PADA mulanya yang diburu adalah getah pohon gaharu. Tapi, ketika ditemukan bangkai badak, Juli lalu, getah yang bisa dijual Rp 250 ribu per kilo itu menjadi tak menarik. Cula dan kuku badak ternyata harganya jauh lebih tinggi. Inilah yang membuat Taman Nasional Kerinci Seblat -- kawasan hutan lindung di perbatasan Bengkulu, Riau, dan Sumatera Barat -- kini semakin porak-poranda. Karena penduduk yang masuk hutan bukan cuma sekadar berburu getah, juga sekaligus menembak badak (Dicerorhinus Sumatraensis). Harga cula binatang yang dilindungi itu memang mahal. Di Pekanbaru saja per onsnya sudah Rp 3 juta. Tak heran bila sang tauke yang biasa menampung getah pohon gaharu langsung memberikan order kepada penduduk agar menyetor cula binatang itu, yang menurut data lima tahun lalu jumlahnya cuma 400 ekor di seluruh Sumatera. Tak gampang bagi penduduk untuk merobohkan badak. Mereka perlu bedil. Salah satu cara melumpuhkan badak adalah dengan menembak kakinya secara telak lebih dulu. Sebab, bila badak cuma luka ringan, satwa itu akan lari jauh, dan sulit ditemukan. Untuk itu, menurut sumber TEMPO di Polisi Khusus Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Sum-Bar, penduduk menyewa bedil dari Polsek dan Koramil serta Babinsa. Celakanya, yang tertarik bisnis cula badak itu kemudian bukan cuma penduduk. Sejumlah oknum bersenjata akhirnya ikut tergoda juga. Kini, dengan penduduk sebagai penunjuk jalan, mereka pun ikut merambah hutan. Pekan ini, tujuh oknum bersenjata yang ditemani sekelompok penduduk sedang berburu badak di taman hutan itu. "Ada anak buah saya yang terlibat," kata Komandan Kodim Pesisir Selatan, Letnan Kolonel Yoesnan, kepada TEMPO. Sedang kapolres setempat, Letnan Kolonel Tengku Puteh Djuana, masih meneliti apakah ada anak buahnya yang juga ikut-ikutan. "Kalau ada yang terlibat, kuberhentikan," kata Kapolda Sum-Bar M. Zahri Amin, seperti ditulis harian Pelita. Pejabat militer di kawasan tersebut memang serius menangani perburuan badak. Meski belum bisa dipastikan berapa badak yang dibantai, sumber TEMPO mengatakan, paling tidak enam ekor yang sudah dibunuh. Itulah sebabnya, sejak Sabtu dua pekan lalu, Korem Wirabraja Polda Sum-Bar, dan BKSDA Sum-Bar, membentuk tiga tim ke hutan seluas 1,5 juta hektare, untuk meringkus para pemburu liar tadi. Mengapa pihak keamanan menduga ada anggotanya yang terlibat perburuan liar? Kamis pekan lalu, misalnya, tim yang dibentuk Korem itu mencatat empat polisi, masing-masing dari Polsek Lunang, Indrapura, dan Air Haji, ikut membunuh satwa tersebut. Bahkan dua orang dikabarkan masih berada di dalam hutan. Informasi itu disimpulkan bukan saja karena tiga dari enam senjata api laras panjang jenis LE tak berada di posnya. Juga karena seorang anggota pos polisi Lunang, serta seorang anggota Polsek Indrapura, tak ada di kantornya. Dua orang Kapolsek, dari kedua pos polisi itu, kini tengah diperiksa. Sumber TEMPO mengatakan, dari setiap badak yang diburu, kedua kapolsek itu masing-masing mendapatkan Rp 500 ribu. Kini yang dilakukan ketiga tim itu adalah menunggu para pemburu itu keluar hutan. "Kami tinggal menciduknya saja," kata sumber TEMPO yang bermarkas di Polsek Indrapura. "Mereka harus ditindak, karena menembak binatang yang dilindungi," kata Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Emil Salim. Gangguan terhadap taman nasional itu memang tak pernah berhenti. Dua tahun terakhir ini, hutan itu sudah sering dirambah pencuri. Bahkan gelondongan kayu yang dicuri dionggokkan di bawah papan pengumuman "Dilarang Mencuri Kayu", yang dipancangkan di hutan itu. Monaris Simangunsong dan Fachrul Rasyid (Palembang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini