari bertugas di kepolisian Wangon itu. Polisi lain melakukan hal yang sama terhadap Kartadiwage yang tertembak di hutan Cipane. (Baca: Kalau Wage Disangka Celeng). Selain luka tembak, pada mayat Ali Susanto dan Kuncung pun terdapat bekas penganiayaan dengan benda tumpul. Anehnya luka tembak di kepala Kuncung tetap utuh", tak dikorek-korek. Bekas luka tembak itu masih bisa dikenali, meski mayatnya sudah sempat dikuburkan selama 10 hari. Bisa jadi, bekas luka tembak di kepala sopir itu dibiarkan, toh mayatnya akan segera ditelan Laut Kidul yang ganas. Motif pembunuhan itu sampai pekan lalu masih samar. Polisi menduga, Eko - yang tinggal serumah dengan korban - menghendaki kematian kakaknya gara-gara soal warisan. Orangtua mereka, Lie Hen Nie, diketahui akan menjual sebuah rumah seharga Rp 17 juta. Eko, menurut sumber di Kepolisian Wilayah Banyumas, telah memberikan panjar masing-masing Rp 100.000. Jumlah yang ia janjikan belum di setahun Tetapi, dalam sepucuk surat yang ditulis Amran kepada istrinya, ia menyatakan bahwa istrinya boleh menemui Eko untuk mengambil Rp 4 juta. Uang itu Rp 2 juta milik Tarjo dan yang Rp 2 juta lainnya, kata Amran dapat dipakai untuk keperluannya sendiri. Surat itu, yang dibuat tanggal 16 Februari, memang merupakan kunci terbongkarnya kasus pembunuhan di atas. Surat tadi, menurut sumber di Polwil Banyumas, ditulis dengan bahasa acak-acakan - mungkin karena tergesa-gesa. Sehari sebelumnya, 15 Februari, Amran dan ketiga rekannya memang telah menghilang dari Wangon. Dengan ditemukannya ketiga mayat korban, mereka rupanya mulai sadar bahwa "permainan" mereka akan segera terbongkar. Namun, Pande kemudian menyerahkan diri. Kepada pemeriksa, ia mengaku hanya ikut-ikutan. Yang melakukan pembunuhan, katanya, adalah Tarjo, Amran, dan Komar. Ketiga orang itu jugalah konon yang mengikat korban, membenamkannya ke dalam sungai, lalu membakar mobil korban. Bagaimana duduk soal sebenarnya belum jelas benar. Untuk menangani perkara ini, Komandan Reserse Polda Jawa Tengah Letnan Kolonel Anwari dan wakilnya, Mayor I.J. Nasution, langsung turun tangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus