Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Ganti rugi nyawa suami

Pn kulonprogo, yogyakarta, mengabulkan tuntutan ganti rugi jeminten dengan uang rp 693 ribu. polres kulonprogo bersalah menangkap suaminya, sukirjo, hingga tewas, secara tidak sah. mabes polri menyesalkannya.

19 Desember 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JEMINTEN menang. Penduduk Dusun Degung, Kelurahan Kaliagung, Kabupaten Kulonprogo, itu akhirnya berhasil mengalahkan polisi. Ibu dua anak itu mempraperadilankan Polres di sana, karena menyebabkan suaminya, Sukirjo, tewas. Pengadilan Negeri Kulonprogo, Selasa pekan lalu, mengabulkan tuntutan ganti rugi ibu berumur 27 itu, dengan uang Rp 693 ribu. Polres Kulonprogo, Yogyakarta, juga diputus pengadilan, bersalah menangkap suaminya hingga tewas -- secara tidak sah. Sementara itu, tuduhan terhadap Almarhum dianggap belum jelas buktinya. Musibah yang menimpa Sukirjo teradi pada tanggal 26 Maret malam. Ketika itu, dua petugas Polres menangkap Sumarno, yang bersama Sukirjo, dan Rajiman, temannya yang lain, dituduh terlibat pencurian dan pembunuhan terhadap Janda Mulyotani. Dua polisi tadi, didampingi Kepala Dusun Karmidi, menggiring Sumarno untuk menunjukkan rumah Sukirjo. Sesampai di tujuan, yang ada cuma Jeminten. Polisi penasaran, menggeledah seisi rumah. Sukirjo memang tak ada. Lantas mereka melanjutkan pencarian. Di tengah perjalanan, mereka berjumpa dengan dua orang penduduk. Kedua orang itu dipanggil, tapi malah lari ketakutan. Sambil mengejar, polisi itu melepaskan tembakan peringatan. Satu dari dua penduduk yang lari itu tertangkap. Setelah bergumul, akhirnya polisi berhasil membekuknya. Tubuhnya terkapar di sawah berlumpur. Ketika tubuh yang sudah tak bernapas lagi itu diangkat, ternyata Sukirjo. Baru keesokan harinya Jeminten tahu, suaminya yang petani itu telah tiada. Kesedihannya tak tertanggung lagi lantaran sewaktu musibah, ia sedang hamil tujuh bulan. "Suami saya itu rajin sembahyang. Dia tidak pernah macam-macam. Setiap habis kerja, dia selalu langsung pulang," tutur wanita yang dinikahi Sukirjo tujuh tahun lalu itu. Selain itu, polisi sama sekali tak menunjukkan surat tugas sewaktu mendatangi dan menggeledah rumahnya. Demikian juga surat perintah penangkapannya. Tak ayal lagi, melalui tim kuasa hukum dari LKBH UII Yogyakarta, Jeminten mempraperadilankan Polres Kulonprogo. Perlakuan terhadap Sukirjo saat ditangkap pun dinilai keterlaluan. "Polisi mencekik dan menenggelamkan korban ke dalam lumpur," kata Arif Setiawan, salah seorang kuasa hukum Jeminten. Tapi Lettu. Pol. Slamet Lukito, kuasa hukum Polres di sidang praperadilan itu, menandaskan penangkapan tersebut sah. Sebab, dilampiri surat perintah penangkapan hari itu juga -- yang diterima Jeminten saat serah terima jenazah, satu hari setelah kejadian. Penangkapan itu juga bukannya tanpa bukti permulaan. Berdasarkan pengembangan pemeriksaan Rajiman, kawan Sukirjo yang telah ditangkap duluan, menurut Slamet Lukito, diduga Sukirjo ikut terlibat dalam kejahatan itu. Sukirjo tewas lantaran ulahnya sendiri. "Ia membabi buta melawan petugas yang akan menangkapnya. Malah ia menggigit hidung petugas," kata Kasatserse Polres Kulonprogo itu. Djamaluddin Nasution, hakim yang memeriksa perkara itu, tetap memutuskan penangkapan tidak sah. "Karena surat itu ditujukan kepada lebih dari satu orang," katanya. Memang ada surat penangkapan, tapi tak dituJukan untuk Sukirjo saja, melainkan juga untuk Sumarno, serta dua orang lainnya dalam kasus berbeda. Hakim juga melihat larinya Sukirjo, ketika dipanggil polisi, secara psikologis karena ketakutan. Bahkan Sukirjo sebelumnya sudah berteriak minta tolong, dan menyerah ketika tertangkap di tengah sawah. "Tapi yang terjadi justru korban dibenamkan ke dalam lumpur sehingga Sukirjo tewas," ucap Djamaluddin lagi. Itu sebabnya hakim memenangkan Jeminten. Dari tuntutan ganti rugi Rp 10 juta -- Rp 9,5 juta akibat penangkapan dan tewasnya Sukirjo, dan Rp 0,5 juta untuk penggeledahan rumah -- hakim mengabulkan Rp 693 ribu. Dengan perincian, biaya hidup selama enam bulan Rp 360 ribu, biaya penguburan Rp 250 ribu, dan uang rehabilitasi nama keluarga Rp 83 ribu. Kadispen Mabes Polri, Kolonel Pol. Guntar Simanjuntak, menyesalkan kejadian di Kulonprogo itu. "Kalau memang polisi lalai, kami tak segan-segan untuk memeriksa dan menindaknya," ujar Guntar Simanjuntak kepada Sidartha Pratidina dari TEMPO. Dan kalau putusan praperadilan itu telah berkekuatan tetap, "Kami akan melaksanakannya," sambungnya. Happy Sulistyadi (Jakarta) dan Slamet Subagyo (Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus