Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Ganja Atau Teh

Pilot pesawat cessna, donald adrew ahern dan co-pilotnya david a. rieffe diadili di pengadilan denpasar. membawa ganja 664,10 kg. tertuduh tidak tahu ganja termasuk barang terlarang di indonesia.

20 November 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ITU kapten pilot pesawat Cessna, Donald Andrew Ahem, tidak tahu bahwa ganja termasuk barang terlarang di Indonesia. Ia berpendapat begitu karena pernah melihat perkebunan ganja di Sumatera Utara. Lewat penterjemahnya ia bilang: "tentu saya laporkan kepada yang berwajib" bila sebelumnya ia tahu bahwa barang-barang di pesawatnya termasuk barang larangan, Pesawat Cessna yang dikemudikannya disewa seorang bernama Allan yang ditemuinya di Singapura. Bawaannya disebut tea black, semacam tembakau yang dipakai untuk makan sirih. Karena itu ia langsung membawa titipan, tanpa memeriksa dan membawa dokumen, Untuk tujuan Port Moresby. Di lapangan terbang Ngurah Rai, Bali, DAA mendarat. Ia dan ko-pilotnya David A. Rieffe, melapor pada petugas imigrasi dan bea cukai untuk menginap di Denpasar. Pada blanko yang disodorkan petugas DAA menulis "nil" artinya "nihil" karena tidak membawa penumpang kecuali pilot dan ko-pilotnya. (TEMPO 21 Agustus). Begitu pengakuan DAA ketika Pengadilan Negeri Denpasar mulai menyidangkan perkara itu awal bulan ini. Pilot itu menyangkal bahwa ia mempersulit pemeriksaan dan mencoba menyuap petugas. Pemeriksaan terhadap pilot dan ko-pilol tersebut dilakukan secara berselang-seling dengan pemeriksa yang sama. Persidangan ini dipimpin Ketua Pengadilan Denpasar sendiri, Sof Larosa SH didampingi I Gusti Bagus Masri SH dan I Ketut Galung Astika SH. Jaksa penuntut juga kepala Kejaksaan Negeri Denpasar, R. Djokomuljo Mangunprawiro SH. Kedua awak pesawat Cessna tadi dibela oleh Adnan Buyung Nasution SH. Sebelumnya ada dua pengacara yang akan membela DAA. Namun menjelang sidang, mereka mengundurkan diri dengan alasan "tidak dapat/tidak mau menjamin bahwa terdakwa akan dibebaskan" Rakyat Yang Mana? Jaksa menuduh kedua terdakwa melakukan tindak pidana subversi dan ekonomi. Yaitu menyiapkan secara cermat penyelundupan ganja dari lapangan terbang Penang, Malaysia 6 Agustus lalu. Tiga hari kemudian mendarat di Bali tanpa mengindahkan ketentuan yang berlaku di Indonesia. Selain menyita barang bukti berupa ganja 664,10 kilo, jaksa juga menyita 293 barang perhiasan perak dan 56 lukisan kain karena masuk ke Indonesia tanpa izin. Tarik urat antara jaksa dengan pembela agak keras karena jaksa, menurut pembela, menuduh pembela menunda-nunda sidang. Sedangkan pembela merasakan waktu yang diberikan hakim kepadanya terlampau pendek. Buyung kemudian mendapat waktu 1 hari untuk menyusun tangkisan atas surat tuduhan jaksa. Sebelum itu pembela sempat berucap "kata-kata penuntut umum supaya ditarik, karena tidak sopan dalam persidangan". Buyung dalam eksepsinya mengetengahkan asas teritorial, yang menurut hukum pidana Indonesia hanya berlaku di wilayah Indonesia. Sedangkan pesawat yang ditumpangi DAA dan DAR berkebangsaan Australia sehingga pesawat itu juga berada dalam wilayah teritorial Australia. Pembela berpendapat bahwa tuduhan Jaksa tidak jelas dan tidak benar. Tuduhan subversi, menurut pembela, di luar proporsi dan sulit diterima akal sehat. Mengapa? "Sebab, mana mungkin barang yang tidak pernah sampai ke tangan rakyat Indonesia atau lalulintas ekonomi Indonesia dapat dikatakan mempunyai pengaruh yang luas dan mengacau ekonomi rakyat Indonesia". Begitu tangkisan pembela yang juga bertanya: "rakyat mana yang dimaksud". Pertanyaan ini menyebabkan hakim memukul-mukul palunya lantaran banyak pengunjung tertawa dan bertepuk-tangan. Memang perhatian umum besar sekali. DAA dan DAR juga dituduh melanggar pasal 486 KUHP, yaitu ketentuan yang mengatur hukuman tambahan bagi recidivist. Sayang jaksa tidak melampirkan bukti-bukti kapim terdakwa pernah dihukum, sehingga pembela berkeberatan pasal tersebut ikut dibawa-bawa dalam tuduhan. Lagi pula menurut pembela, ketentuan tadi hanya mengenai hukuman yang pernah dijatuhkan oleh hakim di Indonesia, bukan hakim pengadilan di negara lain. Segala eksepsi pembela ditolak hakim sehingga pemeriksaan terhadap DAA dan DAR berjalan terus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus