JUMAT dinihari, 17 Februari 1984. Di sebuah kamar Wisma Pariwisata, Jalan Pattimura, Medan, seorang "pedagang" ganja sedang berunding dengan seorang WNI keturunan Cina. Sang pedagang, yang dalam berbicara menyelip-nyelipkan bahasa Mandarin, sepakat menukar sejumlah morfin dan heroin dengan 46 kg ganja kering. Ia lantas membuka sebuah kantung. Tapi pedagang itu terkejut setengah mati ketika yang muncul dari dalam kantung pedagang Cina itu bukan narkotik, melainkan sepucuk pistol - yang langsung ditodongkan ke arahnya. Ia segera diborgol, tapi teriakannya segera mengundang kedatangan rekannya - lima orang bersenjata pistol - masuk ke kamar itu. Kelima orang itu, yang dipimpin Letnan Satu Z. Bakar, tak lain petugas intel dari Kepolisian Resort Aceh Tenggara. Kini giliran si Cina yang kena todong, tapi tak lama. Hanya dengan dua kali tepukan tangan, Cina tadi telah menghadirkan orang berpistol dalam jumlah lebih banyak, yang tak kalah sigap dibanding rombongan pertama. Tapi baku tembak tak sempat terjadi. Orang bersenjata yang hadir belakangan itu menunjukkan identitas mereka: anggota intel dari Kepolisian Daerah Sumatera Utara. Adapun "WNI keturunan Cina" yang tadi menodong dan ditodong tak lain komandan mereka, Letnan Kolonel Sukardi, Kepala Seksi Intelpam. Wajah dan postur tubuhnya memang mirip Cina. Ia pun fasih berbahasa Mandarin, sehingga penyamarannya sebagai pengedar narkotik mulus. Morfin dan heroin yang dibawa cuma tepung biasa. Apa pasal sampai para polisi itu hampir saja "berperang"? "Telah terjadi tabrakan antara anggota intel dari Aceh Tenggara dan Medan," kata Kepala Penerangan Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Letnan Kolonel Ramses Hutabarat. Petugas dari Aceh, katanya, berniat menggulung jaringan pengedar morfin dan heroin yang sering melakukan barter dengan pengedar ganja. Sedangkan petugas dari Medan, sebaliknya, mau menggulung pedagang ganja. Pedagang ganja yang mula-mula bertemu Sukardi memang bukan pedagang betulan, melainkan orang yang dijadikan umpan oleh polisi dari Aceh. Tapi, setelah dilakukan pemeriksaan, kasus itu ternyata bukan sekadar tabrakan biasa. "Polisi Aceh itu memang mengantungi surat tugas. Tapi sambil melaksanakan perintah, mereka kelihatannya 'main'," begitu kesimpulan sementara yang disampaikan sebuah sumber kepada TEMPO. Surat perintah yang ditandatangani Kapolres Aceh Tenggara, Mayor Asril Azis menyebutkan, Bakar - alumnus Akabri dan anak buahnya ditugasi menggulung jaringan pengedar narkotik. "Kami mau menyusup ke tubuh mereka," kata Mayor Asril kepada TEMPO pekan lalu. Untuk itu, dalam surat perintah yang ditandatanganinya dicantumkan jumlah ganja - untuk pancingan - yang dibawa anak buahnya: 46 kg. Ternyata, menurut sumber di Polda Sumatera Utara, ganja yang dibawa anak buah Asril lebih 30 kg dari yang ditentukan. Menjadi pertanyaan, mau dikemanakan kelebihan ganja itu. Guna menjawab pertanyaan itu, Bakar dan keempat anak buahnya, juga bekas pengedar ganja yang diumpankan, kini terus diperiksa. Kapolda Aceh, Brigadir Jenderal Sjarifuddin Tampono, sendiri kabarnya yang meminta kepada Kapolda Sumatera Utara agar anak buahnya ditahan untuk sementara. Sebuah tim provost dari Markas Besar Polri pun, menurut Kepala Dinas Penerangan Kolonel Sakir Subardi, telah dikirim ke Medan untuk turut melakukan pemeriksaan. Kendati demikian, sampai Sabtu Dekan lalu beium diketahui bagaimana sebenarnya "kedudukan" ganja itu. Hanya, kata Sakir lagi, petugas dari Aceh Tenggara jelas telah melakukan kesalahan. "Tugas macam apa pun yang diernban, bila melintasi daerah laln, petugas seharusnya kulo nuwun - melapor kepada aparat polisi setempat," katanya. Ternyata, kelima petugas polisi itu tidak melapor, padahal mereka mengendarai mobil dinas. Dan itulah yang membuat polisi Medan curiga. Yang juga cukup menggelitik untuk dipertanyakan, kata sumber TEMPO di Mabes Polri, "kalau memang mau menjebak, yang dibawa kok ganja. Kenapa bukan uang saja?" Dalam operasi yang sering diadakan, polisi lazimnya memang menlebak dengan cara berlaga sebagai calon pembeli dan bukan sebagai pengedar. Namun, kesalahan kelima petugas intel itu baru bisa dipastikan bila pemeriksaan telah selesai. Dan kalau benar mereka menyeleweng, bukan main!
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini