Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dan di DPR, pekan-pekan ini para wakil rakyat berkerut kening membahas rancangan undang-undang perbankan. Demikian banyaknya masalah--sampai 248 masalah--dalam materi calon pengganti aturan lama, Undang-Undang Perbankan Tahun 1992, itu. Walhasil, target penyelesaian rancangan itu pada akhir September lalu terpaksa diulur sampai Jumat pekan ini.
Sudah banyak, memang, substansi rancangan undang-undang perbankan yang disetujui pemerintah dan DPR. Di antaranya ketentuan mengenai rahasia bank. Dalam aturan lama, rahasia bank meliputi sisi aktiva maupun pasiva pada keuangan bank. Dalam pembahasan di DPR, rahasia bank disepakati hanya berlaku bagi sisi pasiva, yang mencakup simpanan nasabah. Untuk sisi aktiva, yang menyangkut pemberian kredit bank, tak dikenakan ketentuan rahasia bank.
Dengan begitu, "Nasabah bisa mengetahui persis kesehatan bank, sehingga mereka bisa memilih bank mana yang dapat dipercaya," kata Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Departemen Keuangan, Susiyati B. Hirawan.
Namun, tiadanya tameng rahasia pada kredit bank bukannya tak akan menimbulkan masalah. Sebab, tak mustahil kredit yang diterima debitur--terlebih bila bermasalah--bisa dimanfatkan oleh perusahaan pesaingnya.
Lagi pula, menurut ahli hukum perbankan Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, tak dirahasiakannya sisi aktiva bank belum menjamin performa bank tersebut. "Bila orang hanya mengetahui pinjaman bank, belum bisa diketahui liquid-tidaknya bank itu," katanya.
Bagi Remy Sjahdeini, yang lebih penting diatur adalah kewajiban Bank Indonesia untuk mengumumkan kesehatan bank secara terbuka. Tentu ketentuan itu harus didahului dengan jaminan bagi deposito nasabah bank--bisa saja dengan asuransi.
Hal lain yang sudah disetujui DPR adalah batas maksimum pemberian kredit sebesar 30 persen dari modal bank. Dalam aturan lama, batas maksimum itu 20 persen. Ketentuan 30 persen itu pun, pada prakteknya kelak, mesti diawasi secara ketat. Sebab, peningkatan 10 persen tersebut dikhawatirkan bakal mengulangi kekeliruan lama, karena para bankir ketagihan memanfaatkan kredit untuk kepentingan kelompok usahanya sendiri.
Selain itu, tutur anggota Komisi VIII DPR Thomas Suyatno, ada sanksi pidana dan perdata yang berbeda dengan aturan lama, yakni terhadap pemegang saham bank. Dalam materi rancangan undang-undang perbankan yang disetujui, pemegang saham yang memaksa direksi atau komisaris bank melakukan pelanggaran hukum bisa terkena sanksi.
Begitupun, Remy Sjahdeini menganggap belum cukup. Menurut Remy, nasabah bank yang menyalahgunakan kredit juga harus diberi sanksi. Selama ini, delik semacam itu dijaring dengan Undang-Undang Antikorupsi. Mestinya, kata Remy, hal itu diatur dalam Undang-Undang Perbankan.
Yang masih belum tuntas dibahas, antara lain, porsi saham bank yang bisa dimiliki pihak asing. Dalam rancangan itu, sesuai dengan irama pasar bebas, pihak asing bisa punya 100 persen saham. "Bisa saja nol koma nol nol sekian saham bank dimiliki partner lokal, sekadar formalitas," ujar Susiyati. Namun, DPR ingin mempertahankan ketentuan lama, yakni maksimal 85 persen saham bagi pihak asing.
Masih banyak masalah kontroversial dalam pembahasan rancangan itu, padahal tinggal beberapa hari lagi waktu pengegolannya untuk menjadi undang-undang. Salah satu hal yang teralot pembahasannya adalah polemik Badan Penyehatan Perbankan Nasional atau BPPN (lihat Badan Khusus vs. Bank Sentral).
Soal BPPN, memang, rada aneh. DPR bisa menerima pendapat pemerintah tentang perlunya badan khusus itu. Padahal, DPR juga sepakat tentang independensi dan otonomi Bank Indonesia. Hal itu tersirat dengan diubahnya aturan perizinan bank, yang pada aturan lama ada pada Departemen Keuangan, tapi pada rancangan baru menjadi wewenang Bank Indonesia.
Boleh jadi keruwetan wewenang itu lantaran rancangan undang-undang bank sentral sebagai pengganti Undang-Undang Tahun 1968 yang mengatur Bank Indonesia tak digarap lebih dulu--menurut skema Dana Moneter Internasional (IMF), undang-undang bank sentral akan lahir pada Desember nanti. Setidaknya rancangan undang-undang bank sentral dibahas bersama dengan rancangan undang-undang perbankan.
Rupanya, undang-undang perbankan yang akan lahir itu pun dimaksudkan bersifat sementara. Dengan kata lain, begitu ada undang-undang bank sentral yang baru, undang-undang perbankan tadi disempurnakan lagi. Kalau masih dilakukan secara tambal sulam begitu, dengan dalih kebutuhan yang mendesak, tak dapat tidak sektor perbankan akan kembali menjadi kelinci percobaan. Tidak terkecuali berbagai lembaga yang terkait dengan bank, dan juga para nasabah bank.
Happy Sulistiyadi/Andari Karina A., Ma’ruf Samudra, Nurur Rokhmah Bintari
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo